21.3 Sorak Sirkus
Mobil sewaan itu kembali ke stasiun kecil ketika langit mulai semburat oranye. Tenda raksasa telah didirikan dan kios-kios mulai ditegakkan. Pohon-pohon perak secara ajaib tumbuh memagari jalan-jalan setapak. Awan-awan buatan bergelantungan rendah dan menjadi objek kebahagiaan bocah-bocah yang mampir, saat salju kebiruan palsu menghujani mereka tanpa meninggalkan noda basah. Lapangan yang semula sepi dengan cepat berubah menjadi lahan fantasi, dan orang-orang mulai mengantri meski tenda baru dibuka empat jam lagi. Antusiasme itu tentu saja begitu wajar untuk sirkus legendaris yang telah lama vakum.
Elliot menghilang segera setelah meninggalkan Caellan dan Elena. Dia sedang dicari karena terjadi sesuatu di antara para pemain. Entah apa. Kabar simpang siur di telinga Caellan dan Elena yang tidak menjadi bagian dari tim penampil. Mereka pun menyingkir untuk menemui China Lau dan melaporkan kenihilan hari ini. Sang pemilik sirkus menghibur mereka, mengatakan bahwa apa pun yang terjadi pasti telah membawa mereka lebih dekat kepada Rayford daripada tidak sama sekali. China juga mengaku bahwa pihak Arial masih tidak bisa mendapat kabar tentang Rayford. Pemuda itu seolah-olah lenyap dari dunia. Bahkan tak ada yang bisa mengendus keberadaan vehemos-nya, entah bagaimana.
Pun, tak ada yang tahu kalau Caellan berhasil menemukan salinan berkas penting yang berhubungan dengan para donatur proyek, termasuk nama Vandalone. Berkas itu sudah disimpan secara sempurna dan ia hanya perlu menelepon Camon nanti malam sesuai kesepakatan. Meski ia tak mendapatkan sesuatu yang berhubungan dengan Rayford, setidaknya ia telah mengamankan penyebab kecemasan yang lain.
Setelah melapor kepada China Lau, mereka memutuskan untuk membantu menata kios-kios milik para staf, memastikan daftar kelengkapan telah ditandai seluruhnya, atau sekadar mengatur antrian agar rapi. Elena bisa menggunakan Energinya sedikit dengan menjulurkan sulur untuk membuat batas antrian. Sikapnya itu menarik perhatian China Lau, dan tiba-tiba saja Elena diminta untuk membuat jalinan sulur yang membentuk kanopi di atas antrian, lalu menciptakan tiang-tiang yang bisa disebar di berbagai titik. Elena tak menyangka dengan permintaan itu, tetapi Caellan mendukungnya dengan sepenuh hati agar Elena percaya diri. Elena pun berhasil melakukannya meski beberapa kali nyaris menyenggol penonton dengan sulurnya yang bergerak terlampau cepat. Yah, setidaknya keindahan sulur-sulur hijau dengan mawar yang mencuat di tubuhnya, kemudian dililit jalinan lumen yang menyala indah, mampu memukau orang-orang yang mulai jenuh mengantre. Awal mula yang bagus, bukan?
Antrean perlahan menipis hingga berpindah seutuhnya ke dalam tenda. Seorang staf karcis lantas mengedikkan dagu kepada mereka, memberikan isyarat agar Caellan dan Elena memasuki tenda dan ikut menonton.
Caellan menelan ludah, tetapi Elena sudah tidak sabar. Ia menarik pemuda itu dengan penuh semangat, "Ayo!" serunya. "Bukankah kau bilang ingin merasakan keajaiban sirkus yang sesungguhnya?"
Caellan menyesali omong kosong belakanya. Ketika pintu tenda tersingkap, gelombang 'keajaiban' itu mener-panya tanpa ampun bagaikan badai es yang menusuk wajah.
Berlatar belakang suara wanita-wanita yang saling menyanyikan naskah berbahasa kuno dan tabuhan gong, seorang pria di tengah panggung dalam balutan kostum megah bak raja sedang mengangkat dirinya. Tak ada tali, sabuk, atau semacamnya, melainkan juntaian akar yang tumbuh dari dalam kostum. Caellan menyaksikan pemandangan itu dengan ngeri—setengah iblis itu terus menumbuhkan juntaian akarnya hingga saling bertumpuk dan mencuat bagaikan akar mangrove. Asap putih menyelubungi, beriak bagaikan air yang bergelombang gelisah. Pria itu mencapai langit-langit tenda, lantas berhenti dan berputar-putar dalam pusaran religius. Dalam mata Caellan yang gemetaran, gelombang psikedelik dalam warna-warna biru yang mematikan menerpanya bagaikan ombak yang terus berdatangan—sahut-sahutan raungan wanita di latar belakang menerjang telinganya.
Hentikan.
Pria itu berputar semakin cepat. Tangannya terentang, menciptakan gelombang kasat mata yang menghantam Caellan lebih kuat. Pemuda itu langsung mual dan bersandar pada tiang kayu penyangga bangku penonton di sampingnya. Matanya berair. Oh, tolong hentikan ....
"Indah sekali! Sungguh simbolis." Caellan dapat mendengar pujian Elena, samar-samar di antara dentuman musik dan raungan para wanita yang makin menegangkan. Para penonton menyaksikan dalam khidmat, ekspresi mereka terpaku dalam ketakutan saat diingatkan kembali dengan mimpi buruk bertahun-tahun lalu.
Musik berganti ketika lampu dipadamkan, kemudian cahaya-cahaya putih disorot pada jalinan akar mencuat. Perlahan muncul kuncup bunga, yang kemudian tumbuh dan mekar seiring lantunan musik yang mengiringi. Bunga-bunga merah berkelopak lebar ini akhirnya mekar dengan sempurna. Ketika kelopak-kelopak itu melepaskan diri, Caellan baru menyadari bahwa ada belasan gadis yang mengenakan kostum kelopak bunga dan kini mereka menari-nari di antara juntaian akar yang mulai membusuk. Musik berubah ceria. Penonton bertepuk tangan. Gelombang psikedelik yang menerpa Caellan makin heboh dan menjadi tak berkesudahan. Pemuda itu yakin dia bakal pingsan.
"Oh, Elliot!" Elena menahan napasnya. "Ya Tuhan, ternyata dia menggantikan Findel. Apa yang terjadi padanya?"
Caellan mengangkat pandangan dan mencoba memandang ke arah panggung sekali lagi. Benar saja. Entah sejak kapan juntaian akar itu telah merekah dan memunculkan sosok Elliot dalam kostum serba hitam yang gagah. Pria pemeran raja di atasnya telah telentang di udara, berputar bagaikan kerbau guling menyedihkan. Dengan dramatis, Elliot yang terlingkup asap putih kemudian merentangkan kedua tangannya, dan tahu-tahu tubuhnya melebur menjadi puluhan gagak.
Caellan melongo tak percaya ketika gagak-gagak itu menyerang kostum kelopak para gadis, diiringi hentakan musik mengerikan, kemudian berputar mengelilingi tenda dan mengarah kepadanya. Caellan membeku saat para gagak melintas di atas kepalanya dan keluar tenda dengan heboh, tetapi tak ada yang membuatnya lebih terpaku saat seekor gagak berhenti tepat di depan matanya. Kedua mata yang selegam bulunya mengingatkan Caellan dengan Par selama sesaat, tetapi sebelum Caellan mampu bereaksi apa pun, gagak itu melesat keluar. Elena bertepuk tangan heboh, sementara Caellan hanya mampu berusaha menahan kakinya agar tidak melemas dan jatuh. Ia buru-buru menyibak pintu tenda dan mendapati para gagak itu menyatu menjadi asap yang memadat dan membentuk sosok Elliot.
Setelah tubuh pemuda itu terbentuk dengan sempurna dan kembali menjadi dirinya sendiri, ia menatap Caellan dengan senyum tipis.
"Kau terlihat seperti akan mati, Caellan," komentarnya. "Apa kau baik-baik saja?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top