22.2 Berusaha Berkelit
Kereta sirkus akhirnya mencapai kota tujuan berikutnya dalam satu jam. Pemberhentian selanjutnya tetap di sebuah stasiun kecil. Tidak terbengkalai, tetapi stasiun ini memang sengaja ditutup untuk keperluan sirkus. Kali ini lapangannya tidak seluas sebelumnya dan rerumputan dipangkas dengan rapi. Pohon-pohon cemara mengelilingi lapangan dan perumahan penduduk berjarak lebih dari dua ratus meter. Spot yang cukup bagus. Mereka hanya perlu memasang pagar lebih tinggi, itu saja. Selebaran-selebaran berita sirkus yang ditempel sejak dua bulan lalu menghias tiang-tiang lampu dan kotak-kotak surat. Beberapa anak kecil yang sedang bersepeda berhenti untuk melambaikan tangan ketika kereta melambat. Jeritan kebahagiaan mereka membangunkan para pemain yang terlelap kelelahan.
Selepas itu para staf dengan cepat saling membantu menurunkan banyak sekali peti kayu. Caellan berusaha menghindari para pemain dengan membantu di sekitar kereta bersama para staf, dan tak lama kemudian Elena berlari menghampirinya. Ia sepertinya mengatakan sesuatu seperti "jangan turunkan peti itu dulu!" tetapi ucapannya terpotong karena kakinya tersandung.
Elena jatuh terjerembab dengan suara yang cukup menyakitkan, membuat para staf sontak berkomentar "ouh!" yang miris. Beberapa gadis yang baru saja turun dari kereta pun menertawakannya. Elena, yang tak kunjung bangkit, membuat Caellan terpaksa menghampirinya karena tak ingin Elena bergelimang rasa malu lebih dari ini. Bagaimana pun juga Caellan harus mendapatkan kepercayaan Elena seutuhnya, kan? Namun, sebelum pemuda itu mencapainya, Elena bergegas duduk dan meringis menatapnya. Wajahnya merah padam.
"Ah, kecerobohanku."
"Kau tak apa-apa? Kau terjatuh cukup keras," kata Caellan. Ia menirukan ekspresi Elena yang berusaha menahan sakit. Gadis itu tak menjawab, barangkali terlalu kalut, atau mencoba mencari sumber rasa perih terbesar di kakinya. Saat tangannya mengangkat rok hingga ke lutut, terpampang luka robekan segar di lutut kanannya. Darah merembes.
Caellan melotot. Jemarinya refleks terangkat, hampir menyentuh darah yang mengilap di bawah sinar matahari, tetapi gerakannya seketika terhenti ketika Elena tertawa malu. "Tak apa-apa. Tak sesakit itu. Aku ... aku hanya tidak menyangka ternyata banyak sekali batu di bawah rumput ini."
Caellan tersentak. Ia menatap Elena sesaat tanpa kata, mengangguk pelan, dan menelan ludah.
Ia haus. Caellan cepat-cepat membuka botol minuman di genggaman dan meneguk isinya sampai tuntas.
Sementara itu Elena beranjak untuk membersihkan luka di kereta, lantas meninggalkan Caellan yang terpaku di tempat. Pemuda itu membayangkan apa jadinya jika menarik lapisan kulit terluar Elena agar lukanya melebar sehingga darah tak perlu sekadar merembes. Pikirannya nyaris memainkan imajinasi itu dengan begitu nyata dan ... oh, sensasi ini! Caellan membeku saat mimpi tadi malam kembali datang. Par yang mengejarnya. Par yang menerjangnya dengan lidah terjulur.
Par yang menjilati luka di lututnya.
Caellan sontak merasa lututnya melemas dan kesemutan. Tidak berhenti sampai di situ, kenangan-kenangan lama maupun baru menerjangnya tanpa ampun: Par yang menghisap lututnya, Mansion Delikus, dan puluhan mayat berkubang darah yang nyaris membuat Caellan kehilangan kesadaran, kalau saja pelayan keparat itu tidak muncul tiba-tiba.
Napas Caellan memburu. Ia mendadak paham mengapa Camon harus turun tangan untuk menjemputnya ke Mansion Delikus, bukan sopir biasa pada umumnya. Hal sekecil itu semula luput dari perhatian Caellan. Donatino pasti teramat waswas dengan pembunuhan masal pertamanya.
Bayangan di benak Caellan kemudian berganti menjadi peristiwa beberapa minggu lalu, tepat sebelum Rayford menghilang dari pandangan.
"Kenapa dia masih di luar sana? Dia harus ...."
"Hei." Tepukan Elliot mengejutkan Caellan, berhasil menyadarkannya dari bayangan mengerikan tak berkesudahan. Selama sesaat Caellan terperangah, ekspresinya yang tegang membuat Elliot mengernyitkan dahi.
"Ada apa?"
Caellan menggeleng cepat. Ia memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya pada penampilan Elliot. Ia nampak formal dalam balutan pakaian serba hitam. "Ada apa dengan pakaianmu? Apa kau baru saja pergi?"
"Ya," jawab Elliot lugas. Ketegangan masih membekas di wajahnya yang muram. "Aku baru saja menghadiri pemakaman rekan kerja ayahku. Kebetulan ada di kota sebelah, jadi Da memintaku hadir."
"Mm, dan kenapa wajahmu seperti itu?"
Alih-alih menjawab, Elliot memutuskan untuk menyeret Caellan masuk ke gerbong China yang kosong. Mereka baru saja akan memasuki kompartemen ketika mendengar suara isakan ringan, lantas membuka ruang pribadi sang pemilik sirkus. Elena ternyata meringkuk di tepi tempat tidur. Menyadari bahwa Caellan dan Elliot sedang menangkapnya basah menangis sendirian, Elena cepat-cepat membenamkan wajah di kasur.
"Elena?"
"Apakah ... apakah kalian bisa pergi sebentar?"
Elliot berbisik di belakang punggung Caellan. "Ada apa?"
Alih-alih menjawab, Caellan berkata. "Elena, kami ada kabar untukmu."
Elliot membalas seruan itu dengan berbisik lebih keras, "Apa yang kau lakukan? Dia sedang menangis."
Caellan memutar bola mata. "Aku tidak peduli bagaimana kalian para bangsawan memuliakan wanita yang sedang menangis, tetapi situasi sedang genting."
Elliot mendesah. Sementara itu Elena dengan pasrah bangkit dan menghampiri mereka dengan wajah semerah kepiting rebus. Dia malu. Lagi. Elliot tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi dia mengulurkan sapu tangan untuk Elena yang segera disambut tanpa kata-kata.
"Maaf karena aku harus mengganggu situasmu, Elena," kata Elliot dengan sungkan. "Tetapi ... um, aku merasa sepertinya kita sedang menghadapi masalah lain. Dan, bukan kita saja, tetapi semua akan menghadapinya, namun ... kurasa tak ada yang bisa kuberitahu lebih dahulu daripada kalian sebab Nona Lau dan Jenderal tidak berada di sini."
"Benar. Kemana China?"
"Nona China pergi segera setelah kereta berhenti. Dia tidak bilang apa pun selain kemungkinan kembali sebelum jam makan siang."
"Dia mungkin menemui Jenderal," Elliot berbisik. "Dia mendengarnya juga."
"Mendengar apa?" tanya Elena bingung.
"Ah, aku baru saja menghadiri pemakaman teman lama ayahku," kata Elliot memulai. Melihat ekspresinya, Caellan yakin dia masih terlalu muda untuk memelajari apa pun yang didapatnya dari pemakaman itu dengan baik. Sesaat, Caellan curiga bahwa bangsawan yang dimakamkan ini mengalami kejadian serupa politikus sebelumnya. Dugaannya meleset sedikit. "Dia meninggal karena serangan jantung ... tapi poinnya bukan di situ. Penyebabnya adalah—dan ini hanya tertentu yang tahu—bahwa dia ternyata menyembunyikan beberapa tentara yang berhasil kabur dari sebuah situs perbudakan lalu. Semua tentara itu tewas dengan cara yang sama seperti politikus kemarin. Namun, tidak ada bilah tulang. Perut mereka semua digorok dan darahnya, sekali lagi, dikuras habis."
Darah Caellan berdesir. Sementara itu Elena bertanya dengan gelisah. "Apakah vehemos yang kemarin? Kenapa tidak muncul di berita?"
"Tentu saja itu tidak muncul di berita. Bangsawan ini menyembunyikan mereka," kata Elliot. "Kukira Nona China menemui Jenderal karena telah mendengarnya. Ini bukan permasalahan kita, sehingga dia tak mengatakannya kepada kita dahulu."
"Dan mengapa kau mengatakan ini kepada kami?"
Elliot menatap Caellan lekat-lekat. "Karena sesungguhnya aku masih belum tahu apa pun tentang Rayford. Seperti apakah vehemos yang menguasainya?"
Caellan menahan napas. "Apa kau mencurigai adikku melakukannya?"
"Aku hanya bertanya. Jika vehemos yang menguasainya bukan pelaku semacam itu, maka kecurigaanku lepas," katanya, dan sayang sekali Elliot menatap sang gadis saat mengucapkannya. Elena seketika membuka kedoknya dengan mudah karena dihimpit seperti itu. Dia spontan menatap Caellan dengan panik. Gerakan sesederhana itu membuat Elliot lantas menyadari kebenaran yang disembunyikan. Sang aristokrat muda tersenyum mafhum.
Bajingan.
"Jadi, memang Rayford dan vehemos-nya?"
Caellan menarik napas dalam-dalam. Apakah rencananya sekarang runtuh hanya karena bocah kepercayaannya tidak ingin berbohong di depan pemuda yang ditaksirnya?
Oh, apakah Caellan memang memercayai Elena sejak awal?
"Seandainya semudah itu untuk mengatakan bahwa Rayford dan vehemos-nya adalah pelaku, aku akan bilang sejak awal karena itu berarti adikku sedang dalam bahaya dan kita tak bisa berlama-lama," kata Caellan. "Kenyataannya, siapa saja bisa melakukan itu. Penyintas yang dicari bukan hanya adikku, dan vehemos yang marah akibat perbudakan bukan hanya Par—dan, ya, nama vehemos-nya adalah Par. Kuberitahu, Par memang punya ketertarikan pada darah, tetapi kukira ini terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa Par telah menyetir Rayford untuk melakukan ini."
"B-benar," kata Elena terbata-bata. "Rayford adalah Guru Muda, sepertinya dia takkan semudah itu menuruti keinginan Par untuk melakukan hal-hal semacam ini."
"Terima kasih sudah membantu, Elena."
Elliot mendengar obrolan itu dengan saksama. "Tetapi itu tidak menutupi kenyataan bahwa Rayford sekarang menjadi tersangka untuk berita ini. Apalagi para tentara itu terdaftar ditugaskan pada situs tempatmu dan Rayford berada."
Caellan ingin sekali mengumpati para bocah empat belas tahun ini. "Aku khawatir jika," dia mengeraskan suaranya, mengejutkan seisi ruangan, "jika Rayford diumumkan sebagai tersangka dan dikejar secara terang-terangan, maka dia akan ketakutan setengah mati dan justru menghindar. Par mudah sekali untuk menyembunyikan Rayford dan ini akan menjadi petak umpet terlama sepanjang sejarah."
"Yang benar saja."
"Kau boleh saja tidak percaya padaku dan mencurigai segala sesuatu." Caellan memicing pada Elliot. "Tetapi aku tahu Par, bocah, dan kuharap jiwa empat belas tahunmu yang penuh semangat untuk menjilat kaki jenderal itu tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu."
Elliot melotot. "Aku tidak menjilat—"
"Oh ya? Kukira Nona China tidak memiliki hak untuk mengetahui penyebab kematian sang bangsawan kalau tidak mendengarnya dari kolega yang terpercaya—dan kau pikir aku tidak tahu alasanmu tiba-tiba menanyakan hal semacam ini kepada kami, setelah mengawasi kami sedemikian lamanya oleh gagak-gagakmu yang kausembunyikan di seluruh penjuru tempat di bawah bayang-bayang?"
Ketika Elliot menatap Caellan dengan tegang tanpa mengatakan apa pun, Caellan mendesis kepadanya.
"Jangan coba-coba menguji seorang Vandalone, Elliot Zane."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top