14.2 Perdebatan Petinggi
Caellan menatap Don tidak percaya. Mengabaikan ketegangan yang merayap di benaknya, ia bertanya. "Lantas?"
"Semua situs perbudakan di Nordale hancur. Apalagi? Kendati kerja sama kita sudah berhenti sejak awal tahun, orang-orang yang kita kirim bisa saja mengatakan sesuatu. Itu pun jika Jenderal berniat membawa semua budak bersamanya. Sekarang masalahnya di situ."
Caellan termenung. "Wanita-wanita itu," gumamnya. "Apa yang kau gagas?"
"Mm, kesepakatan awal para kepala cabang sudah dicapai. Kita harus terus mengawasi perkembangan pasca pemberontakan. Jika Jenderal memang mengevakuasi kiriman kita, maka semuanya harus dihentikan. Terutama, tentu saja, para wanita. Tetapi aku sudah mendapat kabar kalau Klan Erfallen masih merekrut bekas budak-budak wanita, jadi kukira ini bisa kumanfaatkan. Tetap diam-diam sajalah. Aku tidak mau melawan Jenderal terang-terangan. Klan kita adalah pendukung era baru."
"Erfallen?" Caellan mendengus geli. "Siapa yang mengurus? Aku tidak mau ikut-ikutan kalau berhadapan dengan orang-orang dinasti."
"Aku saja, agar kau bisa mengurus yang lain. Sekarang, bagaimana dengan pestanya?"
"Menyenangkan. Semuanya sangat mudah dan seolah-olah terjadi begitu saja." Caellan mengisyaratkan kepada sang bartender untuk memberikannya minuman seperti biasa. Sang bartender, Vince, mengangguk dan segera kembali dengan sebuah botol minuman beralkohol, warnanya bening dan ada dua tangkai bunga kemerahan di dalamnya, memberikan semburat warna merah muda yang menyenangkan. Vince menuangkan minuman itu ke gelas kecil dan menyerahkannya kepada Caellan.
"Kau mendapatkan sesuatu? Aku mendengar mereka menjarah."
"Ya, sejumlah uang dan emas ... kira-kira enam ribu pont." Caellan menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. Vince dengan setia menuangkan lagi. "Aku meninggalkannya di mobil Camon. Terlalu berbahaya membawanya kemari. Kau bisa mengangkutnya nanti."
Don menghela napas sarat akan kelelahan. "Kembalikan di gudang saja. Camon akan mengurus pengembalian uang dan emas jarahan itu ke orang-orang yang berhak."
"Baik sekali," puji Caellan dengan tulus, namun sang kepala keluarganya nampaknya tidak menganggap demikian. "Mengapa bukan aku saja yang mengurusnya? Kau biasanya menyerahkan suatu urusan hingga tuntas."
"Sudah kubilang, ada yang harus kaulakukan," kata Don, dan Vince serta-merta mengambil sebuah tas yang disembunyikan di balik konter. Caellan mengangkat alis menyadari relasi baru yang tercipta antara Don dan bartender sekaligus manajer kelabnya selama menunggu Caellan. Terkadang, Caellan skeptis dengan sikap Don ketika berada di antara orang-orangnya—berada di wilayah kekuasaannya. Kelab ini adalah milik Caellan, bukan Don, dan Caellan kurang menyukai kemunculan relasi baru tanpa persetujuannya.
Namun Don adalah kepala keluarga Vandalone, klan non-dinasti yang paling berkuasa di dunia bawah tanah Nordale, yang juga merangkap sebagai kakak angkat Caellan. Si pemuda tentunya tidak bisa melawan segala sesuatu yang tidak ia suka begitu saja. Yah ... harus selalu ada pengorbanan, kerelaan, ketika semua itu menyangkut tentang posisi dan jabatanmu, kan?
"Mm, tugas lain?" Caellan sudah tidak betah minum melalui gelas. Ia meraih botolnya.
"Tidak. Kau membantuku memilih mana yang pantas direkrut masuk ke klan."
Caellan nyaris menyembur. "Don," katanya. "Apa kau lupa darimana aku baru saja pulang?"
"Pembunuhan masal pertamamu. Aku tahu, tukang pamer."
Caellan tidak menggubris hinaan itu. "Kau tahu apa yang mereka lakukan?"
Don menatap Caellan dengan gusar. Kedua matanya yang amat gelap memicing dengan penuh kebencian. "Jangan mendikteku. Itu terjadi karena bawahan Camon yang dengan seenaknya memberikan izin seolah-olah mereka adalah anggota keluarga. Sekarang mereka semua mati di tanganmu dan seluruh anggota klan pasti bakal mendengar ini paling lambat tengah malam. Pembunuhan macam apa pun yang terjadi pada anggota klan akan menyebar dengan cepat, dan jika mereka tahu bahwa kau sendiri yang melakukannya, ini takkan terulang lagi. Lagipula, pengkhianat tidak melalui tes dan kualifikasi resmi seperti yang akan kita lakukan sekarang."
Caellan ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia tidak mau mendebat sang kakak. Tidak dulu. "Terserah. Apakah kau merekrut atau ada yang mendaftar?"
"Jadi begini," nada suara Don berubah drastis. Ia terdengar seolah telah lama menantikan waktu yang tepat untuk bercerita, dan ia tidak menyembunyikan kegembiraan. Caellan mengernyit. "Perjalanan bisnisku ke Gerbang Utara kemarin ternyata memberikan banyak sekali keuntungan, seperti saranmu, kemudian ada beberapa pihak yang menawarkan kerja sama. Aku tertarik dengan salah satu. Karena kau adalah yang paling berpengalaman di keluarga soal ini, maka kuputuskan untuk membicarakannya denganmu dahulu."
Don mengeluarkan sebuah amplop coklat besar dan menyerahkannya kepada Caellan. Ia melanjutkan, "Kelompok ini memiliki nama besar pada tiga tahun terakhir. Mereka berhasil menguasai pasar di Kanal Delapan dan menggusur Hommengier. Hommengier, bocah! Pantas saja si congkak Hommengier itu menolak untuk menyapaku pada pertemuan tadi. Rupanya ia sudah tahu kalau kelompok ini sekarang berniat untuk bergabung denganku. Dia mungkin akan mencoba menakut-nakuti dengan mengatakan bahwa aku akan ikut jatuh ke lubang yang sama—tetapi, tidak. Kita kuat. Hommengier sudah melakukan kesalahan sejak mengumumkan perang dengan kita dan inilah yang akan terjadi."
Caellan tidak terlalu mendengarkan kendati Donatino berulang kali menekan nama rival mereka dengan berapi-api. Dia sibuk mencermati profil masing-masing anggota kelompok maupun secara keseluruhan. Semakin banyak lembar yang ia lewati, semakin sering Caellan menemukan kejanggalan.
"Kelompok dehmos?" Caellan melotot. Ia tidak menyelesaikan hingga lembar terakhir dan langsung menutup proposal pengajuan itu. Ia memijat pelipis. "Tolak."
"Nikolan Vandalone," Don selalu memanggil Caellan dengan nama pemberian jika menginginkan sesuatu, dan itulah yang ia lakukan sekarang dengan penuh penekanan. "Aku tahu masalahmu dan ini pasti akan terjadi, tetapi kau harus mempertimbangkan mereka."
"Tidak dengan dehmos, iblis, dan segala macam monster bahkan seorang manusia kucing sekali pun. Persetan jika aku yang paling familiar dengan mereka di Vandalone." Caellan bergidik membayangkan makhluk-makhluk itu dan kekesalannya terhadap Don memuncak. Hanya karena Caellan pernah berhubungan dengan seorang iblis, bukan berarti ia bisa menangani ini, bukan? Donatino sungguh menjengkelkan.
"Lagipula bidang apa yang masih belum kita kuasai, Don? Kita sudah menempati posisi sebagai penguasa pasar, bahkan nyaris mengalahkan Hommengier dan Dinasti Cortess yang busuk, dan kita semua adalah murni manusia. Apa yang membuatmu berpikir untuk tiba-tiba mempertimbangkan sekelompok iblis, Don? Apakah kita tidak cukup kuat dengan segala persenjataan yang sudah diusahakan oleh Camon dan anak-anaknya?"
"Kau mungkin belum mengerti, bocah, tetapi kau akan memahaminya." Don masih nampak sabar, meski Caellan yakin sang bos sudah gatal untuk menghajarnya. Ia baru saja menandaskan minumannya ketika Caellan menceracau. "Ini tentang masa depan, dan apakah kau bisa memedulikan masa depan tanpa menoleh ke belakang, eh? Kuulangi bahwa aku tahu apa masalahmu, tetapi kau memiliki peran besar di usiamu sekarang. Kau tidak bisa terus-terusan berkaca pada masa lalumu tanpa berdamai dengannya." Don mengetuk-ketukkan jemarinya pada berkas proposal itu. "Sekarang, pahamilah apa yang akan mereka tawarkan kepadamu dan buka matamu. Mereka bukan makhluk yang menyerangmu dahulu. Mereka makhluk yang berbeda, yang menawarkan kemudahan akses untuk kita mencapai masa depan berjaya. Buka matamu."
"Tidak." Caellan bersikeras. "Ini bukanlah yang diinginkan Poppa Pas."
"Pops sudah mati."
"Tetapi peraturan pertama terletak pada kemurnian ras, Don, dan—"
"Oh, persetan dengan Pops!" Donatino tiba-tiba meraung. Ia berdiri dari kursinya dan menunjuk Caellan tepat di depan mata. "Kau tak usah bawa-bawa orang mati itu. Tak ada gunanya membahas orang yang sudah tiada, kau tahu? Dan sekarang aku bertanya padamu, Nikolan Vandalone, siapa bosmu?"
Caellan merutuk dalam hati. "Kau."
"Tepat, dan peraturan siapa yang berlaku?"
" ... Kau."
"Bagus, maka itu berarti peraturan mendiang Pascisse Vandalone takkan berlaku lagi, benar? Kau tak usah menyinggungnya lagi. Jika dia ingin mempertahankan peraturan utama, maka itu berlaku ketika ia masih hidup. Sekarang ia menyerahkan segalanya kepadaku, maka akulah yang berwenang. Dunia pun mulai berubah dan pemerintahan sudah berganti, mengapa kita masih harus bertahan jika perubahan itu baik?"
"Tidak semua perubahan itu baik."
"Perubahan ini akan menjadi baik. Masa lalumu yang busuk itu telah meracunimu." Don mendorong-dorong kepala Caellan dengan telunjuknya. "Aku menyesal telah mengatakan ini kepadamu sementara kau sama sekali belum dewasa, bocah! Jangan datang ke mansion sampai kau sadar. Aku tidak butuh orang kepercayaan sepertimu."
Kemudian Don beranjak. Ia mengambil tasnya, dan tanpa mengatakan apa-apa lagi, meninggalkan ruangan dengan langkah lebar. Caellan menghela napas dan merasakan tangannya menggenggam begitu erat. Seandainya gelas minum berada di tangan, benda itu akan remuk.
Selama beberapa saat Caellan hanya diam dan merasakan otaknya mendidih. Jemarinya bergetar, gatal untuk meraih botol minumnya dan melemparkannya kemana pun yang ia mau. Sang bartender pun telah mengunci mulut sejak tadi, sama sekali tidak berniat mengganggu tuannya. Kejadian barusan senantiasa akan terkubur bersama jasadnya kelak. Caellan telah memercayakan harga dirinya kepada sang manajer kelab sejak memperkenalkannya kepada Donatino.
Caellan akhirnya mengambil botol, tetapi alih-alih melemparnya, pemuda itu menenggaknya sampai habis. Ia membanting botol yang sudah kosong ke konter, menarik napas dalam-dalam, lalu beranjak dari kursi. Ia memandang dari balik jendela besar, menghadap ke lautan manusia di bawahnya. Ia melihat sosok Camon yang sedang menggoda dua orang gadis di pojok konter.
"Bos?"
"Kau kenal saudaraku yang lain—Camon? Katakan padanya kalau aku melupakan sebuah janji. Aku mau pulang ke rumahku sebentar. Di Gerbang Barat."
"Baik."
Caellan pun meninggalkan ruangan dengan linglung. Vince mengawasi dari celah. Bosnya tidak melewati lorong, maupun terlihat berkeliaran di lantai atas. Sepertinya ia keluar lewat jendela.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top