14.1 Nikolan Vandalone

"Kau gila, Caellan, sungguh."

Nik si pesulap baru saja keluar dari hutan. Ia segera melepas topeng dan topi yang membuatnya berkeringat parah. Berlarian di hutan saja sudah cukup buruk untuknya, apalagi dengan ruang napas yang hanya berupa dua lubang kecil di bawah posisi hidungnya. Saudara angkatnya, Camon, sudah menanti dengan mobil terparkir manis di luar hutan. Ia menyambut Caellan Caltine—nama sesungguhnya dari Nikolan, dan tentu yang akan kita gunakan untuk seterusnya untuk menyebutnya—dengan rangkulan.

"Aku takkan menjadi saudaramu kalau tidak gila."

Camon menepuk-nepuk bahunya dan memeriksa sekujur pakaian Caellan dengan saksama. "Kau bersih! Ceritakan padaku detilnya, bung." Ia mengisyaratkan Caellan untuk bergegas menaiki mobil. "Kita akan menemui Don sekarang. Dia amat tidak sabar untuk menemuimu. Dialah yang sesungguhnya paling mengkhawatirkanmu."

Caellan tidak menyukai gagasan itu. Ia melompat masuk ke mobil dengan enggan. "Firasatku tidak enak. Apakah kau akan ikut masuk ke ruangan?"

"Ah ... tidak deh. Aku sudah lelah menengahi pertengkaran kepala keluarga dengan tangan kanan termudanya. Hadapi saja dia sendirian, toh suasana hatinya sedang baik."

Caellan berdecak. "Baiklah. Jadi aku masuk ke pesta eksklusif itu dan tidak banyak yang kulakukan. Sebab ada anak-anakmu di sana jadi itu mempermudahku."

"Anak-anakku yang mana? Para kacung Applebaker? Bukankah mereka sudah kupecat?"

"Itulah mengapa. Mereka mengira tawaranku adalah kesempatan terakhir, maka mereka menerimanya begitu saja. Intinya, setelah aku berhasil menukar tas, beberapa tukang pukul yang asli tiba-tiba menghentikanku. Kemudian salah satu anakmu mulai menembak, dan kekacauan dimulai."

Camon tertawa saat Caellan menirukan gerakan menembak dengan malas. "Aku bahkan tidak melakukan apa-apa selain mengawasi."

"Kau tunjukkan identitasmu?"

"Tentu saja, siapa yang tidak mau melihat artis sesungguhnya?" Caellan menyeringai. Camon memutar bola matanya jengah. Dasar tukang pamer, tetapi Camon memakluminya. Caellan akhirnya diperbolehkan melakukan hal semacam ini sendirian tanpa pengawasan, dan meski banyak sekali peraturan ketat yang harus dipatuhi, dia tak pernah gagal. Sudah sewajarnya ada keinginan untuk memamerkan diri.

"Dan," tambah Caellan, ada semangat yang membuncah pada bisikannya. "Lututku rasanya gemetaran, tetapi aku tidak ketakutan. Rasanya aku bersemangat sekali, dan—yah, Camon, untunglah kau segera datang."

Rasa kesal Camon segera lenyap, berganti senyum getir. Ia cepat-cepat meraih sebuah botol anggur di jok belakang dan melemparkannya kepada si pemuda. "Kau terlalu bersemangat. Tenangkan dirimu!"

Caellan membuka pemberian Camon dengan senang hati dan meneguknya, lalu berkata, "Omong-omong, aku sudah menuntaskan anak-anakmu juga."

"Aku kira kau membiarkan mereka hidup." Camon mengangguk-angguk. "Orang-orang sialan itu pula yang membiarkan para penipu itu mengaku sebagai bagian dari kita dan mengambil uang seenaknya kemana-mana."

"Aku tidak bodoh, Camon," Caellan menjawab. Ia terdiam sejenak, kemudian menyeringai lagi. Kali ini lebih lebar dan penuh keusilan. "Ahhh, aku nyaris ketahuan, lho? Ada seorang pekerja dan dia berniat masuk ke ruangan, tetapi aku tepat di pintu. Jadi aku segera mengalihkan perhatiannya."

"Kau ini!" Camon memukul setir. "Pantas saja Don memintaku untuk mengawasimu. Kau memang tidak bisa ditinggal sendirian!"

"Heh. Aku berhasil."

"Pekerja itu pasti akan kembali ke ruangan dan menemukannya."

"Tidak apa-apa. Sang count adalah kawan Don dan dia bisa diandalkan. Dia akan berdalih bahwa tidak mengundang pesulap mana pun. Pekerja itu akan mati memohon pembelaan. Skenarionya selalu begitu."

"Hmm, ya. Tetapi, jika ia melakukan pembelaan dan segalanya, ia akan menyebutkan identitasmu sebagai pesulap jalanan. Bagaimana dengan karir kecilmu itu?"

"Tak masalah. Toh setelah ini aku akan memiliki pekerjaan tetap. Permainan sulap itu cuma pengisi waktu luangku sejak dulu. Dan, daripada itu, dimana dan bagaimana aku akan bertemu dengan Don?"

"Aku tidak tahu banyak," kata Camon, "tetapi ia menunggu di kelabmu. Sepertinya memang sesuatu yang menyangkut dengan ... kau tahu, tenaga kerja yang itu? Segala hal tentang relasi dan ketenagakerjaan sekarang menjadi bagianmu, bukan? Dan, kau punya bakat untuk berbisnis sendiri rupanya, eh? Darimana kaudapatkan kelab itu?"

"Tahu Silo—Sister Loydaire?"

"Tidak."

"Memang seharusnya tidak. Silo cuma bar sempit dan kumuh di pelabuhan. Aku menemukan bar itu beberapa bulan yang lalu. Pemiliknya sakit-sakitan dan akhirnya meninggal. Ia memberikan bar itu kepadaku."

"Apa kau menggodanya?"

"Tidak. Dia memang menyukaiku tetapi tubuhnya sudah terlalu hancur untuk bermain-main. Dia hanya meninggalkan bar itu kepadaku."

"Hanya? Ia meninggalkan bar seluas gudang kepadamu!"

"Itu hadiah dari Don," kata Caellan merendah. "Bar itu sebenarnya cuma sebesar toilet umum, karena itulah aku meminta gudang di sebelahnya untuk memperluas bar. Yah, begitulah. Banyak yang terjadi ketika kau pergi."

Camon hanya menggumam. Tepat pada saat itu ia memutar setir dan berbelok ke Pelabuhan Applerock.

"Aku akan menunggu di bawah," ujar Camon. "Kau harus pulang bersamaku nanti. Sepertinya aku melewatkan terlalu banyak hal. Aku baru tiba kemari tadi sore dan Don langsung memintaku untuk menjemputmu. Kau harus menceritakan kepadaku segalanya."

Mobil Camon menyusuri jajaran gudang-gudang yang sunyi. Hanya ada beberapa truk yang diparkir, dan dua gudang di ujung yang masih dijejali kontainer dari kapal yang baru saja tiba. Mobil Camon berbelok ke gang di antara dua gudang, kemudian parkir bersama mobil-mobil truk lain. Caellan turun dahulu dan menyapa beberapa orang yang berjaga di depan sebuah pintu. Camon tidak mengenal mereka, namun ia tahu karakteristik wajah-wajah itu. Wajah-wajah tanpa ekspresi dengan mata yang kelam. Mereka adalah relawan yang mengabdi di bawah pengaruh Caellan, tanpa sedikit pun berelasi dengan keluarga Vandalone. Camon hanya menganggukkan dagu sebagai salam.

Caellan sendiri telah memasuki kelab yang telah ia sulap sedemikian rupa. Bangunan itu besar, sebagaimana gudang-gudang di Applerock, dan nampaknya kelab ini semakin mendapatkan popularitasnya. Caellan baru saja membuka gudang ini sebagai kelab satu musim yang lalu, dan lihat betapa ramainya lantai dansa sekarang! Lentera-lentera menggantung dalam berbagai warna cat yang cerah. Berbagai ukiran pada permukaan lentera menciptakan ilusi-ilusi di seluruh sudut ruangan yang tertimpa sinar lentera, beriak-riak mengikuti ombak api biru yang sesekali terembus angin. Sebagian orang menikmati minuman mereka di konter bar besar, sekelompok kecil memilih untuk bermain di meja masing-masing, namun sebagian besar mengusir kepenatan mereka dengan menari seirama bersama alunan musik jazz yang menghentak.

Caellan melenggang dengan santai dan mengedip pada beberapa wanita yang menyapanya dengan ceria. Mereka memintanya untuk bergabung, dan tentu Caellan ingin sekali menyanggupinya, sayang sekali sang bos menghendaki kehadirannya sesegera mungkin.

"Nikmati waktumu, Nona-nona." Caellan tersenyum sebelum berbelok ke sebuah tangga, kemudian bergegas menaikinya dengan langkah lebar. Lantai atas amat sunyi, hanya ada beberapa tamu yang menikmati minuman mereka dalam ketenangan, memandangi ratusan manusia yang menari-nari dalam euforia di bawah sana. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang dari keluarga Vandalone, yang sengaja datang dengan kekasih mereka untuk sekadar melepas penat. Caellan sempat curiga mereka datang menemani sang bos, namun sang pemuda yakin bahwa kakak angkatnya tidak seekstra itu. Ia melewati mereka dengan anggukan tegas, namun bersahabat. Caellan yang menemui para gadis di lantai dasar dengan Caellan yang menyapa anggota klannya adalah dua sosok yang berbeda.

Tentu saja. Caellan tidak hidup hanya dengan satu identitas. Kemana pun ia pergi, akan selalu ada identitas berbeda yang ia bawa. Itulah prinsip yang Caellan pegang teguh sejak bisa berbohong untuk pertama kalinya.

Donatino Vandalone, kepala keluarga sekaligus kakak angkat Caellan, telah menunggu di ruangan paling pojok dan tersembunyi dari sentuhan cahaya. Caellan menyelinap ke dalam kegelapan untuk membuka pintu, menemui dua orang pengawal bertubuh kekar, dan menyapa mereka dengan bersahabat seperti biasanya.

"Selamat sore, saudaraku." Caellan mencoba untuk ceria seperti biasanya, kendati jantungnya berdegup tidak nyaman sedari tadi. Sejujurnya, ia berharap Camon akan mengikutinya kemari.

"Kukira kau akan telat." Don bahkan tidak menoleh untuk menyapanya. Caellan tersenyum kecut. Don adalah seorang pria yang tampan, dan usianya sebentar lagi akan menginjak kepala tiga. Meskipun begitu, bibirnya yang jarang tersenyum dan alisnya yang nampak selalu bertaut membuat sang kepala keluarga muda terlihat jauh lebih tua daripada umurnya. Ia pun tidak berusaha menampik jika seseorang menebak bahwa usianya sekarang hampir empat puluh tahun. Sepertinya kematian kepala keluarga sebelumnya telah menyisakan duka yang tidak terkira kepada Don, bahkan membuatnya berubah menjadi jauh ... jauh lebih parah daripada ketika Caellan pertama bertemu dengannya. Meski mereka telah hidup sebagai saudara angkat, terkadang Caellan masih tidak suka membiasakan diri dengan sikap sang kepala keluarga sekarang. Dia tidak bisa diajak bercanda seperti Camon. Sejak pertemuan pertama mereka dahulu, Caellan nyaris tidak ingat apakah mereka pernah tertawa bersama. Perubahan yang dialami Don sekarang membuatnya makin jarang tertawa, dan Caellan tidak menyukai setiap pertemuan tertutup mereka tanpa Camon.

"Karena aku pergi sendirian? Tidak. Jika aku bilang akan datang pukul sebelas, maka aku akan datang pukul sebelas. Apakah kau sudah lama menunggu?"

"Mungkin, tetapi aku kemari karena pertemuan sebelumnya berakhir lebih awal."

"Sungguh? Apakah lancar?"

Don termenung. "Aku tidak ingin membicarakannya dulu, tapi ... begini singkatnya. Jenderal kerajaan ternyata memang menghancurkan situs-situs di Gerbang Utara sejak dua minggu lalu. Ada pemberontakan."

Darah Caellan berdesir. Matanya menatap Don tidak percaya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top