#15

Perlu kamu tau,
bahwa aku memang seegois
itu dalam hal kepemilikan.

-setiase-

***

"TAR!"

Lamunan gadis itu seketika buyar saat Jesi berteriak, "Bisa nggak sih nggak usah teriak deket kuping Jes?!"

"Ya lo nyet! daritadi diajak ngomong  malah bengong."

"Udah ah mau ke lapangan gue!" Antara menyambar topinya dengan kesal dan meninggalkan Jesi yang buru-buru menyusul gadis itu.

"Tungguin lah!"

"Lama banget," Antara berbalik sebentar. "Udah lari lama, lupain Elang juga lama!"

"Mulut!"

Gadis itu tertawa, "Fakta kan?"

"Jangan ngada-ngada ya lo, jadi gosip lagi ntar."

Jesi yang sudah berdiri di samping Antara langsung menarik gadis itu menuju lapangan. Mencari tempat paling belakang agar tidak terlalu panas. Selain itu juga untuk menghindari murid-murid perempuan yang sudah berbisik saat sahabatnya ini berteriak soal Elang.

"Bu bos!"

Antara menoleh dan tersenyum saat melihat gerombolan Angkasa mulai mendekat, "Hai Raf! Hai pacar!"

"Tumben udah disini duluan?"

"Biar dapet tempat belakang," kini Jesi yang menjawab pertanyaan Rafa.

"Udah sarapan?"

Semua hening, pertanyaan itu terlontar dari mulut Angkasa yang jelas-jelas ditujukan pada Antara. Sedangkan gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban, untung tidak ada yang sadar kalau pipinya mulai memerah. Angkasa mah sukanya mendadak emang!

"Sini berdiri samping aku," Antara menarik cowok itu agar berdiri di sebelahnya.

"Udah sarapan, Raf?"

Rafa menoleh pada Arka yang bermaksud menirukan Angkasa. "Belum sayang, nanti kalo aku pingsan gendong ya."

"Amit-amit!"

"Durhaka lo sama pacar," Arka menepis tangan Rafa yang sudah merangkul pinggangnya.

"Berisik."

"Eitss, Mas Elang nggak cemburu kan sama pasangan tetangga? kok keliatannya dari tadi emosi."

"Elang emosi gara-gara punya temen kayak kalian!" Darel membenarkan posisi topinya dan melirik sekilas kearah Rafa dan Arka yang sekarang gantian merecokinya.

Upacara hari ini berjalan seperti biasa, ditemani terik matahari dan amanat pembina upacara yang selalu panjang lebar dan terkesan diulang-ulang. Antara sejak tadi mengipas-ngipaskan tangannya dan menoleh ke arah Jesi yang barusan memutuskan untuk berjongkok.

"Ada guru nyet."

"Bentar doang, Tar. Capek banget gue asli."

"Lang," Antara berbisik memanggil Elang yang berdiri di depan Angkasa. "Mantan lo capek nih nungguin lo ngajak balikan."

Jesi mencubit pelan betis gadis itu, "Mulut nggak lulus SD apa gimana?"

"TK aja belum."

"Nggak bisa ya Jes, Mas Elang sudah sama aku sekarang," Rafa yang tadi menarik-narik rambut Darel menoleh dan menuding ke arah Jesi.

Antara tertawa dan sekali lagi mengusap keringatnya yang mengucur. Sebenarnya dia ingin jongkok seperti Jesi, tapi kan sayang. Tumben-tumbenan nih Angkasa mau berdiri di sampingnya. Dan nggak mungkin kan dia menyia-nyiakan kesempatan deket-deket sama calon pacar?

"Panas kan,"

Angkasa tiba-tiba sudah melepas topi dan meletakkan benda itu tepat di depan Antara, sengaja menutupi gadis itu dari sorotan sinar matahari. Melihat ini, Antara yang awalnya kaget perlahan menoleh dan mendapati Angkasa yang juga menatap ke arahnya.

"Kok aku baper gini aja?" gadis itu memasang tampang cemberutnya. "Yah! jadi kamu dong yang kepanasan, udah keringetan juga nih."

Kalau boleh jujur, ini gue udah mau pingsan!

Sumpah, gue rasa resep ganteng yang dipake Angkasa kelebihan sih ini.

"Nggak papa."

"Bener ya kata orang, kalau beberapa impian itu pasti terwujud."

Angkasa terdiam dan hanya melihat sekilas Antara yang masih melemparkan senyum manisnya, "Dulu aja aku ngemis-ngemis, caper sana sini biar bisa deket kamu, eh sekarang malah diperhatiin kayak gini. Usaha nggak menghianati hasil kan, Kas?"

"Iya."

Cowok itu melirik teman-temannya yang sudah menoleh ke arahnya, termasuk Elang dan Darel yang berada di barisan depan. Jangan tanya bagaimana Rafa dan Arka, kedua manusia laknat itu sudah sejak tadi berlagak menirukan Angkasa. Kembali melirik Antara yang masih tersenyum, Angkasa kemudian melemparkan tatapan tajam pada teman-temannya.

"Lihat depan sana."

Angkasa lalu menoleh ke arah Arka dan Rafa, "Kalian juga."

"EHEM! aduh encok nih kaki gue jongkok mulu, tapi kalo berdiri juga nggak baik buat kesehatan mental gue!"

***

Kerjaan geng Angkasa kalau bukan tidur di kelas ya bolos. Dan sekarang, mereka sepertinya sedang menjalankan pilihan yang kedua. Duduk-duduk di pinggir lapangan sambil mencari udara segar. Angkasa bersama gitar kesayangannya sudah memainkan beberapa lagu bersama Arka sebagai penyanyinya. Elang yang memilih bermain game bersama Darel duduk di samping Rafa. Bocah itu sedang asik pesta kuaci dan menghabiskan segelas es jeruk nipisnya, ini sudah gelas kedua.

"Eh!!! Bu bos tuh!"

Angkasa menoleh ke arah yang ditunjuk Rafa. Benar saja, gerombolan kelas Antara baru saja memasuki lapangan. Dan di antara murid perempuan lainnya, ia melihat gadis itu berjalan di samping Jesi sambil sesekali tertawa.

"Wehh ada bu mantan juga."

"Ampun deh, kalau gue punya pacar kayak mereka berdua, nggak bakal gue selingkuh!" timpal Arka yang sudah berhenti menyanyi sejak tadi.

"Sebelum lo jadi pacar salah satu dari mereka, udah mati duluan lo, Ar."

Cowok itu menoleh pada Darel, "Jesi aja deh kalo gitu, kan si bapak itu udah nggak mau kayaknya."

"Aku tidak ikut-ikut!" Rafa kembali menggigit kuacinya dan mengedarkan pandangan. "WAH! Pak bos! ada yang ngelihatin bu bos tuh!"

"Kelihatan kecilnya tukang ngadu nih bocah."

"Jangan gitu Ar, ini tandanya gue menjalankan tugas dengan baik."

Angkasa mengabaikan perdebatan teman-temannya dan melihat beberapa siswa yang memang sedang memperhatikan Antara. Gadis itu sedang berdiri membawa bola basket sambil menunggu giliran. Tidak bisa dipungkiri, Antara memang cantik, apalagi dengan rambut yang sengaja diikat tinggi dan seragam olahraganya yang tidak selonggar murid lain, gadis itu pasti menarik perhatian kaum-kaum seperti mereka. Tapi entah kenapa, Angkasa jadi was-was sendiri, padahal dulunya dia biasa saja.

"Masih di pantau ya bos?"

"Bau-bau malaikat maut nih," Darel yang baru saja meletakkan ponsel ikut menimpali.

"Arka siap membantu jika terjadi huru hara!"

Elang mengangkat sudut bibirnya sambil menggeleng heran, "Habisin udah."

"Tuh tuh waktunya bu bos kita nih!"

Sontak semuanya menatap Antara yang saat ini sudah melangkah ke depan. Gadis itu tidak terlihat kesusahan dan segera menyelesaikan aba-aba yang diberikan guru. Menangkap kembali bola yang tadi dimasukkannya ke ring dan melemparkannya ke murid lain. Gadis itu melangkah ke barisan seberang, tepat berjarak hanya beberapa meter dari siswa-siswa yang tadi mengamatinya.

Di lain sisi, Antara beberapa kali mengabaikan panggilan dari kakak kelas di belakangnya. Karena lama-lama risih juga, gadis itu berniat menjauh dari sana dan duduk di antara gerombolan murid yang menunggu giliran. Baru saja ingin beranjak, perhatian gadis itu teralihkan saat Angkasa tiba-tiba berjalan ke arahnya dari sudut lapangan. Dia bahkan sampai tidak sadar ada Angkasa?! udah cantik belum ini?!

"Kamu kok disini?"

Angkasa melirik gerombolan tadi sebelum menatap Antara, "Pindah sana."

"Ini juga mau pindah, kamu nggak ada kelas?"

"Bolos."

"Ya udah balik lagi sana, kelas aku belum selesai nih, nanti aku kesana."

"Tara,"

"Kenapa sayang?" tanya gadis itu sambil bergumam dalam hati bahwa ia menyukai saat Angkasa memanggilnya selembut itu.

Angkasa mendekat dan berbisik, "Gue nggak pernah suka bagi-bagi."

"Eh?"

"Gue mau lepas baju, hadep sana."

"Ha? ngapain? jangan gila kamu! Lagi banyak yang ngelihatin!"

"Hadep sana."

Antara menurut saja dan menghadap teman-temannya yang saat ini sedang berbisik-bisik, ada juga yang curi-curi pandang dan langsung mengalihkan pandangan saat Antara melemparinya tatapan tajam. Gadis itu berusaha untuk fokus dan mengamati Jesi yang sudah menerima lemparan bola dari murid absen sebelumnya.

"Eh mata lo dijaga! cowok gue nih!"

Teman sekelas Antara menyoraki gadis itu, "Emang udah ditembak, Tar?"

"Kepo aja lo setan! hadep sana ah!"

"Yaelah Tar, orang cuma kelihatan punggungnya doang."

Antara tetap bersikeras, "Lo nggak tau kalo tangan dia aja udah ganteng?! Nggak boleh pokoknya!"

"Udah."

Gadis itu langsung menoleh pada Angkasa yang saat ini sudah kembali menggunakan kemejanya. Kaos putih yang tadinya ia pakai di dalam seragam kini sudah beralih ke tangannya. Sontak bau parfum maskulin menguar dengan lancang saat Angkasa mendekatkan benda itu ke arah Antara.

"Mumpung belum keringetan, pake nih."

"Lah, kan aku udah pake baju?"

Angkasa terus menatapnya, "Kan gue udah bilang nggak suka bagi-bagi."

"Ya udah sini,"

Antara mengambil kaos itu dan segera mengenakannya di luar baju olahraga. Untung kaos Angkasa bahannya adem, kalo tebel bisa mati kegerahan dia sekarang. Gadis itu menunduk melihat tubuhnya saat kaos milik Angkasa sempurna menutupi semua bentuk.

"Udah kan?"

"Makasih."

"Tapi jelek banget bentuk aku jadinya, tadi padahal mau foto gara-gara lagi kembaran sepatu sama Jesi."

Angkasa tersenyum, "Lo lagi jelek aja gue nggak lihat kemana-mana daritadi."

"Ih apaan sih! aku nggak mau ya pingsan di tengah lapangan!" Antara meloloskan senyum manisnya sekali lagi.

"Gue rasa, yang barusan gue juga nggak mau bagi-bagi."

"Apanya?"

"Pergi dulu ya," Angkasa mengusap rambut Antara sebelum berjalan meninggalkan gadis itu untuk kembali bergabung dengan teman-temannya.

Siapapun tolong gue!

___

Jesi yang sedang menunggu Antara menjalani hukuman di ruang guru memilih duduk di koridor sambil memainkan ponsel. Temannya itu memang bukan main, sudah tidak mengerjakan PR tapi justru tidur di kelas saat jam pelajaran guru tergalak seantero sekolah ini. Sebenarnya Antara termasuk siswi yang pintar, bahkan nilai ujiannya selalu di atas rata-rata. Tapi sayang kelakuannya juga memang di atas rata-rata bikin stressnya.

"Ngapain disini?"

Gadis itu mendongak saat suara yang sangat dikenalinya tiba-tiba memecah keheningan, "Eh mantan, sini duduk."

"Nunggu Tara?"

"Iya, lagi dihukum di dalem," Jesi meletakkan ponselnya dan mengamati Elang yang akhirnya memilih duduk. "Tumben sendiri?"

"Lainnya udah duluan ke kantin belakang."

"Lo nggak nyusul?"

"Nanti aja."

Jesi mengangguk, "Gimana pendapat lo soal Angkasa yang sekarang, Lang?"

"Perlakuan dia ke Antara?"

"Iya, lo mendukung?" tanya Jesi membuat Elang terdiam cukup lama.

"Mungkin,"

"Kok mungkin?"

"Selama Angkasa nggak bikin Tara nangis."

Elang hanya diam setelah itu, Jesi pun sama. Mereka mulai larut dalam pikiran masing-masing, membiarkan suara gemericik air dari kolam di depan ruang guru menjadi satu-satunya suara yang menemani keduanya.

"Apa kabar, Jes?"

"Ha? apasih nyet?"

"Kabar lo," Elang menoleh ke arah Jesi yang saat ini mengamatinya. "Setelah nggak sama gue."

"Kenapa jadi mbahas ini sih."

"Pengen aja."

Jesi menyandarkan punggungnya di tembok, "Yaaa baik-baik aja, lo sendiri?"

"Menurut lo?"

"Dih, dia yang punya perasaan, gue yang suruh nebak, gila kali."

"Nggak makan?" tanya Elang mengalihkan obrolan yang tadi dibukanya sendiri.

"Ntar aja nunggu Tara, khawatir ya lo maag gue kambuh?"

"Nggak juga."

"Ngaku aja kali, nempel kan gue di ingatan lo?" ejek Jesi sambil menyenggol sepatu Elang yang bersebelahan dengan sepatunya.

"Bukan gitu, pura-pura lupa sama gue kan butuh tenaga."

"Huek! Udah amnesia gue malah, siapa sih lo deket-deket?"

Elang meliriknya sekilas, "Benerin tuh rambut, berantakan."

"Berantakan juga tetep gue kan mantan lo yang paling cantik? tuh temen lo kesini."

Cowok itu mengikuti arah pandang Jesi dan menemukan Angkasa berjalan ke arahnya. Dengan rambut berantakan seperti biasa, Angkasa menjatuhkan dirinya di kursi sebelah Elang. Mengamati temannya yang saat ini sedang melihat Jesi membenarkan ikatan rambut.

"Kalian kapan balikan?"

Keduanya menoleh serempak, "Gila ya lo! nggak ada angin nggak ada hujan, mulut nyemprot aja."

"Kapan?" tanya Angkasa beralih pada Elang yang sedang menatapnya datar.

"Diem."

"Keburu diambil orang."

Elang mengalihkan pandangan sebelum bangkit, "Ikut ke kantin nggak?"

"Duluan aja."

"Bukan lo," cowok itu melirik Angkasa sekilas. "Jes, ikut nggak?"

"Lah, lo ngajak gue? gue kan lagi nungguin Tara."

"Udah ada pawangnya."

Jesi menoleh pada Angkasa yang sedang memejamkan mata, "Nitip temen gue ya! awas lo macem-macem! Bilangin, gue mau makan dulu."

Cowok itu hanya menjawab dengan gumaman sebelum kembali membuka mata saat mereka telah berjalan menjauh. Angkasa terdiam, pikirannya mulai dipenuhi Elang dan segala hal dalam kehidupan cowok itu yang sulit ditebak. Sebenarnya bagaimana perasaan temannya itu pada Antara? seseorang yang mungkin bisa disakitinya lagi suatu saat nanti.

"Loh pacar?"

Angkasa menoleh, "Udah selesai?"

"Kok tau aku disini? Jesi mana?"

"Gue tadi nanya Nugi," Angkasa menunjuk kedua manusia yang sudah sangat jauh disana, sebelum akhirnya hilang di belokan koridor. "Jesi ke kantin sama Elang."

"Mau nyusul sekarang?" tanya gadis itu membuat Angkasa mengangguk.

"Bantuin berdiri."

"Ih manja banget ketimbang berdiri doang," Antara menarik tangan cowok itu agar bangkit dari kursi dan melepaskannya saat Angkasa sudah berdiri sempurna.

"Tara,"

"Angkasa," gadis itu memasang tampang melasnya. "Jangan manggil gitu, mau pingsan rasanya."

Angkasa terkekeh melihat wajah Antara yang menggemaskan, "Tara."

"Angkasa ih udah! Lagian kenapa sih manggil-manggil?!"

Cowok itu mengulurkan satu tangan sambil melemparkan senyum smirk-nya. "Nggak mau digandeng?"

Ampun! Antara nyebur aja deh kalo gini! mumpung kolamnya habis dikuras.

::

Kapal mulai berlayar tenang menuju tengah lautan, sejenak melupakan bahwa mungkin akan bertemu dengan badai besar yang entah seberapa hebat akan mengguncang.

-Setiase
memandang laut lepas.




















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top