24.1 Kandang Kebebasan

Akhir-akhir ini Rayford merasa gila. Ia sedang berada di sebuah kota kecil yang belum pernah disinggahinya, dan seharusnya merasa senang karena itu! Namun setiap perjalanan yang dilalui dengan Par membuatnya jenuh dan ingin segera pulang. Namun, ah, memang dia mau pulang kemana? Ke desa? Yang benar saja. Dia sudah melenyapkannya. Ke kediaman Caltine? Nah. Jujur saja Rayford belum bisa menganggapnya rumah. Kamarnya memang bagus sekali; dengan kasur empuk, selimut tebal, dan penghangat ruangan, tetapi rasanya ia seperti menumpang pada penginapan saja.

Rayford merindukan segala sesuatu yang berhubungan dengan desa. Hutan. Ayam panggang.

Sehingga, ketika ia akhirnya menyadari ada seekor gagak yang terus-terusan mengawasinya, Rayford sempat menduga gagak itu adalah bagian dari desanya. Sebenarnya ini bukan pertama kali Rayford berpikir demikian. Sejak kemarin, ia menyadari ada begitu banyak gagak dimana pun ia berada, membuat Rayford berharap barangkali ada seseorang dari desa yang masih hidup dan kini mengikutinya. Jika benar begitu, ia akan pulang ke hutan tempat desa berada dan memohon ampun. Sungguh. Rayford menyesal betul.

Kemudian Par muncul setelah berkeliaran dan memandang gagak itu dengan mulut menyeringai lebar. Rayford tahu apa yang akan dilakukannya karena mereka baru saja berdebat dua jam yang lalu. Benar saja, Par meraih gagak itu, memelintir lehernya dan mencabutnya begitu saja bagai menarik akar terlepas dari tanah. Rayford merasa ngilu.

"Ya Tuhan, apa yang kau lakukan?"

"Agar kau tahu kenapa aku tidak pernah minum darah hewan! Cium baunya!" Par menyodorkan leher berlumuran darah itu ke hidung Rayford. Pemuda itu menampiknya kesal dan menjauh.

"Kau gila!"

"Aromanya saja berbeda dengan darah manusia! Ayo, rasakan!"

"Tidak mau!" seru Rayford dengan mata melotot. Par terkekeh dan membuang bangkai itu ke luar pagar jembatan. Rayford memandangnya tak percaya, lantas mengedarkan pandangan untuk memastikan tak ada yang melintasi jembatan sepi ini. Tetap tidak ada orang. Yah, jembatan ini hanya mengarah ke satu-satunya rumah besar berpagar tinggi. Tidak ada yang berseliweran di jembatan ini kecuali penghuni rumah.

"Aku bercanda. Darah manusia maupun darah binatang tidak terlalu berbeda jauh." Par mengangkat bahu, membuat Rayford makin kebingungan.

"Lantas mengapa kau melakukan itu?"

"Kenapa, ya, kira-kira?" senyum Par melebar. Rayford menyesal telah bertanya dan mengibaskan tangannya. Ingin sekali ia mengabaikan iblis di sampingnya ini! Setelah berkeliaran dan meninggalkan Rayford di jembatan, iblis itu nampak sangat senang. Apa kiranya yang telah ia temukan?

"Kau pergi kemana?" tanya Rayford akhirnya.

"Kau mencemaskanku?"

"Tidak akan. Sudahlah, jawab saja pertanyaanku!"

"Kemana-mana! Kau akan bosan mendengarkanku."

Lagi-lagi Par menjawab dengan pilihan kata-kata yang membuat kepala Rayford memanas. Ia memutar bola mata, terdiam sejenak, lantas melipat tangannya. "Oh, sungguh? Bagus sekali. Sementara aku di sini mengira akan mati kebosanan karena tidak boleh kemana-mana, tetapi ternyata ada sesuatu menarik saat kau pergi tadi. Ada dua orang."

Par menahan napas kegembiraan. "Siapa?"

"Entah. Membosankan bagiku."

Senyum Par dengan cepat menghilang, membuat Rayford sempat mengira iblis itu akhirnya akan murka kepadanya, tetapi terlalu cepat baginya untuk menarik kesimpulan. Par mengatupkan mulut dan menyeringai kecil. Ia menghampiri Rayford dan mendesaknya. "Ah, trik yang lucu, bocah. Tidak ada yang lewat sama sekali."

Rayford menyipitkan mata. "Seperti aku tidak cukup berdosa saja dengan melakukan apa pun yang kau mau?"

"Lagi-lagi." Par pura-pura menguap. "Sudah berapa kali kubilang kalau mengeksekusi orang-orang yang pantas dijatuhi hukuman mati tidak akan membuatmu berdosa? Kau mempermudah pekerjaan orang-orang dan menyelesaikannya tanpa kerumitan!"

"Kalau begitu kau sudah tahu, maka untuk apa aku berbohong?"

Par menelengkan kepala. Selamat sesaat iblis itu memelajari Rayford, lantas beranjak ke tengah jembatan dan mengendus-endus permukaan paving. Rayford menelan ludah melihat tingkahnya.

"Aku bisa mencium aroma orang-orang yang lewat dalam waktu dekat ... atau sudah lama sekali ...." ujarnya lambat-lambat dengan keras. Cara semacam itu sudah cukup untuk membuat Rayford goyah jika memang berdusta. Kenyataannya pemuda itu masih diam dan tak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Di sisi lain, Par berhenti mengendus dan menatapnya tanpa ekspresi. Saat iblis itu berderap ke arahnya, Rayford mendelik.

"Katakan siapa." Par tiba-tiba berbisik. "Siapa yang lewat?"

Rayford tidak tahu harus menjawab apa! Sungguh, dia tidak berbohong sepenuhnya saat mengatakan ada orang yang lewat, tetapi dia tidak tahu siapa dan berapa jumlah tepatnya. Hanya satu mobil dengan kaca berdebu dan roda berlumpur kering, yang keluar masuk melewati gerbang rumah itu hanya dalam kurun waktu sepuluh menit. Rayford bahkan tidak repot-repot memedulikannya karena merasa kesal dengan Par, dan sempat berencana untuk tidak mengatakan bahwa ada mobil lewat.

Rayford menggertakkan gigi. "Katakan dulu kemana kau pergi."

"Oh, bocah licik! Kau mulai seperti abangmu saja. Baiklah. Aku mencoba mencari jejak keberadaan Desmond kalau-kalau dia memang sungguhan sempat singgah ke kota ini saat kabur. Bagaimana pun juga di rumah itulah pelindungnya berada. Namun, aku tak mencium aromanya! Maka kemungkinannya dia ada di dalam rumah itu, atau tidak sama sekali! Sekarang katakan kepadaku, dan jika kau mau kubantu mencarinya dengan cepat, maka seperti apakah rupa kedua orang itu? kalau kau tidak mengenalnya, tentu bukan Desmond! Tetapi aku pasti tahu. Aku selalu tahu. Jadi, siapa?"

Jantung Rayford berdetak makin kencang. Ia tidak boleh memalingkan wajahnya dari Par! Amar pernah mengajarkan agar tidak membuang muka saat sedang bersikukuh dengan lawan bicara. Itu akan membuatmu lemah.

"Me-menurutmu siapa?" Rayford pasrah. Dia memang tidak bisa memenangkan Par saat ini, tetapi hasil akhir belum resmi muncul. Par mencengkeram lengannya dengan jemarinya yang panjang dan tajam. Jika Par masih bisa membaca pikirannya bahkan setelah memisahkan diri, seharusnya Par tahu jika Rayford asal bunyi saja.

Kenyataannya, Par hanya menghela napas dan melepaskan genggaman. "Kau tidak perhatikan mereka betul, eh, bocah? Pemandangan kota kecil terlalu menarik bagimu daripada orang-orang yang melindungi penyiksamu, ya? Dasar anak desa."

Seharusnya ucapan itu membuat Rayford tersinggung, tetapi pemuda itu terdiam. Ada kelegaan yang merebak di hatinya saat Par kembali ke tengah jembatan dan mencoba mengendus-endus aroma yang tertinggal di antara debu-debu musim panas.

Par tidak bisa membaca pikirannya!

Jantung Rayford kini berdebar dalam kesenangan. "Kau sekarang sudah bisa berkeliaran tanpaku, eh? Butuh berapa banyak lagi sehingga kau tidak perlu menyesaki tubuhku? Kemarin kau bilang satu, bukan?"

Pertanyaan itu ternyata membangkitkan senyum di bibir Par lagi. Sang iblis mengangkat kepalanya dari paving dan tersenyum lebar. "Tidak, Nak. Tidak lagi."

"Sungguh?"

"Ya!" kata Par, tetapi senyumnya entah kenapa membuat Rayford merasa tidak tenang. Kenapa dia tersenyum seperti itu?

"Kenapa?"

Alih-alih menjawab, Par mengedarkan pandangan ke sekeliling, lantas menambatkan arah pandangnya jauh ke sisi lain jembatan. Rayford menoleh ke arah yang sama, tetapi tak ada yang bisa dilihat selain jalan, pepohonan, dan rumah-rumah penduduk yang jaraknya sedikit berjauhan. Beberapa orang berjalan di trotoar dan tak ada satu pun wajah yang mencolok.

"Par?"

"Bukankah hidup selalu penuh dengan kejutan, Rayford?" katanya. "Keadaan telah berbalik, anakku, dan aku tidak akan lagi membuatmu merasa bergelimang dosa karena harus membantuku bangkit."

"Dan, kenapa?"

Ketika Par menegakkan tubuh, Rayford lantas menyadari bahwa Par telah seutuhnya menjadi sehat dan tidak lagi serapuh saat pertama kali muncul di depan Rayford di perbudakan. Bayangan Par tidak lagi samar-samar, dan gelombang Energinya menggelora kuat. Rayford tidak melihatnya, tetapi Host mana pun pasti setuju bahwa mereka mampu merasakan gelora Energi yang beriak-riak riang di sekujur tubuh sang iblis.

Par telah menjadi utuh.

"Kau bukan satu-satunya anakku, kau tahu itu, kan?"

"Ya, kau sudah bilang. Kau punya banyak anak selama ratusan tahun hidup."

"Ya. Dan seseorang baru saja membangkitkan Energinya kembali tanpa kuminta," Par berkata. Seandainya ia memiliki mata, barangkali keduanya telah berbinar-binar. "Bukankah kejutan itu menyenangkan?"

Rayford tidak terlalu peduli, tak pula mengacuhkan nada Par yang mengundang rasa penasaran. Kenyataan bahwa dia tidak lagi perlu membunuh orang atas dalih eksekusi dan keadilan, atau berusaha mengosongkan pikiran agar Par tidak lancang membacanya membuat Rayford teramat gembira. Dia berhasil! Oh, dia berhasil! Par tidak akan hinggap di tubuhnya lagi, dan itu berarti Rayford hanya perlu menyelesaikan satu hal yang tersisa: Profesor Desmond. Setelah itu, Rayford akan kembali ke Caellan tanpa Par.

Rayford siap menjalankan kehidupan barunya tanpa dihinggapi Par dan menakut-nakuti kakaknya. Dia ingin kehidupan baru yang tenang. Oh Tuhan, semoga Caellan tidak lagi berusaha membunuhnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top