VI. Jangan berfikir pergi dariku
#Lala pov
"Kapan kamu balik ke jawa, san?" tanyaku kepada sahabatku saat kuliah dulu, Nana kami biasa saling memanggil dengan sebutan 'besan', karna saat kuliah dulu kami bercanda berniat menjodohkan anak-anak kami hanya karna kami tidak ingin terpisahkan. Nana berencana balik dari Bali ke Jawa, memang sudah sangat sering dia bolak-balik Bali-Jawa, namun baru kali ini aku akan mengunjunginya.
Nana yang dulu saat menikah di Bali dan aku tidak sempat berkunjung kerumahnya saat diadakan acara kecil-kecilan dirumahnya di Yogyakarta, Jawa Tengah, kini akan pulang ke jawa lagi, dan bahagianya lagi dia akan datang membawa buah hati hasil pernikahannya setahun yang lalu
"Main kerumah ya san.... apa kamu gak pingin lihat calon anak mantumu?" jawabnya disebrang telpon
"Insyaallah aku main san, aku mau seleksi dan koreksi calon menantu" aku tertawa kencang dan diikuti suara tawa disebrang sana.
Beginilah aku dan sahabatku, meski kami tidak pernah bertemu tapi kami selalu berkomunikasi. Saling bercerita pengalaman, masalah sampai kisah percintaan sekalipun. Nana selalu ada saat aku membutuhkannya, meski bukan raga kami yang mendekat, jiwa kami saling bertautan saat salah satu sedang sedih atau sedang ada masalah.
Aku bahagia sekali menanti kedatangan sahabatku ini beserta keluarga kecilnya. Aku tidak sabar datangnya hari itu, terakhir kami bertemu kira-kira 5-6 tahun yang lalu saat kami masih berstatus sebagai mahasiswa. Setelah lulus kuliah aku memutuskan untuk balik ke kampung halamanku, Solo. Dan sahabatku ini tetap dikota kelahirannya, setelah itu dia bekerja melanglang buana ke negri antah berantah, hampir seluruh pelosok Indonesia pernah dia datangi. Dan sebelum bekerja di Bali dia bekerja di kota Lampung. Jiwa petualangnya benar-benar terealisasi. Beda denganku yang memutuskan tidak beranjak dari Solo karna ibuku dirumah seorang diri jadi akulah yang harus menjaga beliau saat ini, meski sebenarnya aku sama sekali tidak ingin pergi dari Jogja, kota impian sejuta kenangan. Aku mempunyai cita-cita, suatu hari aku ingin membeli rumah disana tidak peduli nantinya aku akan jadi orang kota belahan sebelah mana, yang jelas Jogja tidak akan kulepas.
Banyak hal yang membuat kami cocok menjadi sahabat, kami sama-sama tumbuh tanpa figur seorang Ayah, bedanya Ayahku meninggal dunia saat aku kelas 2 SMP, dan Ayah Nana berpisah dengan Ibunya saat dia masih kelas 2 SMA. Karna itulah dia agak berbelok pergaulan saat itu, pelampiasan yang tidak tahu harus dia arahkan kepada siapa. Mungkin dia kecewa atas kedua orang tuanya namun tidak banyak yang bisa dilakukannya, mencari bahagia dengan cara dia sendiri meski dia tahu itu salah.
Saat kami kuliah, dia mengikutiku sholat, ikut puasa bahkan ikut mengaji, dia ingin sekali berubah karna dia sadar selamanya dirinya tidak akan seperti ini. Dia ingin berubah karna suatu hari nanti dia harus berdiri diatas kakinya dan mengandalkan diri sendiri.
Dan kini sahabatku itu akan pulang.
Aku tidak sabar menanti hari itu
*******
#Adi pov
Aku semakin intens dengan Lala, aku mencari tahu semua tentang dirinya dari orang disekitarnya dan dari sehari-harinya dia sendiri. Aku menghubunginya 1x24 jam. Aku mengirimnya pesan, aku menelponnya, aku sangat perhatian sekali dengannya. Hal yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya dengan orang lain yang pernah datang dalam hidupku. Entah kenapa dengan Lala aku berubah, sikap ku yang cuek bukanlah hilang, namun hanya saja tidak perlaku kalau tentang Lala.
Aku tidak bisa tidak menghiraukannya, tidak bisa melewatkan sedikitpun tentang dirinya. Beruntungnya dia bekerja tidak jauh dariku, aku lebih bisa mengawasi dan menjaganya. Tidak mungkin tidak ada teman kantornya yang tidak menaruh hati padanya, hanya saja dia yang terlalu cuek hingga tidak menyadarinya. Pernah aku melihat satu teman kantornya yang mengawasinya dengan pandangan aneh saat makan siang ditempatku. Aku mencari tahu dari Arin dan memanglah benar, namun Lala tidak sadar dan tidak ingin sadar sepertinya, dia hanya nyaman menganggap lelaki itu sebagai sahabatnya.
Dan jika Lala tahu teman kerjanya itu menaruh hati padanya, bisa-bisa Lala akan menjauh menghindarinya. Itulah Lala, dia akan tidak mau menyakiti perasaan orang lain, biar dia dibenci dengan cara lain kecuali menyakitinya.
Hari semakin siang namun entah kenapa batang hidung yang kucari belum muncul juga sementara rekan kantornya sudah ada yang masuk kerumah makan ini. Aku menunggu dan menunggu, namun rasanya aku tidak sabar menunggunya.
Aku berjalan masuk kedalam kamarku, mengambil handphone ku yang tergelatak diatas kasur lalu kutulis pesan untuknya
"Dimana?"
Lima belas menit kemudian
"Dihatimu Pakde" jawabnya setiap kali aku menanyakan sedang berada diamana dirinya, mungkin dia bosan dengan pertanyaanku yang seperti itu
"Kok gak kesini?"
"Lagi diajak orang-orang makan keluar, jadi pakde gak bisa ketemu idolanya dulu untuk saat ini"
Aku menatap sedih layar handphone ku ini. Seketika aku harus menelan rasa kecewa karna gagal bertemu dan menggodanya hari ini.
Hari semakin sore, aku gelisah seperti kehilangan anak ayam yang entah diculik siapa. Aku ingin bertemu dengan Lala tapi bagaimana caranya, aku terlalu gengsi dan tidak berani mengajaknya keluar di hari minggu. Apa iya aku harus memandanginya dari jauh seperti biasanya setiap pagi dan sore saat dia datang dan pulang kerja. Aku seperti anak kecil yang merajuk karna tidak dibelikan sesuatu yang aku inginkan bahkan saat ini aku seperti orang gila.
"Minggu besok kemana?" tanyaku gak sabar
"Kenapa? Jangan bilang mau ngajak hujan-hujanan lagi kek kapan hari itu!!"
"Jawab, kemana!!" Jawabku langsung karna saat ini aku tidak ingin bercanda
"Insyaallah ke Jogja, kerumah temen kuliah dulu"
Deg...
Dia ke Jogja, dengan siapa?? kenapa mendadak sekali?? kenapa dia tidak bercerita padaku sebelumnya??
Aku gelisah setengah mati. Aku harus ikut. Aku harus memastikan dia tidak boleh berangkat seorang diri, bahkan jika dia berangkat dengan orang lainpun, aku akan ikut!! aku tidak peduli.
"Aku antar" jawabku tanpa basa-basi
"Gak usah, aku bisa sendiri. Pakde gak usah repot-repot dirumah saja jaga rumah makannya dengan baik"
"Berangkat sama siapa?" tanyaku cepat
"Sendiri naik bus, Pakde gak usah parno yaaa...aku sudah bisa ke Jogja sendiri naik bus, dulu kuliah juga gimana"
"Aku juga ingin ke Jogja, pokoknya aku ikut. Gak usah naik bus kita bawa kendaraan sendiri" balasku tegas dan sepertinya
"Aku nginep beberapa hari pakde"
"Kalau gitu berangkat aku antar pulang aku jemput!! Beres kan??" Aku tak mau kalah ngotot dengannya
*******
#Lala pov
Aku ikut...... pesan terakhir dari Adi sudah bagai ultimatum yang tidak bisa kutolak. Bisa kubayangkan jika kalimat itu langsung terucap dari mulutnya sudah dapat dipastikan dia akan memeloti aku yang masih mencoba menolak permintaannya dengan sikap dinginnya. Dan ujung-ujungnya aku tidak akan bisa menolaknya lalu mengiyakannya.
Aku menceritakan semuanya kepada Nana bermaksud meminta ijin kepada yang punya rumah bahwa aku akan datang membawa bodyguard.
Mungkin Nana disebrang sana penasaran siapa bodyguard ku ini karna menurut dia aku belum mempercayakan hatiku pada lelaki manapun setelah aku putus dari Wildan. Memang aku tidak menaruh hati pada Adi, hanya saja saat ini yang mampu membuatku merelakan diri untuk didekati hanya Adi saja. Dan itu membuat Nana curiga
Mau tidak mau aku menceritakan tentang Adi, siapa dia bagaimana asal mula pertemuan kita hingga dia memaksaku untuk menjadi bodyguard nya tanpa di bayar. Selama ini aku mempunyai beberapa sahabat lelaki namun tak ada satupun yang menarik perhatian Nana untuk minta kuceritakan, entah kenapa makhluk satu ajaib ini mampu membuatnya penasaran.
"Sudah san, dibawa saja kerumahku, aku ikhlas menerima ibu mertuanya anakku sekaligus sama CALON ayah mertuanya" pesan Nana beberapa menit seusai kami memutuskan sambungan telpon.
**
Mentari pagi datang menyambut hari yang aku tunggu-tunggu.
Sebenarnya aku bilang sama Nana kalau aku akan datang hari Minggu namun karna permintaan Adi yang mendadak ada perlu dihari itu, akhirnya kami berangkat ke Jogja hari sabtu. Aku sengaja tidak menyampaikan sebelumnya biarlah menjadi sedikit kejutan untuk sahabatku itu.
Perjalanan yang akan ditempuh kali ini melewati kantorku itu berarti juga melewati rumah Adi. Aku membawa motorku menempuh perjalanan kesana lalu mampir kerumah kutu kupret tersebut.
Awalnya aku akan menitipkan motor dikantor dan setelah Adi tahu dia memarahiku habis-habisan, ada rumah dia kenapa malah aku menitipkannya di kantor.
Aku hanya tidak ingin merepotkannya itu saja. Lalu aku pun mengalah dan memindahkan motorku kerumahnya
Kutu kupret ini kalau tidak dituruti permintaannya, sepanjang perjalanan dia hanya akan diam tak sedikitpun bersuara, seperti anak kecil yang ditinggal pergi abang penjual baloon.
Ini masih mendingan, yang aku takutkan dia akan mengurungkan niat mengantarku ke Jogja, ah bisa rusak mukanya aku cakar-cakar kalau sampai itu beneran terjadi
Hari semakin siang dan kami sudah memasuki kawasan Jogjakarta. Jalanan yang dingin membuat perjalanan kami tidak terasa. Adi ini supir yang handal, dia bisa mengajakku melewati jalan yang sama sekali tidak pernah aku lewati. Bukit yang naik turun diiringi pemandangan yang luar biasa indahnya membuatku bedecak kagum, mengucap syukur atas ciptaan Tuhan yang sungguh luar biasa.
Aku dan Adi sepanjang perjalanan membicarakan banyak hal, dia bercerita tentang keluarganya, dan aku baru sadar lelaki disampingku ini tipe orang yang penyayang keluarga.
Aku menanyakan alasanya kenapa ngotot mengikutiku. Aku sungguh ingin tahu meski ini bukan pertama kalinya dia mengikutiku. Hanya saja aku merasa kali ini dia sedikit khawatir tentang keadaanku
Peduli apa dia? Toh dia lebih senang aku terjajah seperti biasa, dia tidak akan bahagia jika hidupku tenang dan datar-datar saja.
Aku juga merasa ada yang berbeda dengannya kali ini, dia sudah jarang menindasku, dia perhatian denganku, rajin mengirim pesan untuk ku setiap jam hingga kadang aku bertanya-tanya sedang dimana dirinya jika dalam waktu dua jam saja namanya tidak menghiasi layar ponselku.
Terkadang dia juga menitipkan makanan di pos satpam untukku saat jam kerja, hingga nanti security yang menyampaikan ada kiriman untukku. Lumayan juga sih karna tidak jarang aku kelaparan saat jam kerja berlangsung, kurang bodyguard apa coba kutu kupret ini??
Apa dia ada hati denganku???
Deg......
Ah.. tidak mungkin, toh saat dia masih punya pacar juga baik. Dia hanya menganggapku teman. Mungkin ini bentuk terima kasih dia buatku yang sering menemani dan mendengarnya saat dia terpuruk
"Ngapain ngelamun? Jangan bilang sedang mikir gimana caranya bisa lompat indah kejurang sana!!" Ucap dia mengagetkanku yang tengah asyik memandangi jalan didepan
"Siapa yang melamun? Orang lagi ngapalin jalan kok" aku langsung menjawabnya
Sepi lagi..
Kami tidak berbicara lagi, hanya terdengar suara musik dari mobilnya.
Adi mengikuti suara penyanyinya.
Mr.Big - To Be Wih You
Ini lagu favorit kami berdua
"Baru kali ini aku ke Jogja berdua dengan wanita" Adi tiba-tiba mengucap
"Sebelumnya gak pernah, Meta pernah mengajakku namun aku belum bisa mewujudkannya hingga kami putus. Aku gak pernah pergi sejauh ini hanya berduaan saja, pasti ada temannya, kalau cuma berdua biasanya yang dekat-dekat saja" lanjutnya
"Terus maksudnya apa?" Jawabku sinis
"Kan aku gak ngajak justru pakde kan yang maksa ikut?" Lanjutku
"Iya, maksudku cerita kalau aku belum pernah baru kali ini" jawabnya membela diri
"Terus kenapa mau?" Tanyaku cepat
"Yaaa gak tau, tiba-tiba pas kamu bilang mau ke Jogja aku pingin ikut gitu aja tanpa ada alasan khusus. Gak tega aja biarin kenek bus kamu godain" jawabnya terkekeh dengan senyum dinisnya ke arahku
"Jangan bohong, jangan ngelawak, gak lucu!!" Kalimatku serius
"Aku hanya gak tega kamu berangkat sendirian. Kalau dulu kamu bisa sendiri itu karna kamu sudah terbiasa. Sekarang aku tidak akan membiarkanmu sendirian, aku akan menjagamu, aku akan ada untukmu" jawanya pelan
Deg....
Apa-apaan ini? Apa maksud si kunyuk ini??
Apa dia mengigau?
Jangan katakan ini kalimat pernyataan cinta.
Atau jangan-jangan habis ini dia menembakku??
Ah gak romantis banget orang ini!!
Ah, aku sedang menghayalkan semua
Gak mungkin..... sudah pasti gak mungkin
"Aku bukan teroris yang harus dijaga dan diawasi" jawabku sewot menetralkan suasana
Dia hanya tertawa keras tidak membicarakan apa-apa lagi
Kami sudah hampir mendekat dengan desa tempat tinggal Nana.
"Ini belok kemana?" Tanya Adi
"Waduh... kok berubah gini ya? Perasaan dulu gak begini" jawabku kaget dan bingung
"Malah bernostalgia, ini belok kemana Laa..... kamu ditanya dari tadi cuma melongo"
"Aku bingung Pakde, dulu gak kaya gini makanya aku bingung belok kemana. Aku coba telpon Nana dulu"
Aku mengambil ponselku. Kucari nama Nana disana lalu aku mencoba menghubunginya
Tuuttt....
Tuuttt...
Hingga berulang kali namun tidak ada jawaban dari yang punya telpon.
Aku mencoba lagi dan masih dengan hasil yang sama
"Kita sudah muter disini empat kali lho ya, sekali lagi muter kita bakal dapat hadiah payung cantik dari bapak toko sebrang" kata Adi sambil menunjuk dengan dagunya bapak-bapak yang sedang duduk didepan toko mengawasi kami.
Sedikit aku mengingat gang disamping toko tersebut lalu Adi pun mengarahkan mobilnya masuk gang disebelah toko itu. Menyuruhku bertanya ke orang sekitar
Aku turun dari mobil menuruti idenya bertanya alamat Nana yang hanya aku ingat nama desanya saja.
"Permisi Pak maaf numpang tanya, desa Buludendeng dimana ya pak?" Tanyaku sopan
"Oooohh ini mbak, gang ini masuk lurus aja terus nanti ada patung kuda mbaknya belok kiri, lurus lagi nanti ada turunan sudah disana mbak" jelas bapaknya ramah
"Oooo iya iya, terima kasih pak, kalau gitu saya mohon pamit, pak" lanjutku tersenyum kearah bapak-bapak yang semuran bapakku ini
"Mbaknya dari mana?" Tanyanya sopan
"Dari solo pak, terima kasih pak sekali lagi" aku menundukkan kepalaku tanda hormat dan pamit undur diri
Bapaknya mengikutiku dengan pandangan dan senyum ramahnya. Ini yang aku suka sekali dengan Jogja dan penduduk nya. Mereka ramah tamah dan tulus apa adanya, hal yang aku rindukan dari Jogja. Kota penuh kenanganku dengan teman-temanku
Aku jadi tersenyum sendiri mengingat kenangan disetiap sudut kota ini. Kenangan di kosan, dikampus, kantin kampus dan tempat-tempat lain yang pernah ku jamah bersama teman-temanku.
Aku memasuki mobil dan memberi tahu Adi arah yang ditunjukkan sama bapak tadi
"Tuker-tukeran nomer telpon sama bapaknya?" Tanya Adi saat melihatku masih tersenyum saat membuka pintu mobil "lama amat nanya gitu doang" lanjutnya terlihat sedikit kesal
"Udah jalan, rame aja nih" jawabku tidak menggubrisnya
Setelah kurang lebih sepuluh menit kami sampai ditempat tujuan.
Aku menatap takjub halaman rumah ini, halaman yang tidak berubah bentuk dan tatanannya yang membuatku sama sekali tidak pangling, hanya lingkungannya yang sedikit berbeda, tanah kosong disebrang rumah yang dulunya dijadikan kebun bunga kini sudah disulap menjadi bangunan rumah nan indah.
Seperti baru kemarin aku berada disini berlari-lari bersama yang lain saat berkunjung kesini
Aaahhh aku bisa sedikit bernostalgia
"Turun yuk pakde" ajakku dengan orang disebelahku yang menatapku heran
"Ngelihatnya gak usah sampai kek gitu, aku gak tanggung jawab kalau sampai jatuh cinta lho yaa" aku terkekeh melihatnya gugup lalu membuang muka dariku
"Gak, aku disini saja yang punya temen kan situ" lanjutnya sambil menutup muka merahnya degan topi yang sedari tadi dipakai
"Eh aku gak bawa sopir ya tapi bawa bodyguard, jadi kalau tuan putri turun bodyguard juga ikut turun" lanjutku sambil menarik topinya
Dia hanya diam memejamkan mata dan merebahkan kursinya kebelakang mencari posisi terenaknya
"Pakdeee......" aku meneriaki namun tak digubris
"Ya sudah, langsung pulang sana aku nginep seminggu gak usah dijemput!!" Lanjutku
Buukkk
Aku menutup pintu mobil dan meninggalkannya sendirian
Aku berjalan menyusuri rumah-rumah disekitarnya dan menemukan wajah yang sudah tidak asing lagi
Mamadora.....begitu Nana memanggil ibunda tercintanya. Aku menyapanya sopan, mungkin beliau melihatku asing karna dulu saat jaman kuliah aku belumlah berkerudung, dan saat ini aku datang dengan blues santai polos kombinasi sedikit batik warna navy dengan celana skinny warna abu-abu dengan model agak cingkrang ditambah badanku yang tingginya 164cm membuatnya semakin cingkrang lengkap dengan kerudung simpel warna grey. Aku memakai sepatu balet warna navy senada dengan bluesku dengan tas kecil panjang yang santai dibahu kiriku
"Maaf bu, Nana nya ada?" Aku tersenyum melihat orang-orang yang tak berkedip menatapku
"Dari Bank mana, mbak?"
Ceileehhh....mereka mengira aku pegawai bank, ramah banget aku sebagai pegawai bank mengunjungi rumah nasabahnya. Ada kali ya pegawai bank survei hari sabtu
"Maaf bukan bu, saya teman kuliah Nana dulu" aku tersenyum dan malunya minta ampun dah..
Mereka tersenyum meminta maaf dan mempersilahkan aku masuk, beberapa menit kemudian munculah orang dari kemarin yang membuat aku tidak sabar menghitung hari menunggunya..
"Aaaaaahhhhhh besaaaaaaaannnnnnnnnn" kami saling berteriak dan berlari mendekat lalu berpelukan. Ah kita sudah drama banget dengan adegan gini, lolos uji klinis tes film india. Acaaa acaaa...
"Mana ajudanmu?" Tanya Nana saat kami sedikit berbincang mengenai kabar masing-masing
"Gak mau masuk, katanya nunggu diluar"
"Suruh masuk gih, kalau nunggu diluar ntar diculik orang lho, ajak masuk san" jawab Nana menggodaku
Aku menuruti kata Nana lalu akupun keluar bermaksud menyusul orang itu.
Menyusahkan saja ini orang, siap-siap aku seret sampai ke liang lahat kamu pakde !!
"Pakde ayo keluar" aku memasukkan kepalaku dijendela sebrangnya dan dia masih diam
"Pakde gak usah pura-pura tidur ya, jangan kek anak kecil. Aku seret kamu lho pakde!!" Dan dia masih diam tidak bergerak mendengarku
"Pakde bangun cepat!! Banyak tante-tante lewat sini lho kalau kamu diculik ntar aku pulang gimana, pakdeeeeee!!!" Kali ini aku sudah membuka pintu gak sabar dan dia tetap tidak begerak
Apa jangan-jangan mati nih orang!!
"Pakde..." suaraku pelan sambil membuka topi yang menutupi wajahnya
Dia masih terdiam, aku memandangi wajahnya, dia tersenyum tulus dalam tidurnya dan itu terlihat sangat menarik, aku tidak pernah melihat dia dengan wajah yang seperti ini. Aku masih betah melihat wajah tampannya, ya Adi cukup tampan apalagi dia sedang jinak seperti ini, makin tampan dia. Aku menikmati pemandangan ini pemandangan yang jarang sekali selama ini, rasanya baru kali ini aku paham dengan raut mukanya dia.
Deg....
Kenapa aku malah menatapnya seperti ini
Tidak!!!
Aku tidak boleh ada perasaan apapun dengan Adi. Aku menutup rapat-rapat hatiku dari lelaki. Aku hanya ingin jatuh cinta lagi dengan suamiku, aku tidak mau tersakiti lagi. Benteng pertahanan hatiku harus makin tinggi lagi saat ini. Aku tidak akan membiarkan siapapun menjebolnya. Sudah cukup aku tersakiti dengan lelaki, pada dasarnya dimaa-mana mereka semua sama.
Aku berpikir mungkin aku pergi saja karna saat ini dia benar-benar lelah. Aku masih melihat wajah langkahnya sebelum beranjak dari dudukku untuk terakhir kali sebelum aku kembali kedalam rumah Nana
"Lihatnya gak usah pake penghayatan gitu, nanti jatuh cinta sama aku lho" katanya dengan posisi tak berubah
Aku terkejut rupanya demit satu ini gak pernah tidur. Itu artinya dia juga sadar aku memelototi wajahnya. Ah monyet emang nih orang!!
"Gak bakal!!" Jawabku langsung mengalihkan muka lalu berniat turun dari mobil
Tiba-tiba tangannya menggenggam erat pergelangan tanganku
"Jangan pergi, disini saja, sebentar saja temani aku seperti ini" ucapnya sambil merem dan posisinya tidak berubah
Maksudnya apa coba
Apa orang ini mengigau? Apa perlu disiram pakai air yang banyak biar sadar. Apa perlu dipanggilkan petugas pemadam kebakaran buat menyiramnya? Sekalian siramin hatiku yang panas ini pak!! Hatiku kebakaran diduga percikan api berasal dari sengatan sikap Adi #tsaahhh
*******
#Adi pov
Aku mendengar suara langkah kaki melangkah mendekat ke arahku
"Pakde ayo keluar" suara itu....aku tersenyum dalam hati mendengarnya dan aku hanya diam
"Pakde gak usah pura-pura tidur ya, jangan kek anak kecil. Aku seret kamu lho pakde!!" Aku tetap membiarkannya, aku penasaran apa yang akan dia lakukan mengingat dia orang yang optimis dan pantang menyerah begitu saja
"Pakde bangun cepat!! Banyak tante-tante lewat sini lho kalau kamu diculik ntar aku pulang gimana, pakdeeeeee!!!" Aku ingin tertawa dan mengusap kepalanya seperti biasanya namun aku tahan
"Pakde......" suara itu makin lirih dan aku rasa saat ini dia sudah didepan wajahku seolah menemukan kebohongan disana. Aku menunggu reaksinya namun sepi..entah apa yang dia lakukan.
"Lihatnya gak usah pake penghayatan gitu, nanti jatuh cinta sama aku lho" aku bersuara tidak tahan ingin tertawa membayangkan dia yang ketakutan
"Gak bakal!!" dia menjawab dan sedikit membuatku kecewa.
Aku merasa saat ini dia sedang melototi aku dengan geramnya lalu beranjak pergi namun aku tahan sebelum dia turun dan melangkah jaub
"Jangan pergi, disini saja, sebentar saja temani aku seperti ini" ucapku lirih memohon padanya
Aku merasakan kehangatan dalam tangannya. Aku mendapat kenyamanan saat ini, perasaanku yang kacau balau bagaikan tenang seketika. Betapa dahsyatnya orang ini, hanya berdiam seperti ini saja sudah membuatku tak karuan. Aku tidak ingin melepasnya, aku ingin detik ini belangsung lebih lama
Entah bagaimana bisa dia menuruti permintaanku. Mungkin dia hanya kasihan dan mencoba membuatku tenang.
Sebenarnya dialah yang membuatku tidak tenang dan tenang kembali dengan sendirinya. Dia bagaikan racun untukku dan dia sendirilah penawar racun itu
Setelah beberapa menit kami berada dalam adegan ini, aku membuka mataku. Kudapati dia sedang melotot ke arahku
"Udah sembuh sarapnya?" Tanya dia saat aku terbangun dan melepas tangannya
"Makin parah" aku tertawa dengan sikapnya. Orang ini mampu membuatku senang dan sedih dalam waktu yang
singkat
Aku berjalan mengikuti dia dari belakang. Kupandangi punggungnya yang beranjak pergi dengan cepat. Kaki panjangnya membuat langkahku semakin tertinggal
Aku masuk kedalam rumah yang sederhana ini. Kulihat wanita bertubuh kecil seumuran Lala tersenyum kearahku dan mengulurkan tangan padaku
"Halo, ajudannya Lala ya...kenalin aku Nana teman kuliah Lala dulu" ucapnya ramah
"Adi" jawabku sambil membalas uluran tangannya
Aku memang seperti ajudannya saat ini, dia membiarkanku sendiri melihat mereka berdua bernostalgia.
Aku melihat Nana duduk dengan santainya menggunakan baju rumahan, celana pendek diatas lutut dengan kaos oblong warna putih. Aku tidak bisa membayangkan Lala yang dulu seandainya berpakaian seperti ini, entah baju apa yang digunakannya saat sebelum berkerudung. Rasanya aku ingin mencabut mata laki-laki yang sempat memandang tubuh semampainya ini dulu.
Aku tidak rela
"Dulu Lala ini jahil mas, dikos ya..aku yang tidur siang dikunci sama dia didalam kamar, abis itu ditinggal kuliah lalu dia pulang ke solo" Nana berbicara kerahku seolah memberitahuku tentang masa lalu mereka "aku sampai berteriak ke tetangga depan, kebetulan kamar kami ada dilantai dua, akhirnya ibu depanlah yang menjadi pahlawanku saat itu" lanjutnya
Aku tersenyum mendengar ceritanya.
Sudah kuduga kalau dia pasti mendapat "musuh" yang menyayangi dirinya.
Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang laki-laki dimasa lalunya, namun sepertinya aku gak sopan bertanya hal yang seperti itu, akhirnya aku mengurungkan dan menjadi pendengar setia mereka
Satu jam berlalu, aku mengajak Lala pulang karna tidak tahan dengan hawa dingin. Sebenarnya sudah sejak tadi aku mengajak pulang namun Lala masih enggan.
Melihat tubuhku yang lemas dan berkeringat baru dia mengiyakan.
Aku memang tidak tahan dengan hawa dingin dalam kurun waktu yang lama, entah kenapa aku juga tidak tahu.
"Jaga sahabatku ya mas" ucap Nana saat bersalaman denganku yang kujawab dengan senyuman
"Kalau peresmian undangan jangan lupa jauh-jauh hari aku dikabari" ucap Nana kembali kearah kami berdua saat didepan pintu
Aku dan Lala sudah berada dalam mobil perjalanan pulang. Kali ini aku akan melewati tengah kota sekalian mencari makan karna jam sudah menunjukkan makan siang
Kami hanya berdiam dengan pikiran masing-masing, hanya suara musik yang mengisi diam kami
"Lapar gak?" Aku memulai pembicaraan
"Banget" jawabnya
"Pantesan diam" aku tertawa melihat kepolosannya "makanan disini yang enak apa?" Lanjutku
"Nanti depan kampus UGM ada tempat makan enak, lurus aja" jawabku
"Gak mau, kamu bernostalgia disana kok. Cari tempat lain"
"Sebrang pasar depan itu, ada tempat makan sederhana tapi gak kalah enak"
"Males, nostalgia lagi"
"Yasudah, pulang dan makan dirumah, ya!!!" Jawabnya ketus
Aku tertawa kencang melihat ekspresinya
"Aku gak mau makan di daerah sini, nanti ada yang bernostalgia lagi" jawabku
"Ya makanya cepetan pulang, makan dirumah saja"
Makanan di Jogja kebanyakan manis dan aku kurang suka. Aku akan berhenti dikota antara Jogja - Solo, disana ada tempat makan spesialis kepiting, favorit kami.
Sepanjang perjalanan di Jogja, Lala menceritakan banyak hal tentang kota ini, dulunya seperti apa, tempat mana saja yang ramai dan yang sepi, kejadian apa saja yang terjadi saat dia menetap disana. Aku hanya mendengarkan dan sesekali menggodanya dengan kata "nostalgia". Karna aku tahu kota ini banyak kenangan dia bersama mantannya. Aku hanya ingin dia melupakan semua tentang itu
Akhirnya kami sampai dirumah makan special kepiting, tempat ini memang sangat terkenal. Siang ini tempat ini sangat ramai pengunjung, bahkan hanya sekedar parkir mobil saja kami harus berjalan hampir satu kilo
"Gila, kalau gini ceritanya nanti habis makan balik ke mobil aku lapar lagi, pakde" kata Lala yang membuatku tertawa. Gadis ini selalu jujur menjadi dirinya sendiri
"Terus gimana? Makan apa kita?" Tanyaku cepat
"Jalan saja pakde, toh nanti didepan juga ada yang jual makan" jawabnya santai
Aku menginjak gas mobil sebelum tukang parkir mengarahkan mobil kami. Perjalanan dimulai lagi, dan sepanjang itu Lala selalu menunjukkan padaku tempat makan lainnya. Kadang aku tidak suka menunya, kadang aku ragu dengan tempatnya, sampai lama dan selalu begitu
"Sudah pulang aja, makan dirumah" jawabnya kesal
Aku hanya diam dan melanjutkan mengemudi. Aku mendengarkan suara musik yang dari tadi berisik.
Aku menengok ke arah Lala dia sedang duduk tenang dan memalingkan wajah dariku, mungkin dia tidur.
Beberapa menit berlalu dan dia masih dengan posisi seperti itu
"La, kamu tidur?" Tanyaku menatap ke arahnya
Dia diam tidak bergerak
"Lala"
Masih diam juga
"La, jangan tidur dong, aku kek bawa emak-emak habis joging La" aku menggoyangkan bahu kanannya
"Perutku sakit" dia menengok ke arahku
Astaga!!!
Kenapa anak ini?? Wajahnya pucat dan keringatnya banyak sekali.
"Kamu kenapa, La?" Tanyaku gugup dan takut campur aduk jadi satu
"Masuk angin mungkin pakde, aku kalau telat makan kek gini" jawabnya lirih
Deg..
Apa yang aku lakukan.
Aku membuat anak orang jadi seperti ini. Aku sungguh tidak tahu menahu kalau Lala punya maagh dan akan kambuh kalau telat makan. Aku tidak tega melihatnya merintih memegangi perutnya sementara saat ini kami sedang melewati persawahan desa dan tidak menemukan satupun tempat makan
"Apanya yang sakit?" Aku ketakutan melihatnya
Aku menyesal kenapa tadi tidak menurutinya untuk makan ditengah kota.
"Kepalaku pusing, mual rasanya"
"Kek orang hamil saja" aku menggodanya bermaksud agar dia melawanku dan sedikit melupakan rasa sakitnya
"Sini aku pijit kepalanya" aku mengulurkan tangan kiriku kebelakang lehernya
Jika dia sehat mungkin dia akan melempar tanganku yang menyentuhnya. Kali ini dia hanya diam tak melawan.
Astaga.....dia benar-benar sakit
Aku memijit leher belakangnya yang masih tertutup rapi dengan kerudungnya. Dalam hati aku mengumpat diriku sendiri
Celaka kau Adi!! Berniat merebut hatinya malah membuat dia terkapar seperti ini
Dia akan membuat perhitungan denganmu!!
Aku terus menyetir dengan satu tangan dan tangan lainku masih dikepala Lala
Dia sudah tidur, ini lebih baik karna dia bisa melupakan rasa sakitnya
Aku menyentuh keningnya yang basah oleh keringat. Suhu tubuhnya dingin
"Aku tidak akan membuatmu menderita La, aku akan menjagamu. Mungkin saat ini aku gagal, nanti tidak akan ku ijinkan diriku gagal lagi. Maafkan aku...." aku mengucap lirih mengusap kepalanya
"Aku sayang kamu La....." lanjutku
Beberapa menit kemudian aku sudah sampai di daerah yang ada pasar tradisional dipinggir jalannya.
Aku memutuskan berhenti dan mengisi perut disana. Tak kuhiraukan diriku, saat ini yang terpenting adalah Lala
Aku membangunkannya dan mengajaknya turun ketempat makan didepan kami
Kami memesan nasi soto ayam dan minuman hangatnya. Tidak lama kemudian datanglah makanan yang kami pesan.
Kupikir dia akan melahap makanan didepannya mengingat dia sedang kelaparan, namun aku salah. Dia hanya menyuapkan beberapa sendok kedalam mulutnya
"Tumben dikit, katanya lapar?" Tanyaku
"Perutku mual, kalau diisi banyak nanti malah keluar semua. Yang penting sudah tidak kosong lagi, biar lambungku ada kerjaan" jawabnya terkekeh
Aku tersenyum melihat dia sudah bisa tertawa lagi meski masih sedikit pucat. Aku sungguh tidak ingin melihat kejadian seperti tadi lagi, aku takut.
Aku mengajaknya pulang karna hari sudah semakin sore.
Tiba-tiba girang sekali melihat penjual durian berjejeran didekat parkiran mobil. Ya salah satu makanan favoritnya adalah buah terkutuk yang sangat aku benci ini
"Pakde aku mau beli itu" katanya dengan wajah berbinar dan lari mendekat kearahnya
Dia tahu aku membenci buah musiman ini dan dia menggodaku dengan menyodorkan kearahku
"Aku gak mau mobilku bau durian, makan disini atau lupakan durian hari ini" kataku tegas
Sebenarnya aku tidak takut dengan bau menusuknya, hanya tidak suka memakan buahnya. Namun jika menciumnya dalam waktu lama aku akan benar-benar muntah
Akhirnya aku hanya duduk menemaninya menghabiskan beberapa buah durian. Duduk beralaskan tikar dibawah pohon rindang dipinggir jalan. Hal yang tidak pernah ku lakukan sebelumnya
Aku melihat rona bahagia diwajahnya, semangatnya melahap buah itu membuat mulutnya berantakan yang tak ia sadari.
"Jangan belepotan kek anak kecil gitu" aku mengusap mulutnya dengan tisu
Dia hanya nyengir menatapku dan melajutkan aktivitasnya
Aku bahagia sekali melihatnya.
Teruslah seperti ini La...
Selalu tersenyum bahagia. Menjadi dirimu sendiri dan apa adanya
Gadis sederhana dengan sejuta pesona, aku akan menjaganya.
Ibarat berlian yang langka yang hanya kumiliki seorang.
Tetaplah bersamaku.....
Aku sayang kamu, Lala...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top