4.1 Konsekuensi
Matahari mulai lelah, dan bintang-bintang telah mengintip samar di langit. Satu jam yang lalu, seusai memastikan bahwa semua teman seperguruannya pulang dengan selamat dan menyampaikan laporan tentang perkembangan penduduk desa, Khass pulang seraya berlarian kecil. Hari ini ia akan makan malam di rumah. Amar berbaik hati menawarkan Debri untuk bersantap bersama di Konservatori, sekaligus mengenalkan pemuda asing itu seluk-beluk singkat mengenai desa. Berita tentang ketertarikan Debri terhadap perguruan menyebar dengan cepat, bahkan sebelum Khass benar-benar mengutarakannya kepada siapa pun.
Khass tiba saat Kamitua bertandang di dapur. Beliau tidak memasak, hanya sekedar menghangatkan kentang rebus dan semur daging yang dibawakan oleh seorang Guru. Aromanya cukup hebat untuk membuat perut Khass keroncongan. Ia menghampiri dengan langkah kecil, matanya diam-diam memerhatikan janggut panjang Kamitua yang hampir menyentuh sabuk sarung.
"Jangan diam di situ saja, Khass. Ambilkan mangkuk."
Khass berjongkok dan mengambil dua mangkuk kayu. Satu yang besar untuk Kamitua, satu yang kecil untuknya. Sesuai kadar perut.
"Ambilkan bubuk cabai kering dan ketumbar juga. Demi Tuhan, semur ini hambar."
"Jahe, Kamitua?"
"Rosemary untuk kentang, Khass."
Bocah itu dengan lincah mengambil kendi-kendi yang ditata rapi. Ia tidak terlalu hapal kendi mana yang dimaksud. Terkadang ia harus membuka tutupnya sedikit, mengendus, kemudian menahan bersin sekuat tenaga, dan menaruh kendinya cepat-cepat di samping Kamitua. Ia pun berlari ke pojok lain dapur dan bersin sekuat-kuatnya.
"Kau sebaiknya banyak membantu nona-nona di dapur, Khass. Kau akan hapal semua jenis bumbu tanpa perlu membaui begitu, apalagi mengotori udara. Bermain-main terus itu tidak berguna. Besok pagi bantulah nona-nona memasak untuk para penduduk yang akan berdoa di sini."
"Baik, Kamitua," kata Khass. Ia menyeka hidung dan mengembalikan kendi-kendi yang sudah digunakan Kamitua. Sesaat kemudian, semur dituang ke mangkuk dan dibawa ke meja. Khass sudah tidak sabar untuk bersantap, tetapi Kamitua masih tenang di kursinya. Beliau memejamkan mata agak lama, lalu melirik ke Khass seolah-olah ada yang dilupakannya. Si bocah, yang ikut melirik karena Kamitua tak kunjung menyuap, tersentak dan buru-buru menangkup kedua tangan. Ia pun mulai berdoa dengan lantang.
"Kamitua, aku mau tanya," kata Khass beberapa saat setelah mereka bersantap. Kamitua tidak menyahut, tetapi itu sudah tanda baginya untuk tetap melanjutkan. "Kamitua, benarkah anak tidak akan pernah lepas dari orang tuanya, kemana pun dia pergi?"
"Anak adalah tanggung jawab orangtuanya, Khass. Jika kau pergi ke hutan dan jatuh terluka, kemudian ada orang asing yang menolongmu, siapa yang akan dicari pertama kali?"
Khass berpikir sejenak. "Kamitua."
"Jika kau bertingkah baik, siapa yang akan dipuji?"
"Kamitua."
"Jika kau bertingkah buruk, siapa yang akan dihina?"
Khass termenung. Dalam hati ia berdoa. " ... Kamitua."
Beliau tidak mengatakan apa-apa lagi. Khass menyuap sepotong kentang dalam diam. Ia mencerna dengan keras obrolan yang baru saja terjadi, lalu mengaitkannya dengan cerita-cerita Debri tadi siang. Apapun yang Khass lakukan, akibatnya akan kembali kepada Kamitua. Suatu ketika Khass lalai untuk memberikan makan hewan ternak. Seekor jatuh sakit sehingga pemilik hewan menjadi kesal. Ia tidak mendamprat Khass, melainkan Kamitua, karena tidak memerhatikan perilaku si bocah. Pada lain kisah, ketika Khass berhasil menghapal bait doa-doa yang sulit, Guru pengajarnya akan selalu memuji betapa hebat anak sang kepala Guru.
Untuk pertama kali dalam usia kesepuluh, Khass benar-benar paham bahwa segala tingkah lakunya akan berimbas pada Kamitua. Selain itu, Kamitua adalah kepala Guru sekaligus kepala desa. Ada lebih banyak kewenangan, larangan, dan anjuran yang harus dipenuhi oleh Khass muda yang kelak akan menggantikannya.
Wah. Hidup terlihat semakin rumit.
"Khass." Kamitua menyentakkan lamunan si bocah. "Benarkah pemuda asing itu ingin bergabung dengan perguruan?"
Khass mengangkat bahu. "Dia tertarik sedikit, gara-gara obat oles yang kemarin itu manjur sekali untuknya. Dia penasaran dan bertanya banyak hal."
Kamitua termenung. Bukan reaksi yang diduga Khass. Biasanya Kamitua akan dengan tegas memutuskan apakah seorang pemuda asing boleh masuk ke perguruan atau diminta untuk pulang dahulu, sekedar menanti waktu yang tepat untuk datang. Si bocah memerhatikan sang ayah dengan beribu pertanyaan seraya menandaskan semur.
"Apakah ia boleh tinggal di sini sebentar, Kamitua? Kasihan, dia belum mengenal Tuhan dengan baik." Alasan yang ini mungkin benar saja, tetapi tentu bukan itu kehendak utama Khass. Semakin lama, cerita yang dituturkan Debri mendorong si bocah untuk mengetahui lebih banyak. Keinginan dan rasa penasaran yang selama ini berusaha dipendam dan hanya boleh berpuas diri atas kisah teman-temannya mulai menguat.
Kamitua menatap Khass jauh menembus matanya, seolah-olah berusaha menguliti rahasia yang disembunyikan si bocah.
"Dalam dua tahun kau akan berusia dua belas," kata Kamitua, "Dan tiga hari lagi kau akan menjalani ritual penyatuan pertamamu. Pada saat itu pula, kuharapkan kau sudah mempersiapkan diri, Khass."
Seakan mengerti apa yang dimaksud Kamitua, Khass cepat-cepat menyahut. "Dia tidak akan menggangguku kok."
Kamitua sepertinya belum puas. "Ada banyak sekali hal yang perlu dipersiapkan, Khass. Kau harus berlatih membiasakan diri dengan roh-roh asing yang akan mendiami ruang pikirmu nanti. Kau memang sebaiknya menemani pemuda asing itu karena itulah tugasmu, tapi jangan sampai kewajibanmu terlalaikan."
Khass mengerjap. Ia nyaris melupakan hal satu itu. Perlahan, semangat kembali membuncah di dalam dirinya. Benar. Akan ada roh yang masuk ke dalam tubuh dan berbagi ruang pikir dengannya. Selama ini Khass hanya bisa mengagumi kelebihan Kamitua yang bisa mengetahui aktivitas seluruh penduduk desa tanpa berpindah kemana pun. Roh-roh yang mendiami alam pikirnya pula yang telah memberitahu perkara Khass dan Amar yang membawa Debri menemui Nona Nujum lalu, karena itulah Kamitua bisa datang tepat waktu. Sebentar lagi Khass akan mengalami fase itu.
Ohh, Khass sudah tidak sabar menantikan banyak cerita dari roh-roh yang akan mengisi tubuhnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top