#22

Semakin kamu meyakinkan.
Semakin semesta membuatku ragu.

-setiase-

Angkasa melirik sekilas ke arah Antara lewat kaca spion. Sejak dari UKS, gadis itu tidak banyak bicara seperti biasa. Tatapan Angkasa kemudian beralih kepada tangan Antara yang berada di kedua sisi pinggangnya. Dengan mata yang kini sudah fokus pada jalanan, ia menarik sepasang tangan mungil gadis itu agar berpegangan lebih erat. Mengusap lembut perlahan sebelum tangannya sendiri kembali memegang stir motor.

"Nggak mau makan dulu?"

"Langsung pulang aja, Kas."

Angkasa mengangguk, sekali lagi sambil melirik ke arah Antara yang mengamati jalanan. Setelah sampai di depan rumah gadis itu, Antara segera turun dan melepas helmnya. Ia merapikan rambutnya sebentar sebelum mengacungkan tangan pada Angkasa yang kini sedang menatapnya.

"Salim dulu dong."

Angkasa tersenyum dan mengamit tangan kanan gadis itu, "Pulang dulu ya ibu negara."

"Hati-hati ya, awas kalo beneran balapan!"

"Nggak."

"Ya udah sana balik."

Antara terdiam, matanya berkedip menatap Angkasa yang bukannya pulang malah justru mematikan mesin motornya. Gadis itu mengerutkan alis heran saat Angkasa justru bersedekap dan melemparkan tatapan tajam yang selalu berhasil mengintimidasi lawan bicaranya.

"Kamu kenapa?"

"Lo yang kenapa?" tanya balik Angkasa membuat alis Antara semakin bertaut.

"Lah, kan aku nanya kamu, kok malah dibalikin pertanyaannya."

"Daritadi diem terus, ada apa?"

"Yaaa," Antara berpikir sebentar. "Ya pengen diem aja, kenapa sih emang?!"

"Gue ada salah ya?"

"Nggak ada."

"Yakin?"

"Angkasa," Antara tersenyum manis. "Pokoknya tenang aja, aku percaya sama kamu."

Setelah itu ia melambaikan tangan dan segera berlari menuju pintu gerbang. Sebelum menutup pintu, ia melemparkan ciuman jauh pada Angkasa yang masih terdiam. Hingga pada akhirnya, Angkasa mengerjap saat gadis itu sudah hilang di balik gerbang bewarna hitam yang kini telah menutup sempurna.

Ada yang salah ya?

___

Antara yang sedang menatap layar laptop sambil memakai masker wajah itu kini menoleh saat pintunya dibuka dari luar. Gadis itu memicing kesal saat melihat Jesi bukannya langsung masuk justru hanya berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka lebar. Kan selain mengganggu konsentrasi, juga membuang-buang udara dari AC kamarnya!

"Kenapa sih?"

"Emm, Tar."

"Kenapa? laper lo?"

Jesi menggeleng, "Ada tamu."

Antara langsung melepas sheetmask yang ia pakai dan membuangnya ke tempat sampah. Sebelum akhirnya buru-buru menatap cermin untuk merapikan rambutnya yang berantakan. Merasa sudah tidak ada masalah dengan penampilannya, gadis itu berbalik dan menghampiri Jesi yang masih berdiri di tempat semula.

"Angkasa kan?"

"Mama lo, Tar."

Gadis itu menghentikan langkahnya, raut mukanya pun langsung berubah saat mendengar siapa yang datang. Antara terdiam cukup lama sebelum akhirnya menarik nafas lumayan panjang. Dengan senyum terpaksa, gadis itu mengangguk dan berjalan melewati Jesi yang kini memutuskan untuk tetap berada di kamar Antara. Memberikan gadis itu ruang untuk bicara berdua dengan ibunya.

"Ada apa?"

Wanita dengan rambut coklat bergelombang itu menoleh saat suara Antara memecah keheningan ruang tamu rumah itu. Sudah lama ia tidak melihat gadis cantik kesayangannya yang sangat manja. Gadis yang sama sebelum pada akhirnya kesalahannya sendiri mengubah banyak hal, mengubah gadis itu menjadi manusia asing.

"Kamu apa kabar?"

"Baik."

"Sudah makan, Ta?"

"Belum."

Wanita itu mengangguk, "Mama barusan kirim uang bulanan lagi ke ATM kamu, dipake baik-baik ya."

"Makasih."

"Galista,"

Gadis itu mendongak, matanya bersitatap dengan mata coklat yang sejujurnya juga ia rindukan. Antara sekilas mengamati wanita cantik yang menggenakan setelan kantor di hadapannya dan membuat ia menarik kesimpulan bahwa mamanya lembur malam ini.

"Mama kangen sama kamu, kenapa nggak main ke rumah?"

"Rumah Galista kan disini, main kemana lagi?"

Wanita itu terdiam sebentar, "Galista, kita sudah punya keluarga lain, dan keluarga kita nungguin kamu pulang."

"Galista udah pulang Ma, Galista selalu pulang."

"Mau sampai kapan kamu disini sayang?"

"Sampai kapanpun, ini tetap jadi rumah Galista."

Wanita itu menghela napas pasrah, anaknya memang selalu keras kepala. Perlahan ia tersenyum dan mengangguk, mencoba memahami bahwa Antara masih butuh waktu. Entah sampai kapan, ia akan tetap menunggu anaknya bisa kembali seperti dulu.

"Oiya, Elang nggak kesini? dia selalu jagain kamu kan?"

"Galista udah punya pacar."

Mamanya terkejut sesaat, "Siapa?"

"Bukan urusan mama."

"Kapan-kapan kenalin ke mama ya, kenalin ke ayah kamu juga."

"Ma, udah malem." Antara melirik jam dinding ruang tamu dengan maksud untuk mengusir mamanya sendiri.

"Ini mama bawain makanan, dibagi sama Jesi juga." Wanita itu bangkit dari duduknya. "Kalo gitu, mama pulang dulu ya, kamu baik-baik disini, kalo ada apa-apa kabarin mama ya Ta."

"Iya."

"Malam Galista."

Antara tidak menjawab dan hanya tersenyum tipis saat mamanya melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam mobil. Gadis itu buru-buru menutup pintu dan kembali duduk di kursi ruang tamu sambil mengamati bingkisan besar yang dibawa mamanya. Perlahan ia menarik lengan bajunya dan mengamati bekas jahitan di tangannya yang sudah memudar dari lama.

"Tar,"

Gadis itu mendongak, "Apa?"

"Are you okay?"

"Of course," Antara tersenyum pada Jesi yang kini sudah duduk di sampingnya.

"Mau jalan-jalan?"

"Kemana?"

"Kemana aja, terserah lo mau kemana." Jesi mengacungkan kunci mobilnya di depan wajah Antara. "Atau nyamperin Angkasa?"

"Gue coba telfon dulu ya, nanya dia dimana."

"Sok atuh." Jesi mengangguk dan memilih berkutat dengan ponselnya sendiri.

4 panggilan tak terjawab : Angkasa

"Halo?"

"Kemana aja sih?"

"Santai dong mas pacar, tadi masih ada mama. Tumben nelfon sampe 4 kali? kangen apa gimana sih?" Antara tertawa sebentar.

"Mau izin nih."

"Izin apa? Mau berantem ya?!"

"Bukan, gue izin futsal ya, boleh?"

"Boleh lah, pulangnya hati-hati ya! btw, tumben pake izin segala?"

"Ya siapa tau nyariin."

"Pede boros! aku juga mau keluar nih sama Jesi."

"Kemana?"

"Jalan-jalan aja."

"Ya udah, bajunya yang bener, gue tutup ya."

Belum juga Antara menjawab, sambungan sudah diputus oleh Angkasa. Gadis itu merebut kunci mobil yang di bawa Jesi dan bangkit dari duduknya.

"Yuk keluar."

"Kemana?"

"Cari ice cream mau?"

Jesi tersenyum dan menarik lengan gadis itu keluar rumah, "Gas lah kalo itu."

***

Hari ini adalah salah satu hari yang membuat Antara semangat bangun pagi. Belum juga matahari terbit, gadis itu sudah berkutat di kamar mandi. Alhasil meskipun masih sangat pagi, ia sudah sibuk di depan meja rias untuk mengeringkan rambut dan bersiap dandan. Jangan melupakan bahwa hari ini ia akan seharian bersama Angkasa, entah kesurupan apa sampai cowok itu mengajaknya, Antara juga tidak tau.

"Selamat pagi dunia!"

Jesi yang sedang duduk di meja makan dengan muka bantalnya spontan tersedak sereal, "Lo kesambet apa gimana, sinting lo libur-libur udah siap kayak mau pergi?"

"Emang mau pergi."

"Aelah gue tau nih," gadis itu menyendok lagi serealnya sambil mencibir. "Dahlah yang punya pacar mah bebas."

"Makanya balikan sana!"

"Dih males banget."

"Halah bilangnya males padahal masih sayang."

Jesi melirik kesal Antara yang kini duduk di depannya, "Ma.les."

Ting tong

"Tuh, sana buruan."

"Pergi dulu ya!" Antara mencium Jesi yang langsung menggosok kasar pipinya sendiri. "Bau lo, mandi sana!"

"Diem ya lo!"

Gadis itu tertawa dan buru-buru membuka pintu. Namun senyumnya pudar saat justru mendapati Elang berdiri di depan rumahnya, siap dengan pakaian olahraga. Antara ikut mengerutkan dahi saat Elang juga menatapnya dengan pandangan heran.

"Mau kemana?"

"Mau jalan sama Angkasa, lo sendiri ngapain disini?"

"Nggak jadi," Elang menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Mantan ada?"

Antara spontan menahan senyum dan menatap jahil ke arah cowok itu, "Masuk aja, tuan puteri masih sarapan."

Tin

Kedua manusia itu menoleh saat suara klakson memotong pembicaraan mereka. Angkasa ada disana, dengan baju hitam dan jaket jeansnya yang selalu terlihat pas di tubuhnya yang tegap. Cowok itu pun perlahan membuka kaca helm dan melempar tatapan bergantian ke arah Antara dan Elang.

"Pergi dulu ya, baik-baik sama Jesi, awas aja sampe nangis."

Antara melambaikan tangan pada Elang yang hanya mengedikkan bahunya acuh dan memilih masuk ke dalam rumah. Gadis itu menghampiri Angkasa yang kini mengamatinya.

"Ngapain Elang kesini?"

"Nyamperin Jesi lah."

"Kayaknya bukan."

Antara menggeleng, "Nggak usah mikir macem-macem deh, yuk berangkat."

"Sini gue bantu."

Angkasa menarik gadis itu agar mendekat untuk membantunya mengaitkan helm. Setelah terkait sempurna, Angkasa menepuk pelan kepala gadis itu dari luar helm sambil tersenyum tipis.

"Jelek banget lo hari ini."

"Ih! dimana-mana tuh cowok muji pacarnya cantik, ini jahat banget."

"Coba ngaca."

"Bodo amat, sirik!"

Angkasa menarik sudut bibirnya dan menunggu Antara duduk dengan nyaman di boncengan motornya. Setelah dirasa siap, Angkasa menepuk pelan tangan Antara yang bertaut di pinggangnya sebelum menyalakan motor dan mengendarainya menjauh dari rumah gadis itu.

"Mau sarapan apa?"

Antara maju sedikit, "Nasi kuning mau?"

"Siap ibu negara."

Dan disinilah mereka sekarang, duduk bersampingan di tempat penjual nasi kuning pinggir jalan. Antara yang sedang sibuk makan menoleh saat merasa Angkasa mengamatinya.

"Nih tisu."

"Kenapa?"

"Belepotan tuh," Angkasa menunjuk sudut bibir Antara yang justru membuat gadis itu memajukan wajahnya.

"Bersihin dong."

"Jangan manja."

"Biar romantis gitu!"

Antara mendecih saat melihat Angkasa yang sudah berkutat kembali dengan makanannya tanpa mengalihkan pandangan. Memang sengaja menunjukkan bahwa ia sedang sibuk makan sehingga tidak bisa membantu Antara.

"Lama banget perasaan makan doang."

"Diem deh, banyak nih porsinya!" Antara menyisir rambutnya sekali lagi ke belakang telinga agar tidak terjatuh saat ia makan.

"Mau disuapin?"

"Kamu mau?!"

"Nggak sih."

Jawaban Angkasa langsung dihujani pelototan dari Antara yang kini kembali menyisingkan anak rambutnya dan fokus pada makanan. Angkasa pun memutuskan mendekat dan menggenggam rambut gadis itu dengan tangannya agar tidak terjatuh lagi.

"Ribet."

"Makasih mas pacar."

___

"Angkasa capek banget!"

Kini keduanya sudah berpindah tempat ke salah satu pusat perbelanjaan besar di kota. Sebenarnya Antara yang memaksa cowok itu kesini karena ia tiba-tiba ingin minum boba sekaligus main timezone. Angkasa berbalik dan menatap gadis cantik itu dengan wajah datar. Antara tidak peduli, ia duduk sambil meluruskan kakinya di eskalator, mengabaikan pandangan orang-orang yang berpapasan dengan mereka di eskalator sebelah.

"Bangun, dilihatin tuh."

"Capek banget."

"Suruh siapa main terus."

Angkasa menarik tangan gadis itu agar berdiri dan mengajak Antara duduk di salah satu kursi di dekat sana. Antara memejamkan matanya sebentar sambil mengipasi dirinya sendiri dengan tangan.

"Giliran bikin onar nggak capek," Antara membuka matanya saat merasakan sapu tangan Angkasa bergerak di atas keningnya.

"Jadi nonton nggak?"

"Gendong ya?" bujuk gadis itu membuat Angkasa menghembuskan nafas pelan.

"Malu dilihatin orang, Tar."

"Tapi lemes akunya."

"Di gandeng aja ya," Angkasa mengulurkan tangannya dan membuat Antara semangat bangun.

Cowok itu mengaitkan jari-jarinya di antara milik Antara dan berjalan menuju bioskop yang ada di sana. Setelah memesan tiket dan membeli camilan, mereka berdua masuk dan duduk bersampingan di dalam sana untuk pertama kali. Angkasa menoleh dan tersenyum saat melihat Antara sedang memejamkan matanya sambil komat kamit.

"Lo ngapain sih?"

"Sumpah demi apapun diem dulu deh sayang, aku lagi baca doa."

Angkasa menggeser duduknya agar lebih leluasa menatap gadis itu, "Takut ya lo?"

"Husss diem dulu."

"Kenapa sih?"

Antara membuka matanya lebar-lebar, "Asal kamu tau ya! aku bisa kebayang seminggu penuh kalo liat film horor, kamu jangan malah ngeledek dong!"

"Ya namanya takut."

"Bukannya takut, cuma nggak berani aja." Antara melirik bangku sebelahnya yang kosong dengan muka was-was, "Angkasa tuker tempat dong."

"Ya udah sini."

Antara sedikit tenang saat sudah bertukar posisi dengan Angkasa. Cowok itu sampai menggeleng heran melihat kelakuan Antara. Murid bandel sekolah yang tidak takut dengan guru manapun itu justru nyalinya berubah ciut seketika saat dihadapkan dengan film horor. Hei, ini kan cuman film padahal.

"Mampus mampus."

Lampu sudah dimatikan dan Antara mulai mengikis jaraknya dengan Angkasa saat melihat layar mulai menampilkan awalan film yang mereka tonton.

"Angkasa, takut."

"Ada gue."

___

Antara memasukkan sesuap sushi ke mulutnya dengan wajah cemberut. Niat mau tidur saat nonton tadi, Angkasa malah menahan matanya agar terus terbuka. Bahkan saat Antara sengaja menutup wajahnya dengan tangan, justru dengan sengaja pula Angkasa menarik tangan gadis itu dan digenggamnya erat. Sampai saat Antara sembunyi di lengan Angkasa, cowok itu dengan kurang ajar justru mendorong jidatnya agar menjauh.

"Jahat banget sih!"

"Ya rugi beli tiket, filmnya nggak ditonton."

"Kan aku takut!"

"Biar berani."

"Mana ada konsep kayak gitu! ngeselin banget."

Angkasa tersenyum lagi, "Ya udah maaf ya, Tara."

"Bodo! marah aja lah aku."

"Maaf sayangg."

"Miif siyinggg."

"Ngeselin," Angkasa mengacak asal rambut gadis di sampingnya yang masih sibuk mengunyah.

Cowok itu pun memilih berkutat dengan ponselnya karena Antara sejak tadi yang bertugas menyuapinya makan. Alhasil kedua tangannya yang digunakan untuk menjaili Antara jadi tidak punya kerjaan lain selain itu.

Antara melirik Angkasa, mengamati cowok di sebelahnya dengan teliti. Sebenarnya dia sering ragu, apakah memang dia sedang bermimpi menjadi pacar Angkasa? Angkasa yang sama dengan yang dulu mati-matian menghindarinya. Antara perlahan tersenyum, ia percaya pada Angkasa, dan haruskah gadis itu menceritakan yang sesungguhnya sekarang?

"Angkasa,"

"Hmm?"

Gadis itu tidak sengaja melirik ponsel Angkasa saat pesan dari seseorang muncul di layar. Setelah melihat Angkasa mengetikkan balasan, gadis itu kembali menyodorkan sushi ke arah Angkasa yang kini beralih menatapnya. Sepertinya ia mengurungkan niatnya untuk bercerita.

"Mau kemana habis ini?"

"Pulang aja deh."

"Beneran?"

Antara memasukkan suapan terakhir ke dirinya sendiri sambil mengangguk, "Aku mau mandi, gerah."

"Ya udah."

Setelah membayar makanannya, mereka berdua memutuskan untuk pulang. Angkasa sekali lagi melirik Antara yang sedang bersenandung di belakangnya dengan wajah cantik seperti biasa. Bahkan sampai depan rumah gadis itu, Angkasa sendiri tidak sadar berapa kali ia melirik kaca spion hanya untuk mencuri pandang pada senyum Antara.

"Hati-hati pulangnya."

"Buruan masuk."

Antara menggerakkan tangannya seolah mengusir. "Kamu dulu sana pulang."

"Ya udah, gue pamit ya."

"Bye pacarnya Antara!"

Angkasa melepas helm dan menarik tangan gadis itu agar mendekat. Dengan sekali gerakan, ia perlahan mendekatkan bibirnya ke pipi kanan gadis itu dan mendaratkan kecupan singkat disana. Tanpa memundurkan wajahnya, Angkasa berbisik di telinga Antara lumayan pelan.

"Love you."

***

Tanpa Angkasa sadari, Antara sempat tidak sengaja dengan jelas membaca balasan pesan cowok itu entah pada siapa. Dan Antara sedang bingung dengan pertanyaannya sendiri.

___

Selamat dini hari kawan-kawan online ku! maaf ya lagi sibuk magang, jadi puyeng akunya. Selamat membaca! tenang, masih belum tanggalnya kalian jantungan.

-setiase dengan mata yang tinggal 5watt














Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top