Mulai dengan yang manis, lalu

17, Bulan Berkah. Tahun 1939. —Beberapa bulan sebelum ending buku empat.

"Dan kepada pengantin wanita, bersediakah Anda untuk mencintai, menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan Anda, serta berjanji untuk mengayomi, merawat, dan menjadi istri yang baik bagi ... Rayford Caltine?"

Pertanyaan itu ditujukan untuk wanita di sampingnya, tetapi Rayford berani bersumpah, dia yang hampir melumer sekarang. Tiba-tiba saja segala hal berkelebat di depan mata secara semu. Ini persis seperti saat-saat kematian akan menjemputnya (yang sudah terjadi berulang kali, kau tahu sendiri), dan Rayford tidak mengerti apa korelasinya pernikahan dengan kematian.

Caellan pernah bilang pernikahan itu adalah kematian bagi masa lajangnya. Rayford kurang setuju dengan itu. Lebih tepatnya itu kematian bagi masa lajang istrinya, sebab Caellan tetap bertingkah seenak hati.

Jadi mengapa ia memiliki serentetan memori berkelebat di mata? Ini membuat jantungnya melesak ke perut. Teh yang disesapnya tadi pagi mulai bergejolak di lambung. Oh, tidak. Rayford ingin waspada, tetapi situasi tidak mengizinkan. Tidak lucu jika ia mengedarkan pandangan dengan awas, menanti apakah mungkin Par akan mengacaukan momen ini atau sesuatu lebih buruk lagi.

Sulit sekali hidup sebagai seorang Rayford Caltine.

Di sisinya, Eran akhirnya menjawab. Suaranya gemetar dan tercekat. Wanita itu jelas lebih gugup daripadanya.

"Ya, sa—saya bersedia."

Suaranya mengambang di udara saat berhenti berucap. Keheningan pun turun di lapangan hijau berpagar pepohonan perak dan cemara itu. Bahkan puluhan tamu yang duduk di balik punggung mereka juga tak mengatakan apapun.

Sebab mereka menahan napas.

Kamitua Abraham, yang memimpin prosesi sedari tadi, mengangkat alis samar. Ia berbisik. "Lanjutannya, Lady Eran."

"Maaf?"

"Anda harus mengulang ucapan janji suci tadi secara lengkap."

Rayford bisa merasakan gelombang kepanikan yang menguar dari wanita di sisinya. Dalam situasi normal, Rayford akan mendengus geli dan menggodanya. Namun Rayford ikut-ikutan gugup. Jadi ia hanya meraih tangan Eran dan meremasnya lembut.

"Ikuti saya." Kamitua Abraham tersenyum tipis. Ia lantas membimbing Eran untuk mengulang janji sucinya, pelan tapi pasti.

Eran mengikutinya, walau getaran suaranya sangat jelas dan ini membuat Rayford agak kasihan. "Saya—saya bersedia untuk mencintai ... menerima segala kelebihan dan ... kekurangan pasangan saya ... serta ... berjanji untuk mengayomi, merawat, dan ... menjadi istri yang baik bagi Rayford Caltine."

Helaan napas lega terdengar dari seseorang di barisan depan tamu. Kamitua Abraham mengangguk puas, dan Rayford merasakan jari-jari Eran yang dingin meremas balik tangannya.

Kamitua Abraham lantas menarik kedua tangan mereka, membisikkan serentetan doa, sebelum Energi masing-masing menguap dari tangan yang digenggam. Mula-mula pembuluh darah mereka berpendar dari balik kulit; kulit Rayford dirambati warna-warna yang berpendar bergantian, sementara Eran sesederhana hitam pekat semata.

Sang kamitua lantas meletakkan jari masing-masing saling menempel satu sama lain, dan pada saat itulah, Rayford akhirnya sadar apa yang membuatnya gelisah setengah mati.

Ketika warna-warna Energinya mulai merambat ke jari-jari Eran melalui dirinya, Rayford ingin menarik diri saat itu juga. Lidahnya kelu, kedua lututnya lemas, dan ia menatap Eran dengan penuh rasa bersalah.

Dia baru sadar bahwa dirinya telah menyeret Eran untuk menjalankan hidup bersamanya.

Hidup yang dipenuhi ancaman kematian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top