25.2 Penarik Pelatuk
Ruangan itu cukup lama menjadi senyap. Rayford terpekur di tempat sementara Desmond terus menceracau tentang kisah masa lalu seperti seorang paman yang sudah lama tidak bertemu keponakan. Ia melantur tentang persahabatan antara mendiang Aland dan dirinya yang semakin tidak karuan, siapa saja kerabat Cortess yang patut Rayford ketahui, dan banyak hal yang membuat Par lama-lama menjadi bosan dan mengira telah tertidur sambil berdiri.
Namun, rasa bosan itu segera terhempas ketika Par mencium aroma yang familiar. Sangat familiar, malah! Bagaikan kelinci yang menengadah dengan telinga yang bergerak-gerak karena mendengar suara gemerisik, Par memandang ke dinding di belakang punggungnya. Ia tersenyum lebar.
"Heh. Kalian membosankan," kata Par tiba-tiba. Rayford terkejut dan tingkahnya menunjukkan seolah-olah dia telah lupa Par masih ada di sana. Iblis itu mengibaskan tangan dan Desmond otomatis mengunci mulut, bahkan mundur beberapa langkah saat Par menghampiri Rayford dan menangkup kepalanya. Rayford melotot.
"Aku mau memberimu hadiah."
"Hah?"
"Karena perjanjian kita telah usai, maka inilah hadiah perpisahanku, anakku tersayang," kata Par. "Aku telah menuntaskan janjiku untuk memenuhi keinginanmu, yaitu mengulik identitas Rayford. Aku bahkan melakukan lebih dengan mengembalikanmu pada keluargamu yang sebenarnya, eh! Kau juga mempertemukanku kembali dengan Caellan, dan sekarang janji kita masing-masing telah tuntas! Maka akan kuberikan hadiah untukmu—"
"Aku tidak mau!"
"—hadiah yang sama seperti hadiah perpisahanku pada kakakmu." Senyum Par tak pernah lebih lebar daripada ini. Geliginya yang tajam dan menguning busuk memenuhi bingkai pandang Rayford yang ketakutan. Jemarinya yang panjang menarik ujung-ujung kelopak matanya, memaksa pemuda itu untuk membeliak.
"Aku tidak—"
"Hadiahku menunjukkan seberapa kuat dirimu, juga seberapa besar Energiku yang engkau bawa! Seberapa mulia engkau di mata sesamamu, dan menunjukkan derajatmu pada keluarga, terutama pada saudara-saudara sesama pembawa selku. Maka dari itu, Rayford, sekuat inilah kau! Hadiahku ini begitu indah, sehingga kau harus ingat satu hal."
"Aku tidak mau!" Rayford meraung saat matanya sama sekali tak bisa berkedip karena jemari-jemari Par menancap pada kulit kelopak matanya. Jika Rayford memaksa berkedip, maka kulitnya akan robek dan sekeliling matanya berdarah. Iblis ini kurang ajar! Rayford sempat mengira itulah yang diinginkan Par karena barangkali ingin menjilat darahnya sendiri, tetapi dia salah.
Par merunduk, mendekatkan kedua lubang matanya dengan mata Rayford hingga hanya mampu melihat kegelapan seutuhnya, dan dia berbisik, "Jangan berkedip saat kau marah."
Tetapi Rayford tidak kuat. Matanya perih berair, dan ketika dia memaksa berkedip untuk mengusir rasa perih di matanya, Par telah menghilang dan Desmond menahan napas di belakangnya.
"Oh, dasar terkutuk!"
Rayford menoleh bingung, tepat ketika Desmond menerjang. Rayford jatuh terjerembab dan pria itu menahan tubuhnya di atas. Ia mengerang saat Desmond menutup kedua matanya dan menahan lehernya.
"Lepaskan!" Si bocah berusaha meronta-ronta.
"Kau tidak akan membunuhku, kan, Rayford?" suara Desmond bergetar. Jemarinya yang mencekik leher Rayford kehilangan kekuatannya. "Benar, kau tidak akan membunuhku! Aku sahabat ayahmu, dan aku hanya melaksanakan keinginan tuan kita Par untuk bertemu denganmu. Jangan bunuh aku!"
Rayford tidak paham maksudnya. Tentu ia ingin sekali melakukan sesuatu pada Desmond, tetapi membunuh bukan pilihan pertamanya! Kenapa pula Desmond menutup matanya? Jantung Rayford berdebar dalam kengerian. Apakah Desmond berusaha melakukan sesuatu padanya sehingga ia tak boleh melihat? Yang benar saja!
Dalam sekejap, tentakel-tentakel tulang Rayford tumbuh dan merenggut Desmond, lantas menghempasnya ke dinding. Saat Rayford terduduk untuk melihat situasi yang kacau itu, Desmond ternyata menahan tubuhnya dengan menancapkan tangan mutannya ke dinding. Rayford terkesiap. Tangan itu! Ia nyaris lupa kalau Desmond punya tangan mengerikan serupa daging yang dipilin dengan pembuluh darah raksasa yang berkedut-kedut, seolah-olah ada ribuan makhluk kecil di dalamnya yang memaksa keluar. Tangan iblis itu menahan Desmond agar tidak membentur dinding, dan sekarang sang ilmuwan menatapnya dengan penuh kebencian.
"Kau yang akan mati, Rayford! Para Caltine pantas mati!"
+ + +
Di antara seluruh skenario terburuk yang mampu dibayangkan Caellan, ia sama sekali tidak ingin dihadang oleh Par sendiri. Ia sudah menduganya, tetapi Caellan sama sekali tak menginginkannya terjadi. Sayang, iblis itu tiba-tiba muncul di ujung hutan, tepat di balik pagar tinggi kediaman Walikota Woodand, dan mencegat mereka berempat. Elena menjerit ketakutan hingga nyaris pingsan. Kedua preman di sisi-sisinya membeku melihat sosok jelmaan sempurna dari mimpi buruk yang bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Par senang sekali menyambut tamu-tamu barunya dengan tangan terbuka lebar.
"Ah, Caellan. Lama kita tak berjumpa, Nak!"
Tangan Caellan sudah otomatis mencengkeram pistol berisi venome di sabuknya, tetapi ia tetap tak berkutik. Venome barangkali sudah tak mempan bagi Par. Lihatlah sosok iblis itu! dia bisa menapak dengan baik, tak satu pun bagian dari tubuhnya mengabur dari pandangan. Dia sangat prima dan utuh. Apa pun yang Rayford lakukan untuknya, telah membuat Par kembali ke sosok terbaiknya saat ini.
Caellan makin membencinya. Par telah mempergunakan seburuk-buruknya jalan untuk mendapatkan kehidupannya kembali. Dia memaksa seorang Guru Muda untuk membunuh. Demi Tuhan, bahkan seorang Vandalone takkan melakukan hal sejauh itu.
Par mengerling pada kedua preman di sisi Caellan. "Kau melakukannya dengan cukup bagus, bahkan lebih baik daripada sebelumnya! Kau mengerti apa yang paling kusukai? Mulutmu yang menolakku, tetapi aku tahu kalau kau sesungguhnya tidak bisa lepas dariku seutuhnya."
Elena memekik saat Caellan menembakkan venome tepat di dahi Par. Iblis itu bengong sesaat, lalu tersenyum lagi saat mencabut peluru yang menancap itu. Ujung jemarinya yang bersentuhan langsung dengan peluru berasap, dan Par menjentikkannya ke tanah. Para manusia di hadapannya mendesis kesal. Venome memang tidak lagi ampuh bagi vehemos yang perkasa sepertinya.
"Oh, ayolah, Caellan. Kau bisa lebih dari itu."
"Jangan kira aku akan terpancing olehmu." Caellan mendesis. Ia memberi isyarat dan kedua preman itu merangsek maju. Elena turun dari punggung preman yang menggendongnya dan berusaha berdiri sejauh mungkin. Kakinya gemetaran.
Par sudah bersiap menampik para preman dengan lengannya yang teramat panjang, tetapi orang-orang suruhan Jenderal bukanlah sekadar preman biasa. Seseorang menggeram dan wajahnya berubah menjadi serupa singa—hidungnya membesar menjadi moncong dan rambutnya memanjang bagaikan surai kasar yang tajam. Ia melompat, mengangkat tangannya yang kini ditumbuhi kuku-kuku predator, dan menyerang satu lengan Par yang berusaha memukulnya. Ketika Par mengibaskan tangan, ekor preman itu memanjang, lalu berusaha menancap pada perut Par yang bebas. Iblis itu memukulnya dengan tangan satu lagi, lantas mengerang saat preman lain mengayunkan tangan dan menggerakkan seluruh ranting di dekatnya agar menusuk tubuhnya.
Namun erangan Par dengan cepat berubah menjadi kikikan geli, sebab ujung-ujung ranting yang menancap pada sekujur tubuhnya tak ubahnya seperti gigitan semut. Par memanjangkan jemari bagai bilah-bilah pedang dari tulang, menyabet preman pengendali itu, dan menghempasnya dengan mudah sejauh bermeter-meter. Sementara preman setengah singa berkutat untuk menggigit Par, tetapi percuma, karena sang iblis sendiri merupakan tengkorak hidup. Tempurungnya amat keras, dan kulitnya terlalu lentur untuk bisa dirobek! Par dengan geli mencengkeram preman setengah singa, menghantamnya ke tanah, kemudian melirik Caellan yang melotot dan gadis di belakangnya yang bersembunyi ketakutan.
"Oh, kau," kata Par saat mengenali Elena. "Gadis tak berguna! Kenapa kau tak melakukan sesuatu? Apa gunanya kau melilitkan sulur-sulur ke kakimu?"
Elena menahan napas dan Caellan memberikan isyarat agar dia tak melakukan apa pun. Dia yakin betul Elena pasti akan tersinggung, dan kemungkinannya hanya dua: gadis itu bakal menangis atau sulur-sulur hijau raksasa tak terkontrol akan mencoba menyerang Par, yang justru berpotensi membahayakan semuanya.
"Terima saja," kata Caellan. "Begitu kenyataannya; kita tidak bisa apa-apa melawan vehemos. Dia iblis sungguhan, Elena."
"Aku ... aku tidak yakin bisa tidur dengan baik sepanjang tahun ke depan."
Par tertawa mendengar ucapan Elena. "Benar! Aku akan merangkak di bawah kasurmu, dan saat kau merasa tidurmu cukup nyenyak, maka kau akan terbangun denganku menindihmu. Bagaimana?"
Caellan mendesis. Pilihan terbaiknya adalah menembakkan seluruh pelurunya ke Par, sementara tangan satunya menyentak Elena agar mengikutinya berlari. Par dengan mudah menepis peluru-peluru itu dengan bilah-bilah jemarinya yang mahapanjang. Setelah menghabiskan semua peluru di dalam pistol, Caellan tahu perkiraan waktunya sudah tepat. Saat ia dan Elena membawa Par menjauh dari para preman yang pingsan, muncul dua preman lagi dari balik pagar kediaman walikota. Mereka telah menjelma menjadi sosok asli masing-masing, menyerang Par sekaligus sementara Caellan dan Elena berlari menuju sisi lain pagar. Caellan sempat mendongak, memastikan bahwa masih ada gagak-gagak yang mengawasi dari kejauhan.
Caellan menghela napas pasrah. Dari sekian rencana yang digagasnya, Par muncul dahulu sebagai kemungkinan terburuk. Seorang manusia macam dirinya, Host tak berguna seperti Elena dan enam preman suruhan Jenderal takkan bisa menghentikan seorang iblis yang telah mencapai kondisi fisik terbaiknya. Maka Caellan tak punya pilihan lain. Ia mengacungkan tangan pada gagak-gagak itu.
"Panggilkan Jenderal!"
Dan, seruan itu cukup untuk menarik perhatian para pengawal walikota yang sedang bermalas-malasan di pagar pos, pada puncak siang hari yang begitu terik dan gerah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top