15.3 Perspektifku, Perspektifmu
Hari itu kedua bersaudara Caltine memilih untuk melalui sisa hari dalam kesenyapan. Setelah berhasil menenangkan Rayford yang tersedu-sedu di ruang laboratorium, Caellan segera membawanya keluar. Bagaimana pun juga ia tidak tahan berada di ruangan yang sama dengan makhluk-makhluk seperti Par. Meski mereka tidak bisa berkutik dan sama sekali tak pernah membahayakannya, iblis tetaplah iblis, tak peduli jenis apa dan betapa lemahnya mereka. Caellan pun tak pernah mengunjungi laboratorium itu selain karena terpaksa harus mengecek kondisi tabung mereka, sesuai intruksi yang ditinggalkan Da. Ia mau tak mau harus melakukannya daripada mengambil resiko menghadapi kemurkaan para vehemos. Dan, kemunculan Rayford membuat Caellan lega, ia sangat berharap pemuda itu bisa menggantikannya sesegera mungkin untuk mengurus rumah terkutuk ini.
Meski kenyataan dan rahasia mulai terkuak satu per satu di depan mereka, Caellan dan Rayford sama-sama yakin bahwa mereka tak bisa bertindak lebih lanjut. Lagipula apa yang bakal mereka lakukan? Rayford masih harus membiasakan dirinya dengan kehidupan yang baru, dan Caellan takut setengah mati jika pemuda itu memiliki niat tersendiri untuk Desmond.
Rayford memiliki kekuatan Par, ingat itu. Caellan juga tahu betul siapa Par serta apa kemauannya, sebab Par sendiri pernah menghantuinya saat masih muda. Caellan amat takut hal serupa akan terjadi kepada Rayford, tetapi ia tak bisa mengatakannya.
Belum. Par ada di dalam tubuh Rayford, dan iblis itu bisa dengan mudah membelokkan setiap ucapan Caellan saat ini yang menentangnya. Caellan tahu bersemayamnya Par di tubuh Rayford karena suatu alasan, entah apa itu, dan barangkali itu juga berhubungan dengan keinginan Par untuk menguasai Caellan dahulu.
Caellan pun merasa makin tegang dan waswas seiring dengan berjalannya waktu. Ia telah menceritakan semuanya kepada Rayford atas apa yang terjadi padanya, begitu pula dengan Par, tetapi kenapa iblis itu tak bereaksi apa-apa? Caellan bisa merasakan gelora energinya di tubuh Rayford, tetapi kenapa iblis itu diam saja? Ini membuat Caellan makin marah dan kesal. Ia yakin sedang dipermainkan oleh si iblis.
Karena, sekali lagi, Caellan pernah dirasuki oleh Par. Oleh sebab itu, jika sampai Rayford—
"Desmond itu," kata Rayford, memecahkan lamunan Caellan. Ia tersentak, nyaris saja menjatuhkan gelas yang sedang dilapnya, lantas menatap sang adik dengan melotot. Rayford jadi ragu-ragu dengan sikap Caellan, tetapi memutuskan untuk melanjutkan. "Desmond ... apakah dia jahat sejak dulu?"
"Aku tidak tahu, Rayford. Jahat yang kau maksud, apakah melakukan percobaan itu kepada orang-orang yang tak bersalah seperti yang terjadi padamu? Maka aku tidak tahu. Yang kupahami, dia dulu adalah ilmuwan seperti Da dan belajar di institut yang sama."
Rayford termenung.
Caellan menambahkan lagi, setelah menimbang-nimbang. "Jika kau mengatakan itu adalah hal yang jahat, Rayford, sayang sekali harus kukatakan kepadamu kalau, barangkali, itu belum tentu jahat sepenuhnya."
Sesuai dugaannya, Rayford menatap Caellan dengan mata membeliak. Sang kakak menghela napas. Ia menaruh gelas terakhir yang dilap kembali ke pojok konter. "Jika apa yang ia lakukan padamu adalah jahat, maka begitu pula sumber pengetahuan yang menjadikannya demikian, dan ... dan bagi Da yang juga mempelajarinya ... apakah itu berarti Da juga jahat bagimu? Bagiku, dalam mataku sebagai anak berusia enam tahun yang mengenal Da saat itu ... dia adalah seorang ilmuwan yang keren."
"Dia mengurung vehemos di bawah selama belasan tahun, Caellan." Suara Rayford tercekat. "Seandainya kau belum tahu bagaimana derajat para vehemos sekelas mereka, sesungguhnya mereka sama dengan kita para manusia. Mereka hidup, bernafas, dan bahkan bisa berpikir secara sederhana! Da sama saja seperti mengurung manusia tak berdaya di bawah tanah selama belasan tahun, terkungkung bersama kotoran mereka sendiri!"
"Ray—"
"Kalau kau tidak tahu, itulah yang kurasakan saat aku diperbudak!" Rayford membanting mangkuk yang dipegangnya, menimbulkan suara keretak yang membuat dasar mangkuk akhirnya pecah berhamburan ke pangkuan. Kedua bersaudara itu lantas terdiam, memandang serpihan porselen yang mengotori pakaian Caellan yang kebesaran di tubuh ceking Rayford.
Caellan tak berkata apa-apa. Ia mengira Rayford akan beranjak, menangis lagi seperti bocah berusia enam tahun yang baru saja dibentak sang ayah, tetapi kenyataannya pemuda itu hanya menghela napas berat-berat dan mulai bebersih. Caellan memutuskan untuk menyingkir dari area dapur dan mengelap meja makan.
"Kalau begitu apa yang ingin kau lakukan?" tanya Caellan setelah agak lama. Pertanyaan itu membuat Rayford menatapnya dengan nanar, sekaligus kebingungan. Tentu saja ia tak menyangka pertanyaan semacam itu akan terlontar. Ia butuh hiburan, sekaligus ketenangan, bahwa orang-orang yang sepertinya jahat di sekelilingnya suatu waktu akan kembali menjadi baik, bersimpuh di Konservatori dan meminta maaf kepadanya atas apa yang terjadi. Kenyataannya tidak semudah itu. Caellan tumbuh di lingkungan yang keras. Kenyataan tidak bekerja seperti ajaran penuh damai dan cinta kasih para Guru.
Sesuai dugaan Caellan, Rayford tak bisa menjawab. Pemuda itu tercenung. Ia menatap ke segala arah seolah mencari jawaban, dan Caellan baru menyadari bahwa bibirnya yang tak mengatup itu ternyata membisikkan nama Par dalam kesenyapan. Jantung Caellan berdentam-dentam.
Dia mencari Par?
"Ayo, Rayford." Caellan tanpa sadar mendesaknya. Rayford tak boleh bertanya pada Par. "Tak usah berpikir terlalu lama! Katakan apa yang ada di pikiranmu. Apa yang ingin kau lakukan? Atau—atau, situasi apa yang sebenarnya kau harapkan?"
Rayford berhenti membisikkan nama Par, lantas kedua matanya yang pucat itu kembali terpaut dengan Caellan. Oh, lihatlah sosok yang rapuh dan penuh ketakutan itu! Dia sangat mudah diremukkan, dihancurkan, dan kematian seolah-olah telah menggandengnya, siap untuk membawa jiwa malang itu beranjak ketika muncul satu kenyataan pahit lagi untuk menyengsarakan kesuciannya.
"Da sudah meninggal. Kau tak bisa berbuat apa-apa padanya, atau menuntut penjelasan darinya," kata Caellan, berusaha terdengar lembut.
"Tetapi Desmond masih hidup, dan dia bisa jadi berkeliaran di luar sana kalau tidak ditangkap."
Respon Rayford sama sekali tidak ingin didengar oleh Caellan meski telah memikirkan hal yang sama. Ia menelan ludah. "Desmond bukanlah jangkauanmu, Rayford. Aku meminta maaf karena harus menyampaikan kenyataan, tetapi hanya karena kau sekarang memiliki kekuatan vehemos, bukan berarti kau bisa menemui Desmond. Kau akan hancur."
Rayford menatap Caellan heran. "Tidak, Caellan. Aku tidak ingin bertemu dengan Desmond. Itu hanya akan membuat kebencianku semakin besar, dan hatiku sakit sekali. Aku ... aku hanya seorang Guru Muda dan melakukan perlawanan apa pun dengan memanfaatkan kekuatan bukanlah jalan kami. Itu sudah urusan mereka yang merusak situs perbudakan, kurasa!"
Caellan mengerjap. Responnya begitu bijak untuk anak seusianya! Di usianya yang kelima belas dahulu, Caellan dengan senang hati membalaskan rasa kesalnya dengan memojokkan teman-teman seusia, meninju mereka, memeras, dan membuat mereka kapok untuk tidak menindasnya lagi, karena dia adalah anak angkat klan Vandalone yang terkemuka. Sementara kini ia dihadapkan oleh bocah berusia lima belas tahun lain yang sama sekali tidak ingin menemui penyiksanya, menyerahkan urusannya kepada yang berwenang, dan masih mengingat identitasnya sebagai anak suci.
Ya Tuhan, bocah semacam itu adalah adiknya sendiri. Apakah Rayford bakal malu jika mengetahui perbuatan Caellan yang baru saja melakukan pembunuhan masal pertamanya? Atau justru ia akan dimaafkan, karena itulah jalan para Guru?
"Baiklah," kata Caellan, amat lega. "Memang sebaiknya kita hindari Desmond. Kau benar. Ada banyak sekali orang di luar sana yang berusaha menegakkan keadilan, Rayford, dan aku yakin Desmond akan segera ditangkap, atau barangkali sudah."
Rayford mengangguk. "Dan kupikir aku sudah tahu aku ingin melakukan apa sekarang."
"Apa?"
"Aku ingin kembali ke desa," kata Rayford, sangat mengejutkan sang kakak. "Aku masih merasa ada yang janggal, kau tahu? Dan ... dan bukannya aku tidak percaya padamu—kau bahkan adalah orang yang paling kupercaya saat ini! Namun Kamitua masih berutang padaku."
"Berutang apa?"
"Banyak, barangkali," kata Rayford, dan kerutan muncul di dahinya. "Seperti mengapa dia menolak untuk memberitahu namaku, siapa aku, dan sebagainya. Maksudku, aku tahu identitas lama harus dilupakan saat menjadi Guru, tetapi aku pun berhak tahu apa yang terjadi padaku setelah ditinggalkan Da dan ditemukan Kamitua, bukan?" Caellan mengangguk sebagai tanggapan. Rayford menghela napas kecil. "Aku cuma ingin semua pertanyaan benar-benar terjawab di depanku. Sebab ... sebab kau tadi bilang, jika Desmond jahat ... maka itu berarti Da juga jahat. Aku bingung. Aku tidak ingin menyeret ayah kandungku sendiri. Dan, seandainya mereka berdua jahat, maka seharusnya Kamitua juga jahat, karena dia menghalangiku untuk mengetahui identitasku yang sebenarnya!"
Caellan tak tahu harus merespon apa selain tersenyum kecut. "Yah, kalau kau berkata demikian, itu mungkin lebih baik bagimu. Tapi, apa kau akan kembali ke desa untuk tinggal di sana lagi?"
Alih-alih menjawab, Rayford menatap Caellan lekat-lekat. Ada sinar kecemasan di sana.
"Itu tergantung," kata Rayford, nampak sangat tertekan. "Aku juga ingin mencari tahu barangkali ada sesuatu yang bisa kulakukan pada Par ... Dia kerap berteriak sejak tadi, menyuruhku melakukan ini dan itu, sampai-sampai kukira kau bisa mendengar suaranya karena kalian saling bertentangan. Aku merasa ingin mati kapan saja sekarang, dan ... dan kuharap Tuhan masih mau memaafkanku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top