#11
Karena setahuku
kata belum bukan berarti tidak.
Tapi akan, entah kapan.
Termasuk kamu dengan
judul mencintaiku.
_setiase_
Tolong jangan suka sama Elang
Kalimat itu terus terngiang bahkan sampai Antara sudah duduk di kelas dan mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Ingin rasanya gadis itu mengangkat tangan untuk bertanya, memperjelas apakah kata tolong dalam kamus ini berarti permintaan atau justru perintah. Lalu apa maksudnya? buat apa kata itu diucapkan oleh pemilik mata pisau yang anehnya justru dikagumi Antara.
Gadis itu menoleh sebentar ke arah Jesi yang sibuk membaca komik yang dia bawa dari rumah. Dengan malas, ia pun kembali memfokuskan perhatian pada papan tulis. Baru saja semenit mengikuti materi, Antara sudah kembali larut dalam lamunan dan kalimat yang diucapkan Angkasa tadi saat di UKS. Bahkan sampai bel pulang berbunyi, gadis itu masih suka senyum-senyum tidak jelas.
"Kesambet ya lo?"
"Eh Jes?" Antara menyampirkan tas birunya di bahu sebelah kiri sebelum berjalan mengikuti Jesi. "Tolong jangan suka sama Novan, menurut lo maksudnya gimana?"
"Ya usahain jangan sampe suka sama Novan."
"Tandanya gue suka sama lo kan? cemburu gitu? misal gue cowok nih."
Jesi mengernyit heran, "Ya belum tentu juga sih, siapa tau lo cuma nggak mau gue suka sama Novan, karena Novan nggak baik gitu atau bisa juga karena ternyata Novan punya orang."
"Ah iya juga sih."
"Kenapa emang?"
Antara menggeleng, "Nggak papa sih, cuma nanya aja."
"Lo jadi fotokopi catetannya Fika nggak? udah gue pinjemin tadi."
"Di depan aja ya, lo tunggu gue di pos satpam aja, biar gampang parkir mobilnya."
Jesi mengangguk dan segera berpisah. Ia menuju parkiran sedangkan Antara berjalan menuju gerbang untuk ke tempat fotokopi. Di luar sana sudah dipenuhi taksi, ojek, dan kendaraan pribadi yang siap untuk mengantar mereka yang bergegas pulang. Hanya saja Antara tidak menyadari bahwa diantara kerumunan terdapat seseorang yang sejak tadi menunggunya.
"Antara,"
Gadis itu menoleh dan mengernyit bingung, "Hai, siapa ya?"
"Kenalin gue Bisma, gue yakin lo pernah denger nama itu."
"Bisma sia..," Antara menghentikan ucapannya saat menyadari siapa orang yang saat ini berdiri di hadapannya. "Ah iya, kok bisa disini?"
"Sengaja sih mau ketemu lo, sendirian aja?"
"Temen gue masih di dalem."
Gadis itu menoleh ke sekeliling dan mendapati beberapa orang menatap mereka. Maklum, seragam Bisma berbeda dari seragam sekolahnya. Alhasil cowok itu terlihat sedikit mencolok di tempat ini, apalagi dengan tampangnya yang memang bisa dikatakan lumayan.
"Oiya Tar, maaf ya soal waktu itu, gue nggak sengaja."
"Santai aja, udah lewat juga kan."
Bisma tersenyum, tapi justru membuat Antara tidak nyaman. "Mau balik?"
"Mau ke depan," gadis itu menunjukkan buku yang dibawanya. "Nih, fotokopi catetan."
"Mau gue anter?"
"Nggak usah, orang cuma deket."
"Kalo gitu, nanti pulang bareng gue mau?"
Antara menghembuskan nafas kesal secara terang-terangan, "Nggak usah, makasih."
"Lo masih marah?"
Belum sempat Antara menjawab, suara deru motor yang mendekat dan berhenti di dekat mereka membuat keduanya menoleh. Tidak hanya itu, seseorang yang saat ini sedang melepas helmnya dan turun dari motor tersebut berhasil menarik perhatian beberapa orang yang berdiri disana menunggu jemputan.
"Ngapain lo?"
Bisma tersenyum masam, "Urusan kita udah selesai kan? jadi nggak usah lo bikin acara tambahan lagi."
"Ngapain gue tanya?"
"Mau gue ngapain juga nggak ada hubungannya sama lo. Urusan gue sama Antara, bukan sama lo, ngerti?"
"Di sekolah lo isinya cowok semua?" tanya Angkasa dengan muka datar. "Sampe harus godain cewek sekolah lain?"
"Sekali lagi, bukan urusan lo."
Cowok itu maju selangkah mendekati Bisma. Dengan ekspresi yang masih sama, ia melemparkan tatapan tajam miliknya secara terang-terangan. Dan tanpa mengucapkan apapun, tangannya tiba-tiba menarik lengan Antara agar gadis itu berdiri di sampingnya.
"Lo punya masalah hidup apa sih?" tanya Bisma sambil mengeluarkan tawa mengejeknya. "Jangan kebiasaan suka nyampurin urusan orang lain, nggak baik."
"Sini gue kasih tau."
"Kas, udah." Antara berusaha menahan Angkasa yang saat ini semakin mendekati Bisma yang sepertinya mulai was-was, masalahnya dia sedang tidak bersama teman-temannya kan?
"Bener, nggak ada masalah sebenernya lo mau deketin cewek dari sekolah ini."
Angkasa terdiam sejenak, "Tapi jadi masalah karena yang lo deketin Antara."
"Jadi gue saranin, cari sana yang lain, jangan yang punya gue."
Setelahnya, Angkasa menarik gadis itu mendekati mobil Jesi yang barusan terparkir. Membukakan pintu dan menyuruhnya masuk tanpa berbicara apapun. Membuat Jesi yang baru saja sampai seketika bingung dengan keramaian yang terjadi. Niatnya ingin keluar dan bertanya pada orang-orang terpaksa gagal saat Antara sudah duduk di kursi mobilnya.
"Ada apa sih, Tar?"
"Nanti aja."
Jesi mengangguk dan beralih mengamati seseorang dengan seragam sekolah lain yang saat ini terdiam. Sedangkan Angkasa sudah bergegas menggunakan helm dan menaiki motornya. Cowok itu menoleh lalu menyuruh Jesi segera berjalan melalui gerakan tangannya dari ujung sana.
***
Berkali-kali gadis itu mengecek ponselnya. Tidak ada satu pesan pun dari Angkasa yang masuk. Aneh ya? ponselnya memang sejak tadi ramai karena notifikasi dari sosial media, tapi kenapa masih terasa sepi juga kalau bukan Angkasa yang ada di balik notif tersebut?
Apakah Angkasa memang tipe orang yang seperti ini? membuat terbang tinggi lalu membiarkannya jatuh sendirian perlahan-lahan. Ia mengusir jauh-jauh anggapan Jesi soal Angkasa yang mulai membalas perasaan saat mendengar ceritanya, bisa jadi Angkasa hanya ingin membuat Bisma jauh-jauh darinya kan? bisa saja Angkasa hanya tidak mau dia berurusan dengan orang yang salah.
"Lo suka kan sama gue? ngaku!" ucap Antara menunjuk foto Angkasa yang dijadikan wallpaper ponselnya.
"Telfon aja ah."
"Dih, kok nggak diangkat?!"
Antara menjauhkan ponsel dari telinganya, "Kas! angkat kek!"
Gadis itu pun pasrah saja dan meletakkan ponselnya di kantong celana sebelum memutuskan ke lantai bawah menemui Jesi. Ia membuka pintu kamar Jesi yang memang tidak pernah terkunci, membuat gadis itu sejenak menoleh.
"Drama Korea terusss!"
"Apaan sih!" Jesi menampik tangan Antara yang mulai usil pada laptopnya. "Sana ah! ganggu aja kebiasaan."
"Gabut banget nih."
"Ya udah sini ikut nonton, lagi sedih nih, diem dulu."
Ting tong
"Bukain sana, Tar."
"Udah dibukain sama Mbak."
Antara menunjuk Mbak Nur yang baru saja melewati kamar Jesi. Melihat Jesi yang sepertinya tidak bisa diganggu, gadis itu pun memutuskan untuk tengkurap di sebelahnya sambil bermain Instagram.
"Woi."
Keduanya menoleh, "Lah, ngapain Lang?"
"Nih ada martabak manis."
"Nah!" Jesi segera bangkit dan mengambil martabak yang dipegang Elang. "Tau aja lagi nonton."
"Masuk aja Lang," ucap Antara membuat cowok itu mengangguk.
"Pada ngapain?"
"Mantan lo lagi nonton biasa," Antara mengambil martabak di pangkuan Jesi. "Gue yang bagian gangguin."
"Oiya, ketemu Angkasa nggak?"
"Di basecamp kayaknya," Elang melepas jaket dan meminjam charger ponsel Jesi sebelum kembali duduk di kursi belajar.
"Udah makan, Lang?"
"Udah."
"Lo nggak ke basecamp juga?" tanya Antara lagi.
"Habis ini."
Antara mengangguk saja dan menoleh pada Jesi yang sejak tadi mengabaikan mereka. Bahkan gadis itu sudah berkaca-kaca dan berhenti mengunyah martabaknya. Seperti dugaan Antara, sesaat kemudian air matanya mulai mengalir seiring dengan adegan yang sejak tadi menurutnya menyedihkan.
"Dikunyah dulu kali, Jes."
"Kasian," Jesi mengusap kasar air matanya dan kembali mengunyah. "Nggak ada otak nih orang!"
Melihat itu, Elang bergerak mengambil kotak tisu lalu menyerahkan pada Jesi yang masih saja mengomel. Membuat Antara menahan senyum dan melemparkan tatapan mengejek pada cowok itu.
"Nggak usah cemburu."
"Dih!" Antara menepis tangan Elang yang mengusap rambutnya. "Kan gue udah punya Angkasa! Eh Lang, pinjem HP boleh?"
"Buat?"
"Telfon Angkasa, soalnya kalau gue yang telfon kemungkinan diangkatnya cuma 2%."
Elang terdiam sebentar sambil mengamati Antara yang memasang tampang memohonnya, "Boleh."
"Yes!"
Gadis itu buru-buru bangkit dan mengambil ponsel Elang di dekat stopkontak. Dengan semangat ia mencari nomor Angkasa dan segera menghubungi cowok itu. Sambil menunggu, ia mengetuk-ngetukkan jarinya tidak sabar. Jangan-jangan Angkasa tau kalau bukan Elang yang menelfon!
"Apa?"
Antara mengepalkan tangannya tanpa sengaja, "Hai mas pacar!"
"Kok diem sih?"
"Dimana?"
"Gue?" gadis itu mulai mencari posisi nyaman. "Lagi di rumah."
"Elang kesitu?"
"Iya," Antara melihat ke arah Elang yang saat ini ikut memperhatikan layar laptop Jesi. "Mampir bawain martabak."
"Oh."
"Gitu doang?"
"Ada Jesi?"
"Ada, lagi nonton sama Elang."
Angkasa terdiam sebentar, "Lo inget gue minta tolong apa kan?"
"Iya," gadis itu tertawa sebentar. "Angkasa, kangen boleh?"
Jesi yang mendengar itu seketika bergaya ingin muntah. Sedangkan Elang hanya diam seperti biasa. Mengamati Antara sekilas sebelum kembali mengalihkan perhatian. Mana mungkin sih ia bisa menyukai Elang?
"Boleh nggak?"
"Nggak."
"Dih kenapa?"
"Bukannya kangen dipake pas lagi nggak bisa ketemu?"
Antara terdiam sebentar, "Kan emang lagi nggak bisa ketemu."
"Kata siapa?"
"Kata gue lah."
"Otw."
___
Setelah menutup telepon tadi, Antara langsung menjerit histeris dan buru-buru naik ke kamar untuk sekedar menata rambut. Meninggalkan Elang dan Jesi yang seketika dibuat bengong dengan kelakuan gadis itu. Ponsel gadis itu berdering, tertera nama Angkasa disana. Tanpa basa basi, Antara langsung mengangkat panggilan tersebut dengan senyum yang tak kunjung larut.
"Udah di depan?"
"Di depan apaan?"
"Lah, tadi bilangnya otw."
"Otw cari minum."
"Dih Angkasa!" Antara kesal sendiri sekarang. "Nggak papa sih, salah gue juga yang GR."
"Makanya."
"Ya maaf, terus kenapa nelfon?"
"Keluar sana, gojeknya udah nungguin."
"Ha? kan nggak minta dipesenin."
"Buruan."
Antara mengerutkan alis bingung dan segera menuruni tangga menuju keluar. Melewati Jesi dan Elang yang saat ini sudah berpindah menonton film di ruang TV. Dengan ekspresi yang masih sama, gadis itu membuka pintu gerbang dan terkejut saat melihat Angkasa duduk santai di atas motornya.
"Loh Angkasa?"
"Nih pesenannya."
Antara tersenyum sekaligus bingung saat Angkasa bahkan tidak membawa apapun tapi malah berkata seperti itu dan hanya melepas helm. Membiarkan wajah tampannya terlihat jelas di bawah cahaya lampu halaman rumah Antara.
"Apaan sih? pesenan apa?" tanya Antara sambil menahan senyum.
"Gue bawain Angkasa."
"Gimana maksudnya?"
"Katanya kangen," ucap Angkasa membuat gadis itu seketika tertawa.
"Oh bisa ya, kalo gitu tiap hari deh gue pesen."
"Enak aja."
"Masuk dulu yuk."
"Nggak usah."
Antara menatap sinis cowok itu, "Masuk dulu, biar gue bikinin minum."
"Celana lo kurang bahan apa gimana?" tanya Angkasa tanpa menggubris ajakan Antara.
"Emang segini Kas. Ini masih mending, banyak yang lebih pendek."
"Lain kali pake panjang aja kalo keluar."
"Kan cuma ke depan."
Angkasa melemparkan tatapan tajamnya seperti biasa, "Jangan ngeyel."
"Elang belum balik?"
"Nungguin lo sekalian katanya."
"Ngapain dia kesini?"
"Dih orang udah dibilangin cuma mampir bawain martabak."
Angkasa tertawa mengejek, "Rumah lo sama rumah dia beda arah, mau ke basecamp juga nggak lewat sini."
"Kenapa sih?"
"Apanya?"
Gadis itu menghembuskan nafas sejenak, "Gue kesel aja, lo tuh bisa tiba-tiba bikin terbang setinggi-tingginya kayak gini. Tapi setelah itu, lo ngebiarin gue sampe akhirnya jatuh sendiri. Bisa nggak sih gue punya kekuatan baca pikiran dan perasaan orang?"
"Bingung tau, lo tuh nggak pasti, tapi kenapa demi yang nggak pasti ini gue justru rela nyakitin banyak orang yang siap kasih kepastian?"
Angkasa tersenyum sekilas sebelum mengacak rambut gadis itu hingga membuatnya berantakan.
"Berantakan ih!"
"Bawel sih."
"Itu namanya jujur! jarang tau yang berani kayak gitu."
"Terserah."
Keduanya menoleh saat mendengar suara Jesi yang barusan keluar bersama Elang. Gadis itu melambaikan tangan sambil membawa camilan di dalam toples. Melihat Elang mulai bersiap-siap, Angkasa pun bergegas memakai helm dan kembali mengamati Antara.
"Udah kan?"
"Apanya?"
"Keselnya."
"Belum lah!" protes Antara sambil menatap galak cowok itu.
"Doain kalo gitu."
"Kayak mau ujian aja minta doa, doain apa?"
"Biar sayang sama lo," Angkasa mulai menyalakan motornya. "Sekaligus menang lawan temen sendiri."
::
Tanpa harus dibantu doa, kamu sudah menang Angkasa, tapi....
-Setiase
Dengan rasa bingung luar biasa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top