#12

Biarkan saja dia berusaha suka,
sampai dia lupa kalau dia sedang berusaha.

-setiase-

Antara yang sejak tadi senyam- senyum sendiri padahal film yang mereka tonton adalah film horor berhasil membuat Jesi bergidik ngeri. Gadis itu memilih mengabaikan Antara dan fokus pada layar televisi. Namun sedetik setelahnya, gadis itu malah tertawa dan memukul Jesi yang hampir saja tersedak karena kaget.

"Woe!" Jesi meletakkan minumannya di meja. "Kesurupan ya lo, Tar?!"

"Siapa bilang?"

"Gue!"

Antara hanya tersenyum dan kembali mengalihkan perhatian pada layar, membuat Jesi menatap penuh selidik ke arah gadis itu.

"Nyet!"

"Apa sih?"

"Lo kenapa sih?" Jesi perlahan menjauhi gadis itu. "Mbak Nur!!! Antara kesurupan nih!"

"Ngawur!"

"Ya abisnya lo senyum terus, kenapa sih? lupa makan menyan lo?!"

"Jadi gini," Antara merebut remot dan menghentikan filmnya. "Tadi Angkasa ngomong sesuatu ke gue."

"Apa?"

Jesi yang mulai tertarik dengan cerita gadis itu pun kembali mendekat dan mulai memahami kata demi kata yang keluar dari mulut Antara. Sesekali Jesi mengangguk dan syok saat mendengar apa yang diceritakan gadis itu soal Angkasa. Si manusia mulut pisau!

"Jadi dia cemburu sama Elang?"

"Nggak tau juga sih, tapi dia sensi gitu sama Elang."

"Bego banget."

Antara ikut tertawa saat Jesi tertawa, "Udah biarin gitu aja deh."

"Eh bentar,"

Gadis itu mengernyit heran saat melihat Jesi menangkupkan kedua tangannya seperti berdoa. "Lo ngapain Jes?"

"Habis doa."

"Ha?"

Jesi memukul lengan Antara dengan gemas, "Kan dia nyuruh lo doain, biar gue sekalian bantu doa juga. Siapa tau doa dari mantan orang yang sekarang dia cemburuin bisa manjur."

"Balikan sana gih."

"Dih, ogah banget."

"Halah," Antara mencibir saat melihat Jesi mengalihkan pandangan. "Bilang aja masih sayang."

"Sok tau!"

***

"Mau kemana nyet?"

"Toilet,"

Jesi menoleh sebentar sambil tetap menyalin jawaban, "Mau dianter nggak?"

"Ye dipikir masih SD minta anter!" ujar Antara sebelum berlalu meninggalkan kelas.

Koridor sekolah sangat sepi saat ini, maklum karena jam pelajaran sedang berlangsung sehingga tidak banyak murid berkeliaran. Gadis itu mengecek kembali jam tangannya, memastikan bahwa sekarang sudah masuk jam olahraga di kelas Angkasa. Melihat itu, Antara mempercepat langkahnya menuju kantin, sengaja ingin membelikan Angkasa minum.

"Ih kurang romantis apa coba gue?" gumam gadis itu setelah keluar dari kantin dengan membawa sebotol minuman.

Dari pinggir lapangan, Antara sudah bisa menemukan Angkasa yang duduk di antara teman-temannya. Sepertinya, olahraga kelas mereka dibebaskan karena tidak ada guru yang terlihat. Saat Angkasa menoleh ke arahnya, Antara melambaikan tangannya dengan semangat, bermaksud menyuruh Angkasa mendekat.

"Mau kemana bos?!"

"Angkasa, kesambet setan mana lo nyamperin Bu Bos?!"

Angkasa tetap berjalan tanpa menghiraukan pertanyaan Rafa. "Angkasa sayangku!!"

"Oi, ih dicuekin!"

"Bos! kenapa bebek kakinya dua?!"

"Ya gusti tetep dicuekin juga gue."

"Ngapain?" tanya Angkasa saat sudah berdiri di hadapan Antara, sekali lagi masih tetap mengabaikan Rafa yang memang hobi bacot dan julid.

"Tumben mau nyamperin."

"Mau ngapain?"

"Mau ngasih ini," Antara menyodorkan botol minuman yang dia pegang.

"Haus kan?"

"Udah terima ih," gadis itu menarik tangan Angkasa dan meletakkan minumannya disana. "Bilang apa kalo habis dikasih?"

"Makasih."

"Pinter banget."

Antara mengikuti Angkasa yang duduk di tribun, gadis itu tersenyum saat melihat seseorang di sampingnya meminum minuman yang dia belikan. Saat matanya beralih pada peluh yang menetes di kening Angkasa, gadis itu mencari tisu di sakunya dan berinisiatif mengelap keringat.

"Tambah ganteng tau, nanti banyak yang suka."

"Emang udah banyak."

Antara mencibir, "Sombong banget mentang-mentang sekarang lagi dilihatin semua cewek di kelasnya."

Cowok itu menoleh ke arah yang dipandang Antara. Benar saja, teman sekelasnya sedang mengamati mereka sekarang. Melihat para murid laki-laki juga sedang memandang gadis itu, Angkasa menoleh dan menunjuk dengan dagunya.

"Lo juga tuh."

"Emang kita tuh cocok banget, nggak mau gitu jadi pacar gue?"

"Males banget."

Antara mengalihkan pandangan lagi ke arah segerombolan gadis di ujung sana, "Ye gue congkel juga tuh mata, ngelihatin pacar orang sampe segitunya."

"Terserah mereka lah."

"Ya tapi, objek itu banyak," gadis itu menunjuk geng Angkasa satu persatu. "Elang ganteng, Arka apalagi, ih Darel juga manis, Rafa gitu-gitu lumayan loh. Kenapa gitu harus lo?"

"Tuh Kas, sekarang dari gerak geriknya kita lagi diomongin, paling gue dibilang ganjen nih."

Angkasa menoleh dan justru memperhatikan Antara, "Atau kayaknya ini bahan julid kenapa lo tumben-tumbenan mau nyamperin gue."

Cowok itu melempar botol kosong ke tong sampah di dekat sana sebelum menarik tangan Antara untuk mengikutinya. Meninggalkan tatapan heran dari orang-orang, termasuk teman-temannya.

"Mau kemana?"

"Temenin bentar."

"Kemana nih?"

Angkasa tidak menjawab dan terus menggandeng tangan gadis itu menuju atap sekolah. Sampai disana, ia melepas genggamannya sebelum mengambil vape dari saku celana olahraga yang dia pakai. Tidak lama kemudian, asap berbau coconut langsung semerbak di indra penciuman Antara.

"Udah lama ya?"

"Apa?"

"Ngevape."

"Dulu malah rokok," Angkasa mengipasi asapnya agar menjauhi gadis itu. "Sekarang udah ganti ini."

"Susah berhenti?"

"Lumayan."

Angkasa menoleh saat menyadari gadis itu terdiam, "Kenapa?"

"Nggak papa nanya aja."

"Nggak suka?"

"Ya gimana ya, suka juga nggak, kalo dibilang anti juga nggak."

"Sama dong," Angkasa mengepulkan asapnya saat Antara menoleh.

"Apanya yang sama?"

"Kayak perasaan gue sekarang."

"Ha? gimana sih?"

"Suka juga nggak, dibilang anti juga udah nggak."

Antara mencibir setelah paham maksud cowok itu, "Emang gue dulu semirip bakteri ya?"

"Lebih."

"Tar,"

"Apa sayang?" tanya gadis itu dengan nada manjanya seperti biasa.

"Gue usahain."

"Apanya? usahain suka sama gue?"

"Bukan."

Angkasa mengembalikan vapenya ke dalam kantong celana sebelum menoleh ke arah Antara yang memang terlihat cantik meski dilihat dari mana saja. Angkasa sebagai cowok normal jelas mengakui hal itu, mana mungkin dia menyebut primadona sekolah dengan sebutan jelek? tapi kembali lagi, perasaan tidak diukur dari tampangnya kan?

"Usahain apa?"

"Ngurangin vape."

Antara langsung dibuat terkejut, "Loh kenapa?"

"Kan lo nggak suka."

___

Saat pulang sekolah, gadis itu tersenyum ketika melihat Angkasa berjalan lumayan jauh di depannya. Ia menoleh, melambaikan tangan pada Jesi yang sudah hafal dengan kelakuan sahabatnya. Dengan gesit, Antara sudah berjalan bersisian dengan Rafa yang sedang membuli Arka karena baru saja ditolak oleh gadis cantik unggulan kelas IPA 1.

"Astaga kaget! bisa kambuh maag gue nanti!"

"Apa hubungannya?" Antara menatap heran ke arah Rafa. "Yang ada jantungan, bukan maag!"

"Bu bos, begini, jantung kita itu deketan sama lambung, kalo jantungnya copot bisa jatuh ke lambung, luka nanti lambungnya."

"Apa sih bacot!" Arka kini ikut menyauti dan kesal sendiri saat Rafa meletakkan telunjuk dibibirnya.

"Mas pacar!"

"Kas!"

Angkasa akhirnya menoleh, "Apa?"

"Pulang bareng ya?"

"Kan sama Jesi."

"Jesi masih ada urusan di kelas." ___tapi boong, Kas.

"Tungguin aja."

Elang melirik Angkasa sekilas, "Bareng gue aja, Tar."

"Tapi, pengen sama Angkasa."

"Dianya kan nggak mau." Elang sepertinya sengaja memanasi temannya.

"Ya udah ka.."

"Ayo," Angkasa mendorong pelan punggung gadis itu agar berjalan lebih dulu dan meninggalkan mereka. Sengaja agar tidak ada acara tahan menahan dari seseorang.

"Jangan ya udah ya udah aja lo."

"Lah apasih? kan yang ngajak pulang Elang, bukan orang sembarangan." Antara sudah ingin tertawa saat melihat Angkasa menyindirnya.

"Naik."

"Harus diajak pulang bareng yang lain dulu ya biar diajak pulang bareng lo?"

"Buruan."

"Siap kapten!" Antara segera naik dan membenarkan posisinya di boncengan Angkasa.

Baru saja cowok itu melajukan motornya keluar dari parkiran, tiba-tiba seseorang lewat di depan mereka sambil berlari. Angkasa langsung mengerem dadakan dan memperhatikan Vena yang saat ini terduduk sambil memegangi kakinya yang luka.

"Aduh sakit,"

Angkasa menyuruh Antara turun disusul dirinya, tanpa melepas helm, ia mendekati gadis itu berniat mengecek, "Baik-baik aja lo?"

"Lain kali hati-hati dong, sakit banget ini."

Alah orang cuma gitu doang___Antara berdiri dengan muka sinisnya saat jelas-jelas melihat luka Vena hanya kecil, tapi gadis itu melebihkan seolah kakinya tidak bisa dibuat jalan.

"Ke UKS dulu apa gimana?"

Angkasa melepas helm dan sempat bersitatap dengan Antara yang terdiam sebelum mengalihkan pandangannya pada seseorang yang tidak asing lagi, "Woi."

"Saya?"

"Sini," Angkasa menunjuk Vena yang masih saja duduk. "Ada yang sakit."

Orang itu mengangguk dan segera berlari kecil mendekati mereka. Dengan sigap ia membantu Vena yang semakin memasang muka kesalnya melihat Angkasa diam saja.

"Sini kak biar aku bantu."

"Aduh pelan-pelan," Vena bangkit dibantu adik kelas dan menoleh pada Angkasa. "Bisa minta tolong pesenin ojek nggak, Kas? gue soalnya balik sendiri nanti."

Alah bilang aja lo mau dianter Angkasa kan? main kode aja kayak anak pramuka.

Angkasa menggeleng heran, "yang sakit kaki lo kan, bukan tangan?"

"Iya, tapi.."

"Sorry buat tadi, gue balik dulu."

"Nggak mau nunggu di UKS?"

Ini siapa sih yang ganjen sama cowok gue sekarang?!

"Gue harus nganter dia."

Vena menatap Antara tidak suka, "Oh cewek ganjen, hai, gue baru sadar lo ada disini."

"Iya lah nggak lihat, mata lo kan emang agak siwer."

"Lo sekarang jadi supirnya dia, Kas?" tanya Vena membuat Angkasa malas sendiri meladeni.

"Naik sayang."

Dan berhasil, dua kata yang keluar dari mulut Angkasa mampu menutup dua mulut sekaligus. Mampu menghentikan perang dunia. Mampu juga meruntuhkan segala perasaan dan ekspetasi.

"Jangan dibawa serius, males aja gue dengerin dia bacot."

Antara diam, bahkan sampai di depan rumahnya gadis itu masih saja diam. Bingung harus merespon bagaimana. Dia tau Angkasa hanya bercanda, tapi kenapa perasaannya senang sendiri saat mendengar kata itu muncul dari mulut Angkasa.

"Mau turun nggak?"

"Eh," lamunan gadis itu buyar. "Kok udah nyampe, cepet banget."

Antara juga baru menyadari bahwa di halaman rumahnya terparkir mobil yang sama ketika ia menolak pulang waktu itu. Ia menghembuskan nafas pelan sebelum menoleh lagi ke arah Angkasa yang ternyata sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya.

"Mau keluar dulu?"

Gadis itu menggeleng, "Nggak usah, hati-hati ya."

"Nggak papa?"

Antara hanya mengangguk sebagai jawaban. Namun entah kenapa perasaan takut dan sedihnya tidak berhasil disembunyikan kali ini. Matanya seolah memberi tahu Angkasa secara terang-terangan bahwa gadis itu masih enggan masuk ke rumahnya sendiri.

"Gue pulang, kalo ada apa-apa hubungin aja."

"Iya, udah sana ih."

***

Sampai di basecamp, Angkasa langsung mandi dan ikut bergabung dengan teman-temannya yang lain di depan rumah. Dalam rangka merayakan ditolaknya Arka, Rafa memberikan ide untuk mengadakan bakar-bakar disini. Mengundang beberapa orang saja yang mereka kenal.

"Cita-cita lo semua jadi apa?" tanya Rafa tiba-tiba, membuat beberapa orang menoleh.

"Anggota BIN!" Putra menjawab dengan bangga.

"Lo Ar?"

"Nikah, punya rumah, dapet istri cantik, boleh nikah lagi."

"Ye dodol!" Rafa mengalihkan kipas yang dia pakai membakar ke muka Arka. "Enak aja hidup lo! Kalau lo Lang, jadi apa?"

"Nggak tau."

"Pak bos jadi bos lagi?" Angkasa tidak menggubris.

"Emang cita-cita abang apa?"

Rafa menoleh pada Putra yang sepertinya penasaran, "Presiden."

Seketika jawaban itu berhasil membuat Darel yang baru saja kembali dari dapur untuk mengambil minuman hampir tersedak. Bisa-bisanya orang seperti ini berpikiran jadi presiden!

"Pindah negara gue kalo lo jadi."

"Habis lihat Spongebob jadi termotivasi gue. Pokoknya nanti kalau gue jadi presiden, gue kerahin semua pasukan buat nyari Bikini Bottom, kepo anjir."

Arka memukul pelan kepala cowok itu, "Sekalian aja lo tes, beneran bisa buat api unggun nggak dibawah sana."

"Oiya bener, padahal lo pinter juga Ar, tapi kok ditolak."

"Bangsul, jadi inget lagi kan. Bisa-bisanya setelah nembak cewek ke-150 gue ditolak."

"Lo sih bego," Darel sudah duduk di samping Elang. "Dia kan pinter, nggak mau lah dikibulin."

Elang mendengus saat Arka mulai menceritakan kronologi penolakan pertama yang dia dapat. Darel yang tadi duduk di sampingnya pun memilih bergabung karena ingin mengambil sosis yang dibakar Rafa. Melihat Angkasa duduk tidak jauh darinya, ia akhirnya mendekat.

"Kenapa?"

"Aman."

Elang melirik sekilas, "Lo suka sama Antara?"

"Nggak tau."

"Mau nggak?" Elang menawari cowok itu rokok, karena dilihatnya sejak tadi Angkasa tidak menyentuh vapenya sama sekali, hanya beberapa kali memakan permen karet.

"Gue mau ngurangin."

"Beneran, Kas?" Darel yang kembali ke tempatnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka. "Kesambet apa lo?"

"Gara-gara Antara?"

Angkasa menoleh pada Elang dan Darel yang saat ini menatapnya, "Bukan, ya pengen aja."

"Nggak percaya ah gue, Raf ambilin korek tolong."

Cowok yang masih sibuk menimpali cerita dari Arka itu melempar korek di sebelahnya dengan tangan yang sibuk mengipasi sosis. "Gara-gara apa Kas?"

"Nggak ada."

Angkasa yang barusan memejamkan mata pun kembali bergerak saat ponselnya berdering. Melihat cowok itu menjauh, Elang dan Darel saling pandang. Sudah menjadi kebiasaan kalau Angkasa selalu ditelfon abangnya, maklum karena ayahnya sakit, yang memantau Angkasa jadi berubah. Meski itu hanya abang tirinya, tapi mereka semua tau Angkasa sangat menghormati laki-laki tampan itu.

"Cabut dulu,"

Semuanya menoleh ke arah Angkasa yang sudah mengambil kunci motor, "Nggak jadi nginep bos?"

"Lihat nanti."

"Terus, mau kemana?" tanya Arka membuat Darel menghembuskan asap rokoknya sekali lagi.

"Dicariin abang biasa."

"Ya gusti Kas, sekali-kali gitu lo cabut gara-gara cewek, kan biar ada keterkejutan di tempat ini."

Angkasa tidak menggubris ucapan Rafa dan segera melajukan motornya keluar dari sana. Panggilan dari Jesi bahwa Antara sepertinya sedang tidak baik-baik saja entah kenapa membuat cowok itu langsung bergerak. Ia bahkan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Sampai di rumah gadis itu, ia heran saat ponselnya kembali bergetar.

"Halo bang?"

Angkasa terdiam cukup lama saat mendengarkan apa yang dikatakan abangnya, "Tunggu, Angkasa pulang sekarang."

Cowok itu tiba-tiba tidak fokus dan langsung memutar balik motornya. Meninggalkan lagi rumah itu tanpa sempat masuk ke dalam. Pikirannya bercabang saat ini, namun ia tau bahwa keputusannya pergi sekarang adalah yang terbaik. Sebelum semuanya terlambat.

***

To : Antara G.
Angkasa Regan
Nangisnya besok aja kalau ada gue
Gue balik, papa kritis.

***

Jadi menurutmu,
Dia sudah suka, atau sedang mencoba menyukainya?

Semangat Angkasa,
semoga papamu baik-baik saja.

-Setiase, dengan rasa senang dan sedih bersamaan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top