14.3 Perayaan Pulang [*]

18, Bulan Pekerja. Tahun 1927.

Sebentar lagi puncak dari musim panas. Caellan tidak terlalu menggubris perubahan musim karena selama setahun terakhir ia menjadi begitu sibuk. Ia harus membantu Don menjalankan beberapa tugas, dan semuanya menyita waktu. Sebagai akhir dari rangkaian tugasnya, dan sebagai bentuk selebrasi atas usianya yang telah mencapai tahap legal, Caellan diizinkan menguji kemampuannya yang telah diajarkan selama ini oleh mendiang Pascisse Vandalone, kepala klan Vandalone yang meninggal dua tahun lalu.

Caellan tidak terlalu menyukai musim panas. Ketika orang-orang berlibur ke rumah kakek nenek mereka di liburan musim panas, Caellan malas untuk mengunjungi kediaman keluarganya. Tidak ada siapa-siapa di sana. Pulang ke rumah keluarga berarti ia harus membersihkannya seorang diri. Menyewa sejumlah petugas kebersihan bukanlah pilihannya. Berkecimpung terlalu lama di keluarga asing yang kesehariannya dipenuhi marabahaya, Caellan tidak ingin melibatkan diri dengan lebih banyak orang asing di kehidupan aslinya yang membosankan ....

Ah, membosankan. Sungguh?

Rumah keluarga Caltine terletak di sudut paling jauh di perumahan Appevile. Rumah-rumah penghuninya besar, namun tidak semegah rumah keluarga kandungnya yang nampak seperti istana kecil berlatar belakang bukit. Caellan menyadari jika perumahan itu semakin sepi. Jalanan tidak dibersihkan, lampu-lampu tiang sudah lama tidak diminyaki, dan beberapa kaca jendela menjadi semakin buram. Caellan menduga ini akibat pengadaan situs-situs oleh para diktator itu. Situs-situs perbudakan kerap dibangun di balik perbukitan, tersembunyi oleh hutan lebat seperti di balik perumahan ini. Namun, Caellan tahu, tak ada situs di sekitar sini. Dia tahu dimana situs-situs itu dibangun ... karena, yah, bukankah Don sudah mengatakannya kemarin?

Caellan akhirnya mencapai pekarangan rumahnya. Tanaman liar menguasai taman dengan kecepatan penyebaran yang menakjubkan. Sebagian merambat pada dinding rumah yang kusam, membuatnya serupa rumah berhantu yang sudah puluhan tahun ditinggalkan. Kenyataannya, Caellan sangat malas membersihkan pekarangan depan rumahnya. Itu lebih baik dan menjauhkannya dari para penjarah.

Caellan mengeluarkan kunci, baru saja akan memasukkannya di lubang pintu utama, ketika ia menyadari bahwa lubang kuncinya sudah rusak. Darahnya berdesir. Apa?

Ia mendorong pintu yang sudah tidak terkunci itu lagi. Jantungnya berdegup tidak nyaman. Siapa yang membobol rumahnya? Apa yang mereka cari dari rumah terbengkalai ini, hah? Caellan mengutuk pintu rumahnya yang berkeriut nyaring. Siapa saja bisa mendengarnya dan bakal cepat-cepat bersembunyi. Maka Caellan tidak membuang waktu. Ia bergegas memasuki rumah, tangannya siaga pada sabuk pistol di pinggang.

Tidak ada suara. Tentu saja. Atau jangan-jangan pembobol itu sudah pergi? Caellan ingin tertawa dengan kesal. Pembobol itu pasti tidak bisa menemukan apa-apa! Caellan tentu tidak meninggalkan rumahnya begitu saja. Ia mengambil semua barang berharga peninggalan mendiang orang tuanya, menyimpan atau menggunakan sesuka hati. Barang-barang yang disisakan hanyalah buku-buku usang milik Da yang jumlahnya mencapai ribuan, atau peralatan masak Momma yang sudah berkarat. Boneka-boneka dan mainan kayu milik Caellan semasa kecil juga ditinggalkan. Siapa yang sekiranya bakal mencuri itu?

Caellan mencapai ruang tengah. Matanya melotot saat menyaksikan rak-rak buku Da ternyata kosong. Ia cepat-cepat menghampiri, melongo mendapati buku-bukunya berceceran di karpet yang berdebu. Namun, ada hal lain yang mengusiknya. Caellan spontan berputar cepat, mengacungkan pistol, dan membidik pada seseorang yang bersembunyi di balik lemari.

Caellan terhenyak.

"Kau ... sebentar. Kau?"

---

Khass mengangkat tangannya takut. Ia sama sekali tidak menduga—meski selama ini ia menanti—bahwa Caellan Caltine pulang ke rumah itu secara tiba-tiba. Khass tidak punya waktu untuk mengembalikan semua buku yang diacaknya selama berhari-hari. Ia juga tidak memiliki kesiapan mental untuk menemui Caellan setelah mengacaukan rumahnya. Lutut Khass bergetar dan lidahnya kelu. Apa yang harus ia katakan? Ia nampak seperti penjarah sungguhan!

Khass memandang pistol Caellan dengan ketakutan. Ia teringat dengan pistol yang ditembakkan ke Sulur Biru setahun lalu. Apakah pistol itu mengandung venome? Apakah dia akan ditembak?

"Ma-maafkan aku." Suara Khass terbata-bata. "Aku hanya ... aku hanya ... aku tidak bermaksud, tetapi aku tidak ada tempat ... aku minta maaf ..." Khass berlutut di depan Caellan.

Pemuda necis itu terkejut. "Hei, tunggu. Tunggu sebentar." Caellan ikut-ikutan merasa kacau. Rasa kesalnya dengan cepat berubah menjadi kegugupan. Mengapa Guru Muda itu berada di rumahnya, dan mengenakan pakaian sejenis piyama yang sangat kusam? Caellan tak pernah melihat piyama itu. Kemana sarungnya? Caellan cepat-cepat menyingkirkan pistol dan menarik Khass berdiri. Dituntunnya pemuda itu ke sofa. "Namamu Khass, benar? Aku—astaga, aku tidak bermaksud membuatmu takut. Apa yang terjadi?"

"Aku minta maaf," ulang Khass. Matanya yang sangat pucat kini memerah. "Aku terlibat sesuatu ... aku ... aku terseret ke perbudakan." Hati Caellan mencelos saat mendengarnya. Khass melanjutkan dengan cepat dan terbata-bata. Ia berhasil kabur dari perbudakan itu saat situsnya dihancurkan. Ia dan kawannya seorang lagi—yang kini sudah pulang ke keluarganya—menumpang pada sebuah kapal secara diam-diam. Mereka tiba di sebuah pelabuhan di Gerbang Barat dan mencapai Appevile dalam beberapa hari. Karena mereka tak punya tujuan, maka rumah Caellan menjadi pilihan sebab itulah satu-satunya alamat yang diingat Khass.

Caellan merasa lemas. Ia bersandar pada sofa dengan wajah yang kehilangan rona. Matanya ingin sekali menolak memandang pemuda malang itu, tetapi ia tidak bisa. Khass terlihat sangat mengerikan. Rambutnya kusut dan mencuat serampangan, seperti dipotong sembarangan dengan pisau. Wajahnya carut-marut dan ada bekas luka melintang di rahang kiri hingga daun telinganya yang robek permanen. Tubuhnya tinggi dan ceking, yang nampaknya bisa mati kapan saja kalau Caellan tidak buru-buru memberinya makan. Suara Khass serak, dan matanya sepucat lantai marmer di bawah kaki mereka.

Saat Khass selesai bercerita dan kembali meminta maaf karena telah membobol rumahnya, Caellan beranjak. "Tidak apa-apa," katanya. "Justru itu yang sepantasnya kau lakukan, dan akulah yang harus meminta maaf karena tidak berada di tempat saat kau membutuhkan aku! Oh, sungguh terkutuklah aku ... dan, katakan, sudah berapa lama kau di sini? Bagaimana kau makan? Aku yakin sekali tidak meninggalkan apa pun yang pantas untuk dimakan."

Ketika Khass menyebut buah dan tupai buruan di bukit belakang rumah, Caellan bergidik. Ia cepat-cepat menyambungkan telepon, menghubungi sebuah restoran, dan memesan satu set makan malam. Selepas telepon, Caellan tidak bisa memikirkan hal selain menyuruh Khass untuk mengganti piyama dengan miliknya. Sungguh. Saat melakukan semua ini, Caellan mengutuk dirinya sendiri. Ia berjanji akan menemui pemuda itu di alamat ini, pada tahun ini. Khass menepati janjinya untuk datang setelah satu tahun, tetapi dimana Caellan? Sibuk merayakan usianya yang legal dengan pembunuhan masal!

Oh, terkutuklah kau, Caellan Caltine!

---

Caellan terpana. Khass melahap sebagian besar makan malam mereka seolah-olah makhluk paling kelaparan di dunia. Ia menandaskan separuh daging kalkun panggang dan nyaris tak ada saus krim yang tersisa di piringnya. Kentang-kentang rebus telah lama berpindah ke perutnya, dan seolah itu tidak cukup, Khass tidak henti-hentinya meneguk bir jahe dan bersendawa keras. Makan malam yang cukup mengesankan itu diakhiri dengan Khass yang terkapar kekenyangan di sofa. Caellan mendengarnya berulang kali berterima kasih kepada Tuhan sekaligus memohon ampun karena telah makan berlebihan.

"Kau bisa bernapas, Khass?" Caellan menyeruput teh hangat di samping pemuda itu. Khass dengan susah payah berusaha duduk sembari menyeka hidungnya yang berair.

"Terima kasih, kau sangat baik."

"Tidak masalah. Anggap saja ini rumahmu sendiri."

Caellan menyadari bahwa Khass termenung mendengar ucapannya. Apakah pemuda itu merindukan desanya? Tentu saja. Seorang Guru Muda yang terseret perbudakan! Melihat nafsu liar Khass saat bersantap, serta betapa menyakitkannya pertemuan di awal tadi, Caellan yakin Khass telah melalui perjalanan yang pedih.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Khass tiba-tiba. Caellan mempersilakannya. "Siapa Rayford Caltine? Maksudku, seperti apa dia, dan bagaimana tepatnya dia hilang ... atau semacamnya? Sebelumnya aku minta maaf karena kehilangan kuncinya. Dirampas saat di situs, maksudku. Tetapi aku benar-benar menemukannya desa, sungguh. Ada plat perunggu dengan alamat rumah yang tertera. Pemiliknya kau, bukan? Tulisannya c. Caltine. Caellan Caltine, benar?"

Caellan menunjukkan kuncinya dan Khass sontak mengangguk kuat, namun semangat di wajahnya berubah menjadi kebingungan.

"Kau memiliki dua kunci, Caellan? Di sini sama-sama tertulis namamu. c. Caltine."

Caellan tersenyum tipis. "Itu bukan dibaca namaku, Khass. c. Caltine adalah nama marga asli kami. Tidak ada nama depan yang tertera, tetapi karena kau bisa mencapai rumah ini dengan tepat, maka aku percaya kau telah jujur. Tidak masalah jika kuncinya hilang. Asal kau selamat."

Khass mengangguk malu. "Aku menemukannya di gudang desa ... di keranjang bayi ... tetapi Kamitua tidak mau mengatakannya kepadaku. Jadi aku pergi dan bermaksud mengembalikannya kepadamu. Namun begitulah, kau tahu apa yang terjadi."

Caellan merasakan darahnya berdesir. Penuturan Khass membuat benaknya kacau-balau. "Debri yang kau ceritakan itu, apakah dia membawa keranjang bayi?"

"Tidak. Karena itulah, aku ingin tahu bagaimana Rayford Caltine terlihat, karena ada banyak sekali hal-hal membingungkan yang harus kuketahui. Barangkali dia adalah Guru yang lain!"

Alih-alih menjawab, Caellan menatap Khass lekat-lekat. Selama sesaat, pemuda itu memerhatikannya dari ujung rambut hingga kaki. Dipandang seperti itu membuat Khass jengah, sekaligus gugup. Mengapa Caellan tak kunjung mengatakan apa pun? Apakah Par memang benar? Apakah Par ....

"Rayford, adikku, memiliki mata hijau cerah dan rambut coklat kelabu. Alisnya tebal sepertiku," kata Caellan lambat-lambat. "Terakhir aku bertemu dengannya adalah ketika usiaku masih enam tahun, dan ia masih satu tahun saat itu ... maka dia berusia setidaknya lima belas tahun saat ini. Dan seandainya Debri bukanlah Rayford yang kucari, maka kau adalah orang yang sebenarnya paling mirip dengan ciri-ciri yang kusebutkan."

Khass bahkan tidak mampu menelan ludah. Sesuatu terasa meledak di kepalanya, berjingkat-jingkat bahagia, seolah-olah Par sedang menunjuknya sambil tertawa-tawa.

"Kubilang apa!"serunya. "Kau itu Rayford Caltine, bukan Khass!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top