🕊️9
Dua maklhuk berbeda ras itu saling duduk bersebelahan, di dalam kereta yang mulai melaju, perlahan-lahan meninggalkan dataran luas tidak berpenghuni.
Tidak ada satupun Ras Manusia yang tau, dimana keberadaan Vampir. Tidak ada juga yang ingin mencari tau keberadaan dari Sosok yang Mengerikan itu.
Pemakan Manusia.
Monster yang Berwujud.
Vanitas membuka matanya perlahan, merasakan udara segar berhembus lembut pada wajahnya. Pemandangan di luar mulai berganti setiap detiknya. Seperti Film dalam Dunia Nyata. Perjalanan bagi Vanitas untuk kembali ke kediamannya.
Ras Manusia.
Seperti apa hal yang akan menantinya disana?
Vanitas tentu saja tau, namun tidak ada kata yang terucapkan darinya. Lebih baik melupakan segalanya. Tidak tau apapun.
Vanitas menatap dengan mata birunya yang semakin menekan, rambut birunya yang perlahan tergerai mengikuti hembusan angin yang membawanya pergi.
Tanpa adanya Senyuman.
Hanya menantikan di saat kejadian itu akan terjadi lagi untuk menyambutnya. Kejadian yang sama sekali tidak disukai dan diinginkan oleh Vanitas.
Vanitas memangku wajahnya ke arah jendela di sebelahnya, dan bersama dengan manusia lain yang saling sibuk dengan urusan pribadi mereka sendiri. Manusia itu terkadang sangatlah egois.
Begitu Egois dan sama sekali tidak memperhatikan orang lain di sekitarnya selain dirinya sendiri. Vanitas benci manusia, dan lebih benci dirinya sendiri.
Rahasia dari Vanitas.
Noe duduk di atas tempat duduk yang empuk. Benda yang mulai bergerak, meninggalkan tempat Ras Vampirnya yang sangat jauh. Terhalang oleh daratan luas tanpa penghuni. Noe merasakan udara segar mulai berganti, Tidak ada pengaruh tentunya untuk Ras Vampir. Udara dingin maupun udara panas tidak akan mampu untuk membunuh mereka. Seperti itulah Vampir.
Surai putihnya tergerai, mata violet ungu begitu mempesona. Seperti pesona yang karismatik, Melodi yang tidaklah sempurna. Tanpa adanya cahaya disana.
Selain Kehampaan.
Matanya menatap ke arah sebelah, dimana tidak terlihat siapapun disana.
Namun Noe tau, dia adalah Vanitas. Manusia yang akan membawanya menjauh dari dunia Vampir. Membawanya dalam sebuah Perjalanan.
Kehidupannya akan Berganti.
Bergulir mengikuti arah yang akan dituju, bersama dengan Vanitas. Pelukis manusia yang sekarang menjadi Patnernya.
Seperti apa Kehidupannya bersama dengan Vanitas?
Noe ingin mengetahuinya, Keajaiban dan Petualangan yang akan di buat oleh Vanitas.
.
.
.
.
.
Manusia terkadang lebih kejam daripada maklhuk hidup lainnya. Seperti itulah tanggapan pertama dari Ras Vampir Noe.
Berada di dunia manusia, jauh berbeda. Penuh tipu muslihat.
Ketika menginjakkan kaki, semua orang meledek Noe dan Vanitas. Noe yang buta, tanpa penglihatan. Tidak sempurna. Dan Vanitas yang dianggap sebagai sebuah kutukan setiap kali dia menampakkan dirinya.
Pembawa Kutukan.
"Lihat pasangan terkutuk!" Bisik mereka dengan suara yang bisa didengar siapapun dengan jelas.
Pandangan datar dan jijik yang mereka tunjukkan pada kami. Seolah kami adalah makhluk yang tidak pantas berada disini. Tidak sempurna, semua orang tidak menyukai sesuatu hal yang tidak mereka ketahui. Termasuk Vampir dan Vanitas. Mereka takut akan sesuatu yang terjadi saat mereka mengetahuinya.
Kebenaran yang akan mengubah semua Aktivitas Biasa mereka.
Perubahan yang Ditakutkan.
Beberapa lemparan sampah mendarat di sekitaran kami. Makian tidak mengenakkan yang menghujani seperti peluru. Rasanya tidak nyaman.
Namun lambat laun kau akan semakin terbiasa. Ketika terus merasakannya. Hanya perlu terbiasa dan mengabaikannya.
Itulah Kehidupan.
.
.
.
.
.
Srek!
Vanitas menarik Noe untuk duduk di sebelahnya, hamparan taman yang penuh dengan berbagai aksesoris perabotan.
"Sangat berbeda bukan?" Seru Vanitas memulai percakapan.
Seolah tidak ada yang Terjadi.
Kenikmatan pribadi dan selalu mengabaikan segalanya, adalah salah satu Ciri Khas Manusia.
Mata birunya menatap ke arah sekitar, semua orang yang saling asyik dengan kehidupan mereka sendiri. Sangat berbeda dengan Ras Vampir. Bila dikatakan Vanitas lebih menyukai Ras Vampir. Daripada Ras Manusia, walaupun dia adalah Manusia.
Menjadi manusia adalah salah satu Kutukan yang dimilikinya.
Vanitas bersandar di tubuh Noe, menghela nafasnya. Merasakan energinya seakan terkuras.
Dia berada disini lagi. Bunyi anting yang berbunyi dikala angin berhembus. Menyapa kedua Ras Berbeda itu, yang sedang beristirahat sebentar di tengah taman yang sepi ini.
"Aku lelah" seru Vanitas pelan, wajahnya terlihat begitu suram dengan semua hal yang terjadi.
Hal yang Ditakutinya.
"Kau tau Noe, menjadi pelukis adalah satu-satunya cara bagiku untuk mencari jati diriku." Seru Vanitas membuka rahasianya.
Matanya meredup, mengingat kenangan pahit yang terlupakan untuk sejenak. Kenangan yang seakan mengelilinginya dalam sebuah lubang yang gelap dan dalam, menahan dirinya untuk menerima semua yang terjadi.
Semua tentang Dirinya.
"Aku dikutuk. Sejak memiliki mata biru ini. Semua orang memiliki pandangan berbeda tentang diriku. Kau tau Noe, bagiku Melukis adalah satu satunya cara bagiku untuk bisa mencari kisah orang lain." Seru Vanitas. Matanya yang berwarna biru, terasa begitu menekan akan sebuah kepahitan. Setiap kali Vanitas berjalan, kepahitan akan digigitnya lagi dan lagi.
Seperti sebuah Obat.
"Melihat mereka dari sudut pandang-ku sendiri agar aku tidak terlalu membencinya." Seru Vanitas menutup matanya, mengingat disaat pertama kali dia memegangi kuasnya. Melukis dalam Sebuah Kanvas.
Vanitas seperti berada dalam Dunianya. Tidak ada yang bisa menghakiminya disana. Menjadi dirinya sendiri, Vanitas.
Berkelana dan Terus Berkelana hingga bertemu dengan Noe.
Ras Vampir.
"Kau membenci manusia?" Tanya Noe. Matanya hanyalah
berupa kegelapan yang tidak berujung. Tidak jauh berbeda dari yang dirasakan Vanitas.
Mungkin mereka tidak jauh Berbeda. Hanya saja Takdir sengaja untuk Mempertemukan mereka, dua orang yang saling menyembuhkan satu sama lainnya. Mencari Makna dan Warna antara satu sama lain.
"Entahlah." Seru Vanitas. Kebencian. Sudah lama Vanitas tidak merasakan apapun.
"Apa kau sudah menemukannya, Vanitas? Arti dirimu?" Tanya Noe menatap ke arah depan. Noe merasakan tubuh hangat Vanitas disebelahnya, tanpa siapapun.
Meksipun semuanya Sama saja.
Tidak ada yang Terlihat.
Vanitas terkekeh, tangannya meraih tangan kiri Noe. Mengusap pelan jemari tangan kecoklatan milik Noe.
"Dirimu." Seru Vanitas, tersenyum simpul merasakan luka di hatinya terobati.
Secara Perlahan-lahan.
Vanitas menjauhkan dirinya. Kedua tangannya diletakkan di atas kursi kayunya. Melihat ke atas. Dimana banyak burung yang saling berterbangan bebas, seperti itulah Vanitas. Berkelana, mencari sebuah arti dirinya.
"Aku tidak butuh siapapun selain dirimu." Gumam Vanitas pelan. Rambut hitamnya perlahan mengikuti aliran angin, sebuah senyuman terukir disana. Matanya yang menampilkan sebuah warna merah disana.
Warna dari Noe.
Bisakah hal ini disebut Vanitas sebagai suatu Kebebasan?
.
.
.
.
.
Sesuatu yang Istimewa.
Bagi Noe semuanya sama saja, Kegelapan ada dimana-mana.
Sebelum bertemu dengan Vanitas, kehidupannya lebih berwarna. Lebih misterius. Sosok Vanitas yang begitu misterius, Noe ingin mengetahui setiap bagian dari Vanitas.
Sesuatu tentang Vanitas.
Ketertarikan yang tidak pernah dirasakannya. Bagi Ras Vampir, Ras Manusia adalah salah satu Ras yang paling menjijikkan. Namun Noe menemukannya, di balik hal tidak berdasar itu. Ada sesuatu hal yang menariknya, dan itu teramat indah bukanlah sebagai Sampah. Melainkan sebuah Permata Tersembunyi.
Itulah Vanitas.
Permata Bagi Noe.
Noe menarik jemari Vanitas, mengecupnya pelan. Tatkala warna mata violet ungunya mulai memudar berganti dengan warna merah mawar dengan terlihat begitu mempesona.
Menawan Hati Siapapun.
"Diantara semuanya kau adalah Manusia Terindah yang pernah aku Temukan. Aku ingin tau segalanya tentang Dirimu." Seru Noe, mengusap wajah Vanitas yang ada di sampingnya dengan tangan kanannya. Wajah kecil, seluk beluknya begitu indah dapat dirasakannya meksipun Noe tidak bisa melihatnya.
Vanitas mengerjapkan matanya, terpaku dengan pesona Noe yang menatapnya dalam kediaman.
"Aku adalah Kutukan, Noe." Seru Vanitas hanya tersenyum lembut di wajah manisnya yang terluka.
Sebuah Senyuman Menyakitkan.
Noe tau, bahwa Vanitas terluka. Sesuatu dalam dirinya seakan berdenyut. Noe ingin masuk dalam diri Vanitas, menariknya dan menyembuhkan lukanya. Mengantikan dengan dirinya.
"Kita berdua adalah Kutukan." Seru Noe, mengigit perlahan telapak tangan Vanitas. Rasa darah yang begitu manis, hanya sekedar itu. Noe bisa mengetahui sisi tersembunyi dari Vanitas.
Betapa Berharganya Dirinya.
Permata Biru Tersembunyi yang menunggu untuk Ditemukan.
"Aku akan disini. Karena kita berdua ditakdirkan untuk saling mengutuk satu sama lainnya. Untuk Selamanya" Seru Noe.
Surai hitamnya perlahan berhembus, seakan mengikuti suara hati Vanitas. Vanitas tersenyum, rasanya begitu hangat. Mengetahui seseorang ada bersama denganmu.
"Begitukah?" Bisik Vanitas, helaian rambut hitamnya sedikit menutupi wajahnya.
Vanitas mendekati wajah Noe, dan langsung menciumnya. Sebuah ciuman hangat penuh perasaan. Perasaan senang karena bertemu dengan Noe, perasaan yang berkecamuk mulai terlepas dari dirinya dan membuatnya menghangat.
Karena Noe.
Lukisan Warna yang menjadi Kenyataan baginya. Lukisan warna yang spesial yang tanpa sadar selalu di dambakan-nya. Warna merah milik Dirinya.
"Kalau begitu biarkan aku mengutukmu Noe." Bisik Vanitas tersenyum, mencium punggung tangan kanan milik Noe. Sedikit mengigitnya, memberikan Tanda bahwa Noe adalah miliknya.
Tidak akan melepaskan apapun yang menjadi bagian Miliknya.
Noe tersenyum tipis, menjilati darah manis di tangan kanan Vanitas. Membiarkan Vanitas yang ada disebelahnya, saling mengutarakan kasih. Dan saling menyembuhkan satu sama lain.
Pertemuan Antara kutukan.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top