XIV. Bimbang
#Lala pov
"Nanti kumpul habis ashar ya mbak, dimasjid alun-alun terus berangkat ke gedung keseniannya bareng-bareng" pesan singkat melalui whatsapp yang dikirim oleh Bani, salah satu anggota Semerbag.
"Baik Bani, tungguin yah.." balasku
Semerbag adalah singkatan dari Semarang Berbagi, sebuah komunitas yang didirikan oleh sekumpulan anak muda yang mengaku sahabat sejak SMA, awalnya kumunitas ini hanya beranggota 7 orang saja lalu berkembang hingga sekarang.
Dan kebetulan bari ini sudah memasuki hari ke 20 dalam bulan suci Ramadhan
Sebuah waktu yang sangat cepat mengingat Ramadhan sebelumnya aku masihlah teman dari seorang Adi Mahardhika.
Dulu aku sempat berfikir Ramadhan kali ini kami sudah menjadi pasangan yang sah. Aku membangunkan dia untuk sahur lalu memasak makanan kesukaannya untuk berbuka. Hal sederhana yang ingin sekali aku lakukan bersama dia, namun Tuhan berkehendak lain. Ramadhan tetaplah datang namun tidak dengan keinginanku tersebut.
Aku masih asyik dengan kesibukan, berusaha melupakan urusan dunia. Aku tidak memikirkan hal-hal yang sudah diatur oleh Yang Kuasa termasuk soal jodoh. Diusia ku yang sudah seperempat abad lebih tentunya keluargaku sudah mendesak untuk segera menikah bahkan tak jarang sekali mereka memperkenalkan aku dengan seorang pria yang entah dari mana munculnya, ya bisa dibilang aku ini siti nurbaya jaman modern.
Aku menerima niat baik keluargaku, hanya saja aku menganggap mereka semua hanyalah teman saja. Aku belum ingin berkomitmen dengan salah satu darinya karna aku tidak mau kecewa dan gila seperti sebelumnya, toh kalaupun jodoh sekeras apa aku menolak, Tuhan punya cara sendiri untuk menyatukan kami. Maka dari itu aku hanya ingin berteman dengan sebanyak-banyaknya orang.
Aku pasrah sepasrah-pasrahnya, layaknya orang mati yang sudah tidak bisa apa-apa. Aku menjalin hubungan baik dengan semua pria yang mendekatiku dan didekatkan padaku, termasuk Basri.
Basri adalah satu-satunya teman seusiaku di Semerbag mengingat anggota yang lain masih adik kelasku. Dan tak jarang anak-anak Semerbag menuakan kami berdua, menganggap kami adalah orang tua mereka. Ya meski usia kami hanya terpaut satu tahun saja.
Aku hanya menertawakan kekonyolan mereka namun berbeda dengan Basri, dia benar-benar menaruh hati padaku. Dia pantang menyerah sekali mendekatiku semenjak aku putus dengan Wildan, single, dekat dengan Adi hingga putus dan single lagi.
Memang dia belum pernah merayuku apalagi melamarku, selama ini yang dia lakukan melindungi dan menjaga aku sekali, dia selalu mengikutiku sepulang acara baksos hingga malam meski rumahnya dan rumahku bertolak arah.
Lelaki yang aku panggil wan abud karna memiliki darah arab ini terkesan pendiam jika berhadapan langsung padaku apalagi banyak orang, namun jika kita berbicara melalui pesan atau sosial media gila dan cerewetnya mengalakan ibu-ibu yang mau melahirkan. Memang aku akui, Basri adalah orang yang paling dekat denganku di semerbag.
"Dari mana saja? Udah empat jam nungguin kamu disini" lelaki tinggi dan berjambal tipis ini menyambutku dengan muka masamnya
Sementara aku hanya cengengesan seolah gak bersalah
"Yaelah wan abuud.. baru juga empat menit telat"
"Kebiasaan, ayo masuk"
Sikapnya yag dingin muncul lagi, dia berjalan meninggalkanku sendirian diparkiran pelataran masjid. Aku seperti anak perempuan yang mengikuti ayahnya dari belakang, tidak berani bertanya dan hanya diam.
"Nah ini... umik sama abi kita sudah datang, dan seperti biasanya pertengkaran rumah tangga telah terjadi, hahahhahaha"
Celetuk salah satu anggota semerbag dan dianggap lucu oleh yang lain, rupanya semua sudah berkumpul di serambi masjid. Benar apa kata Basri aku sudah terlambat cukup lama
"Ya maaf, jalanan tadi agak macet" ucapku memelas agar tidak terlalu disalahkan
Sementara si mata empat keturunan arab itu hanya duduk dipojok dan menatap tajam padaku.
"Abi, kenapa melotot gitu? Salah sendiri ga jemput umi!!"
"Rezza..!!" Aku spontan dengan guyonan Rezza yang mampu membuat aku dan Basri terlihat merah padam.
Ya Tuhan.... kenapa aku sedikit bahagia dengan kondisi ini!!
Sedangkan wajahku menampakkan seolah aku sedang murka dengan semua.
Nuansa Ramadhan memang berbeda. Meskipun malam tapi jalanan lebih ramai dengan aktivitas warga
Kami berbondong-bondong menuju gedung kesenian melakukan acara selanjutnya.
Ya, kami akan berjualan. Menjual barang-barang-barang bekas seperti baju tas dan sepatu hasil sumbangan dari donatur bahkan sebagian dari barang pribadi kami, namun barang-barang tersebut masih dalam kondisi bisa dipakai, hanya saja mungkin bagi donatur dan juga kami ukurannya sudah tidak cukup lagi.
Dipelataran gedung kesenian ini sengaja diadakan acara semacam pameran para entrepeneur oleh pemerintah setempat. Dan alhamdulillah kami diijinkan ikut berpartisipasi meski jenis kami bukan entrepeneur sejati
"Ayo bu.. pak.. kak.. dibeli barang-barang kita, hasil penjualan seratus persen untuk acara buka bersama 500 anak yatim dan dhuafa. Barang-barangnya masih bagus lho.. ada kaos, kemeja, sepatu, sandal, tas.. banyak deh, ayo buruan mampir..."
"Iya pak, bu.. harganya murah lho hanya 5000 sampai 15000 saja. Ayo dipilih...dipilih...dipilih..!!"
Riuh suara teman-teman semerbag mampu memecah keramaian acara, terang saja kita habis berbuka puasa meski dengan menu seadanya. Alhasil kami pun mampu mencuri perhatian banyak orang, saat yang lain mengajak mereka menghabiskan uang kami justru datang mengajak untuk kebaikan, dibulan suci pula
Cling...
"Kamu tidak pulang? Ini sudah malam"
Pesan whatsapp dari Basri
"Hey wan abud, orang kita deket gini pake acara whatsapp segala, sombong kuotamu masih banyak?" Aku menoleh kepada Basri yang duduk tiga meter dibelakangku
Aku melihat dia tidak membalas perkataanku. Justru malah melotot tajam kearahku.
Kadang aku merasa heran, mereka yang katanya sayang padaku justru hobi sekali melototi aku
Basri pun berdiri dan duduk disampingku yang sedang memilah pakaian berdasarkan jenis dan ukuran
"Ayo pulang ini sudah malam"
"Bentar, masih repot ini bantuin anak-anak"
"Ya kan masih banyak yang lain, rumah kamu jauh. Ini sudah jam 8 malam dan kamu sendirian bawel, dibilangi susah amat"
"Kan ada kamu wan abud.." dengan gaya centil sambil berkedip-kedip aku mengerjai makhluk disampingku ini
Mukanya yang khawatir dan merah saat aku melihat kearahnya membuat dia terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya. Dibalik kacamatanya aku melihat ketulusan dia yang mengkhawatirkan keadaanku, sementara aku tidak menghargainya dan malah menggodanya
"Sudah Bi, urusan rumah tangga diselesaikan dirumah. Sekarang kita kerja!! Ga malu apa sama anak-anaknya ini yang semangat jualan!!" Ucup datang dan mengagetkanku, terlebih Basri dia hampir melompat dari duduknya
Malam ini terasa sangat panjang dan melelahkan. Ribuan bintang menyinari kami dengan cahaya indahnya. Bulan sabit mengintip malu enggan menampakkan seluruh wajahnya.
Suara orang tadarus, musik dan kendaraan bercampur jadi satu. Lampion-lampion ditata secara apik dan rapi menghiasi seluruh pelataran gedung kesenian
Hiruk pikuk manusia melakukan kegiatan dengan suka cita yang tergambar oleh senyum ramah mereka.
Ah.... aku sungguh suka dengan nuansa seperti ini
Hal yang jarang sekali bisa ditemui
"Wan abud, makan dulu deh sebelum pulang. Pingsan dijalan nih kalo ga makan"
Aku berjalan menuju parkiran dan melewati beberapa kios disekitar lapak kami. Orang yang kumaksud tak sedikitpun menghiraukan atau menyahuti keinginanku
"Wan abud... hey wan abud.."
Dia tetap diam
"Basri!! Denger gak sih?"
Tetap diam!!
Aku mulai merasa malas sekali berbicara dengan orang ini. Entah pelit atau tuli aku benci sekali. Coba kalo ini Adi, dia pasti tahu selera makanku seperti kuli, Adi suka mengajakku ketempat makan lebih dari satu kali
Aaahh... sial!! Kenapa aku justru mengingat makhluk goib itu!!
"Hey bawel mau kemana? Katanya lapar?" Basri memanggilku yang sudah terlewat beberapa langkah didepan dia
"Hah, apa? Kamu manggil aku?"
"Bukan, manggil gerobak nasinya. Ayo masuk"
Yess... Basri mengajakku masuk ke salah satu tenda nasi goreng jawa tak jauh dari parkiran. Sebenarnya aku bisa saja nanti makan dijalan, namun percayalah makan sendirian itu sangat menyedihkan.
Ah sudalah, yang penting Basri menuruti keinginanku. Dan akupun mengikutinya dengan sangat bahagia..
Sabarlah wahai cacing-cacing didalam. Aku segera memberikan pekerjaan untuk kalian, mengurai makanan!!
*******
#Adi pov
Ramadhan telah datang, bulan penuh ampunan.
Namun ada yang berbeda dengan ramadhan kali ini, aku sudah tidak perlu menerobos angin dini hari hanya untuk sekedar sahur ditempat ibu karna kini sudah ada istri yang menyiapkan sahurku.
Ada perasaan yang mengganjal ketika aku mengingat tentang seorang istri. Meski aku menikah sudah satu tahun lebih.
Namun perasaanku dengan Maria belum banyak berubah. Dalam alam bawah sadar aku tahu bahwa Maria adalah istriku namun tak sedikitpun hatiku tertulis namanya. Aku menyayanginya memang namun tak seluar biasa sayangku pada Lala. Aku bersikap layaknya seorang suami memenuhi kewajibanku atas hak-haknya, namun itu semua terkesan biasa saja tidak membuatku begitu atusias luar biasa.
Apapun yang aku lakukan semua tulus dari dalam hatiku namun ternyata hatiku belum sepenuhnya berubah. Aku mengira seiring berjalannya waktu aku bisa memberikan semua hatiku dan ternyata salah. Terkadang aku belum bisa memaafkan diriku sendiri dan kadang akupun membenci Maria hingga setan dalam hatiku pun berkata ingin membiarkannya begitu saja. Dan bodohnya akal sehatku menuruti itu, jika seperti itu biasanya aku tidak pulang kerumah kami. Aku masih menikmati kesendirianku dalam kamar di rumah makan.
Ruang kecil sejuta kenangan bersama orang tersayang..
Drrrrrtttt
"Kamu gak pulang, mas?" Pesan singkat yang kuterima dari Maria
"Enggak kaya' nya"
"Tidur depot? Terus sahurnya gimana?"
"Iya, nanti ke ibu"
"Yaudah, hati-hati"
Klik..
Aku mematikan handphone. Rasanya aku tidak mau diganggu oleh siapapun. Entah kenapa dan ada apa diriku kini, bingung seperti linglung entah setan mana yang merasuki hingga tak bergairah dengan apapun seperti ini
Malam yang dingin menemaniku dikamar seorang diri. Suara orang tadarus menghiasi indahnya sepi.
Aku teringat Lala, salah satu harapanku yang belum diwujudkan olehnya adalah mendengar suaranya membaca ayat suci. Aku sangat ingin mendengarnya.
Andai saja kami berjodoh, mungkin saat ini aku bisa melihat dan memiliki semua yang ada padanya bukan hanya sekedar mendengar dia membaca al-quran
Aku membuka media sosial Lala yang masih aktif berkicau disana. Aku mengobrak abrik semua isinya dengan penuh kerinduan, ya.. aku merindukan gadis itu hingga detik ini.
@semerbag : umiiiikk @lalanaviansyah jangan lupa ntar malem garage sale di gedung seni ya cc abi @fatahillah_basri :D
@lalanaviansyah : @semerbag @fatahillah_basri ahahaha ini sudah jualan nak... tp kok rame bgt ya kalo aq yg jaga? :p
Beberapa menit yang lalu, artinya saat ini dia sedang disana.
Bruumm... brum.....
Tanpa berpikir panjang aku memacu gas mobilku dengan kecepatan cukup penuh seolah ada yang kukejar dimalam begini.
Aku sudah tidak peduli berapa jauh jarak yang akan kutempuh, tujuanku hanya ingin ketempat itu
Ada yang panas seperti terbakar saat aku membaca media sosialnya dan membuatku semakin panas jika tetap berada didalam rumah
Jam tangan menunjukkan pukul 8 malam tepat dan aku masih mencari dimana tempat yang kumaksud.
Sepuluh menit kemudian kutemukan gedung yang cukup tinggi dengan aksen unik dibagian atapnya dan aku berhenti didepan sekitarnya
Malam ini cukup dingin ditemani dengan hiasan lampion warna warni diseluruh pelataran gedung. Lalu lalang puluhan manusia pun meramaikan tempat ini diiringi berbagai jenis suara yang mengisi telinga
Aku mengedarkan pandangan keseluruh penjuru bermaksud mencari yang kumaksud
Aku melihat seseorang yang sepertinya aku mengenalnya. Lelaki tinggi berkacamata sedang membungkukkan kepala didepan seorang gadis.
Dan gadis itu, meski hanya dari punggungnya aku tahu siapa dia. Gadis cantik memakai rok terusan warna hitam dengan jaket jeans sebagai atasan dan jilbab simple warna biru. Dia berdiri berhadapan dengan lelaki jangkung mirip arab itu dengan tas ransel disebelah kirinya.
Hatiku mendadak dingin dan bergemuruh seperti sedang terjadi gurun salju. Apa yang aku cari malam ini telah kudapati, hal yang mampu membangkitkan emosi saat rasa malas justru menghampiri
Lala, aku menemukanmu!!
Parahnya, aku justru melihatmu bersama lelaki lain. Lelaki yang selama ini hanya aku tahu melalui dunia maya, lelaki yang membuatku hampir mati penasaran, kini aku menatap secara langsung lelaki yang mampu membuatku cemburu. Melihat kalian begitu dekat dan akrab mampu menciptakan percikan api yang membakar hatiku dengan cepat
Entah apa yang sedang kalian bicarakan aku tak sampai mendengar karna jarak yang cukup jauh.
Namun itu tak berlangsung lama mereka lalu berjalan menuju parkiran.
Lala, ini sudah jam berapa dan kamu masih diluar rumah??
Tak sedikitpun terpikir aku akan menemui atau sekedar menyapa Lala. Aku belum berani menatap mata indanya meski aku sangat menginginkannya.
Yang kulakukan hanya bersembunyi dibalik kemudi dan menunggunya hingga pulang.
Perjalanan malam pun dimulai. Dan aku masih dengan rasa cemburuku yang menggebu.
Betapa tidak? Aku mengikuti Lala dari belakang sedang lelaki itupun melakukan hal yang sama. Dia menaiki motornya tepat dibelakang Lala.
Lihatlah, bukankah dia sangat menjaga Lala ku?
Aku mengikuti hingga ujung jalan karna sangat mencurigakan jika mobil masuk ke jalan perkampungan
Akupun memutuskan pulang membawa perasaan sakit. Sepanjang perjalanan aku hanya mengingat kejadian tadi, kejadian yang mampu membuatku terbakar cemburu
Hingga dirumah mataku masih enggan terpejam. Memikirkan apa yang aku lihat dan aku rasakan. Ada perasaan tidak rela melihatnya bersama lelaki lain
Bagaimana jalan pikiranku?
Apa yang aku harapkan?
Bukankah semua orang akan menikah pada waktunya? Begitu juga Lala
Aku harus membiarkan dia bersama orang yang menyayanginya, aku akan jauh lebih bahagia jika melihatnya bahagia meski aku harus menderita.
*******
#Lala pov
Selamat hari lebaran.... minal aidzin walfaidzin.... mohon maaf lahir dan batin...
Ah ramadhan telah selesai saat hari kemenangan pun tiba
Seperti biasa aku tidak akan kemana-mana saat lebaran. Karna semenjak almarhum bapak tidak ada, ibulah yang dituakan hingga semua keturunan eyang dari bapak datang kerumah. Hal yang sangat menyenangkan sekali bisa bercanda, makan dan berkumpul dengan anggota keluarga lainnya, bahkan ada yang belum dekat justru menjadi lebih dekat
Namun setiap lebaran datang ada hal yang membuatku merasa terpojok dan serba salah
Kapan nikah????
Sebuah pertanyaan pendek yang membutuhkan waktu panjang untuk menjawabnya
Ya siap-siap saja mereka menelan kekecewaan karna bisa dipatikan aku hanya akan menjawab "Doakan saja.."
Drrtt...
"Minal aidzin wal faidzin, nggeh..."
Aku menerima sms dari salah satu nomor yang tidak aku kenal. Namun dari bahasanya seperti aku mengenal dia dengan baik
Dan akupun mengabaikannya, bukan hanya sms dari nomor itu saja. Hampir semua pesan yang masuk dengan nomor baru aku tidak membalasnya kecuali mereka menuliskan namanya dibawah pesan tersebut.
"Maaf kalau aku punya salah ke sampean, salah besar malah.. aku cuma ingin kita bisa berteman lagi" Selang beberapa jam kemudian nomor itu mengirim pesan lagi
Aku tahu siapa dia, Adi !!
Ada perasaan benci, sakit hati, marah dan bahagia bercampur menjadi satu. Hatiku tak menentu hanya karna satu pesan yang masuk dan mampu merubah perasaanku se-drastis itu.
Hingga detik ini aku masih belum bisa memaafkan Adi. Aku yang merasa dicampakkan begitu saja olehnya lalu menghilang entah kemana. Aku yang sakit terluka dan butuh waktu cukup lama untuk menyembuhkan lukaku seorang diri. Setiap jalan yang pernah kita lalui, setiap tempat, musik dan suasana yang sempat kita lewati sedikit banyak mampu menyayat hatiku hingga kini. Dan sekarang dia datang lalu meminta maaf begitu saja seolah tak sadar seberapa hebat dia menghancurkanku!!
Sedikitpun hatiku tidak akan goyah akan kebencian yang dalam terhadapnya. Dulu saat dia mendekatiku aku sudah berpesan, bahwa aku tidak mau berpacaran dan diapun mengiyakan ultimatumku. Waktu itu dia menyampaikan bahwa tujuan kami adalah sama, sama-sama menjadi pelabuhan terakhir masing-masing, sama-sama sudah bukan waktunya lagi main-main. Dan aku, tak pernah sekalipun membawa lelaki pulang kerumah, Adilah satu-satunya yang mengalami meski saat itu dia menolak kerumahku karna takut bertemu ibuku langsung, akhirnya aku membawa dia kerumah kakakku, dan sejak saat itu setiap dia menjemput, mengantar atau sekedar bertemu denganku kerumah itulah dia datang.
Bagaimana aku bisa memaafkan seorang penghianat seperti dia? Sedangkan menjelaskan salah dan kurangku saat itu dimana saja dia tidak bisa!!
Aku semakin sakit hati dan benci mengingat kejadian pahit setahun lebih yang lalu diungkit kembali. Luka masa lalu yang belum bisa seratus persen aku sembuhkan, luka yang menancap begitu hebat hingga menembus bagian hati paling dalam. Aku sudah berusaha melupakan semua, namun Adi, dia datang lagi dan lagi seolah tak ingin membiarkanku bebas seperti merpati. Dia bagaikan sangkar yang terus berusaha mengurungku dengan kenangan dan kebencian yang dia buat sendiri.
Bukankah ini sangat keji sementara dia sudah bahagia bersama wanita pilihannya sebagai seorang istri dan dia terus membayangiku bagai hantu.
Aku tidak peduli. Mau dia seperti apa maafku teramat mahal buatnya
**
Saat ini aku sedang berada dalam sebuah acara silaturahmi bersama anak-anak semerbag. Kekeluargaan dan kekanakan kami pun tercipta meski kami sadar seharusnya acara ini terselenggara secara sopan dan sedikit formal, justru kami membuat ini seperti ajang reuni. Dan seperti biasa, aku dan Basri menjadi bulanan anak-anak yang lain.
Aku hanya duduk diam bersama Basri dan yang lain, melihat kami berdua mungkin bukan pemandangan yang asing buat anak-anak semerbag. Dan kami ramai membicarakan bahkan membahas banyak hal untuk semerbag kedepannya
Drrtt...
Tiba-tiba ada yang mengirim undangan di Blackberry Massenger ku, aku melihat tertulis nama Adi disana. Apa belum cukup aku menunjukkan murka ku dengan tidak membalas sedikitpun pesan yang dikirim kemarin? bahkan dulu-dulu semenjak dia menikah tak sedikitpun aku berniat membalas pesan yang dia kirim padaku.
Sedikitpun aku tidak memperdulikan dia
Drrrrtttt....
"Aku add BBM, di receive yah.. aku mau minta maaf. Sebegitunya sampean marah padaku?" Dia mengirim pesan kembali satu menit kemudian
Dan aku masih sama, masih dengan sikapku yang dingin terhadap dia. Dan makhluk itu sepertinya tidak mengenal kata lelah, berulang kali dia mengirim pesan yang sama. Hingga pada akhirnya orang disebelahku melihat perubahan raut mukaku yang mungkin tidak enak dilihat saat itu.
"Pesan dari siapa?"
"Hah? apa? oh.. tidak, bukan siapa-siapa" Aku tersenyum menjawab pertanyaan curiganya dengan sedikit kaget dan gugup
Entah kenapa aku gugup, bukankah Basri sudah tahu semua ceritaku? Bukankah dia adalah orang yang paling sering aku ajak cerita. Ah sudahlah...
"Dari Adi?" Lanjutnya mengintrogasi
"Kok tahu? Ah wan abud keturunan dukun ya?" Jawabku mencairkan suasana, lebih tepatnya menghibur mukanya yang terlihat masam itu
Dia hanya diam seolah tidak ingin bercanda dan menatapku tajam seakan memaksaku untuk mengatakan yg sebenarnya
"Iya Adi, dia cuma kirim pesan lebaran aja kok" Lanjutku merasa bersalah
Tetap diam
Apa orang ini cemburu? atau dia hanya bosan mendengar ceritaku yang sepertinya tidak ada tokoh utama lain?
Dan akupun memandang dia dengan penuh tanda tanya
"Terima lho, terus?" Ketusnya
"Males"
"Masih belum rela?
"Eh wan abud, gak ada ya dalam kamus hidupku membela seorang penghianat, mungkin aku bisa memaafkan copet, maling bahkan perampok. Tapi kalo penjahat lain apalagi penipu dan penghianat gak ada tempat lain selain diabaikan!!" Jelasku panjang dan lebar
"Hahahahaha segitunya. Kamu tahu kan kalau Allah itu pemaaf tapi kenapa umatnya gak pemaaf ya, tahu juga kan banyak manusia dimuka bumi ini yang menipu dan menghianati Allah secara terang-terangan, tapi Allah memaafkan hambanya tuh malah tak jarang Allah menambahkan mereka kasih sayang, rejeki dan banyak lagi"
"Gitu ya? Tapi kenapa ya kok wan abud tadi cemberut dan sekarang malah ketawanya menghina" aku menyilangkan tangan didadaku dan menatap tajam Basri
Dan kami pun tertawa lalu tenggelam diantara keramaian bersama yang lain.
Memang hidup akan terasa indah jika kita punya ilmu ikhlas yang luar biasa.
Aku belajar banyak hal dari Basri, semua yang ada padanya membuatku berdecak kagum tak berhenti, ada saja hal baru yang kadang membuatku terpanah dengan penjelasannya yang belum sempat terpikir olehku. Beruntunganya Basri selalu ada menemaniku dalam kondisi apapun.
Dia sahabat lelaki terbaikku, ya.. saat ini masih sahabat, karna Basri sendiri belum mengatakan akan rencana mengkhitbahku apalagi menikahiku
Dan aku sendiri belum mau terlalu jauh tenggelam dalam perasaanku, aku takut jika harus menelan kecewa pada akhirnya, aku juga takut jika saja Basri menganggapku hanyalah teman dekatnya saja
Biarlah ini berjalan dengan adanya. Seperti air yang mengalir menemukan muaranya. Bukankah akan sangat indah jika kita pasrahkan saja pura-pura tidak tahu.
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top