🕊️3
Hari Biasa.
Matahari pagi bersinar terang memancarkan kehangatannya, Noe berjalan di dalam Rumah yang ditinggalinya selama bertahun-tahun lamanya. Kamar Noe terletak di ujung, Sedikit berjauhan dari kamar lainnya.
Tanpa Noe ketahui Alasannya.
Tak!
Berjalan pelan melewati banyak kamar di sekitarnya. Hingga Noe berhenti di depan sebuah Kamar yang Familiar. Kamar yang selalu tertutup dan tidak pernah terbuka. Kamar Vampir Louis.
Noe hanya diam, dan pergi dari sana. Mengabaikan Louis, Noe tau keberadaan dirinya karena dirinya ini---Banyak hal yang menderita termasuk Louis.
Louis merupakan Anak Kutukan, lebih Terkutuk daripada Noe.
Louis akan merasakan kesakitan setiap kali membuka matanya. Matanya yang berwarna merah akan mengeluarkan darah segar, hingga Louis kembali tertidur dan semuanya akan terhenti. Lagi dan lagi---tidak pernah berakhir. Untaian tali tidak terlihat yang tidak akan pernah terputus. Sebuah Kutukan yang terlalu Menyakitkan bagi Louis.
Louis mengatakan bahwa ini semua salah Noe. Diantara Vampir Tunanetra lainnya, Noe yang paling sempurna. Matanya berwarna merah laksana darah segar yang mengalir, setiap helaian surai putih pendeknya sangat menawan. Noe hanya kehilangan satu keindahannya, Yaitu Penglihatannya.
Sedangkan Louis Kebalikannya, Louis adalah Kutukan Yang Paling Tidak Sempurna. Sebuah kenyataan yang menyedihkan dan menyakitkan bagi dirinya dan bagi para Ras Vampir lainnya. Louis adalah Permata tercela yang tidak diinginkan.
Dan membuat Louis mengurung dirinya dan tidak pernah keluar. Louis mengutuk dirinya sendiri akan keberadaannya dirinya.
Selama Bertahun-tahun lamanya. Bagi Louis, Dirinya sendiri adalah sebuah Kegagalan bagi para Vampir lainnya.
Dan Noe adalah salah satu Vampir paling menawan yang membuktikan keburukan dari dirinya. Menyedihkan memang, namun Louis melakukan itu hanya untuk tetap bertahan hidup dari ras Vampir yang mementingkan kesempurnaan dan keistimewaan Rasnya.
Entah sampai kapan. Louis akan tetap bertahan dalam kehidupan yang tidak menginginkannya.
Noe hanya menutup matanya, melewati kamar suram itu. Hanya ada suara langkah kaki yang terdengar di lorong sepi itu sebelum suara itu semakin menjauh, dan lorong kembali senyap sunyi seperti biasanya.
Meninggalkan Louis sendirian disana. Tanpa adanya Siapapun.
.
.
.
.
.
"Apakah ada Vampir yang tidak sempurna, Noe?" Tanya Vanitas tiba-tiba. Bersuara di tengah desiran air yang menyejukkan.
"..." Tidak ada Jawaban.
Vanitas hanya tersenyum kecil, melirik ke arah Noe yang hanya diam saja. Tidak berkata apapun tentang Rahasia dari Rasnya.
"Louis."
Nama yang tidak akan pernah diucapkan oleh siapapun. Di ucapkan dengan mudah oleh Vanitas tanpa rasa ketakutan.
Srek!
Sebuah pisau di arahkan tepat di leher Vanitas. Tentu saja, Vanitas adalah bagian dari Ras Manusia, Musuh Utama dari Ras Vampir.
"Darimana kau tau?" Seru Noe dengan nada yang ditekankan.
Noe menatap dengan tatapan tajamnya yang mencengkam, menunjukkan Intimidasi pada Vanitas yang ada di sebelahnya. Ras Vampir adalah Predator. Vanitas tanpa rasa ketakutan, meraih pisau itu dan perlahan menyingkirkannya darinya.
"Tenang saja Noe, aku akan menyelamatkannya. Vampir yang tidak sempurna, terlihat sangat menarik, bukan-?" Seru Vanitas tersenyum simpul.
"Lagipula aku adalah Mangsa kalian, aku tidak seberani itu untuk mengorbankan diriku." Seru Vanitas. Dia mengambil kuas dan mulai menggoresnya di atas Kanvas dengan santai.
Noe tidak mengerti. Alasan Vanitas mengatakan semua ini. Dikala semua orang membenci dan ingin Louis menghilang.
"Kenapa?, Kau siapa Vanitas?" Seru Noe mempertanyakan sosok dihadapannya. Ada banyak pertanyaan berputar di sekitarannya tentang Vanitas.
Pertanyaan tidak Terjawab.
Vanitas, Pelukis manusia yang tiba-tiba muncul di belah dunia Vampir. Mendekatinya dan menariknya dengan Pesona yang mematikan dan menawan.
"Aku adalah Pelukis, Aku berkelana mencari Objek. Dan kau tau Noe, Kisah dari Suatu Objek adalah Lukisanku." Seru Vanitas. Menarik kuas bercat merah yang begitu indah, dan tersenyum pada lukisan yang di hadapannya. Seorang Vampir, dengan darah merah merona di kedua matanya perlahan mengalir membasahi wajahnya yang begitu pucat sembari memandangi Bulan Merah laksana bulatan permata yang tersembunyi dibalik langitnya malam. Rembulan yang Indah.
Kecerahan yang Mematikan.
Noe hanya terdiam. Tidak mengerti apapun tentang Vanitas. Vanitas terlalu misterius, seorang Pelukis yang tidak terikat pada apapun.
Selain Lukisannya.
Selain Dirinya Sendiri.
.
.
.
.
.
"Disini Louis." Seru Noe, di depan sebuah kamar yang selalu tertutup selama bertahun-tahun.
Vampir bisa bertahan hidup selama waktu tidak ditentukan karena daya tahan tubuh sangat hebat dan nyaris abadi.
"Sudah bertahun-tahun, Tidak. Sejak dia di usir. Louis selalu mengurung dirinya tanpa suara. Dan tidak ada yang peduli." Seru Noe lagi dengan ekspresi datar.
Noe sedikit menjauh saat dirasakan Vanitas mendekat ke pintu itu. Suara langkah kaki bersahutan hingga terhenti. Vanitas mengetuk pelan pintu itu, dan menempelkan bagian samping kanannya pada pintu berlapiskan kayu coklat itu.
"Kasihan sekali. Louis, Aku datang untuk membebaskan mu dari semua kutukan-mu." Seru Vanitas tanpa rasa takut.
Noe hanya diam disana, Hanya bisa membayangkan hal yang terjadi di hadapannya. Suara mulai terdengar, suara langkah kaki mendekat. Dan perlahan suara pintu perlahan dibuka, bunyi gesekkan pintu lama yang saling bersahutan. Udara dingin dan lembab dari dalam sana.
Aroma anyir yang Memuakkan.
Vanitas masih tersenyum disana, menatap seseorang dibalik celah pintu kamar Louis. Mata merah yang hampa, penuh pesona. Air mata beraliran darah tiada henti keluar bersamaan dengan rasa sakit yang menyesakkan dada. Wajah nan Pucat, terlihat sangat indah---namun menyedihkan.
"Siapa kau?"---Suara pertama dari Sosok Louis yang Dikutuk. Suara yang terdengar lelah, dan bunyi tetesan air bersahutan membasahi lantai. Selama bertahun-tahun lamanya. Sejak Louis menampilkan dirinya.
Noe sama sekali tidak mengira bahwa Louis akan menampilkan dirinya pada Sosok Manusia.
Kling!
Bunyi khas anting Vanitas yang melangkah masuk, Noe ikut masuk. Mengikuti suara hingga suara pintu perlahan menutup. Menyembunyikan segalanya.
.
.
.
.
.
Srek!
Suara pisau membelah suara yang sunyi, Noe mengetahuinya. Bagaimanapun Vampir dan Manusia adalah Musuh Abadi.
"Kau manusia bukan? Kenapa kau datang kemari? Ke dalam sarang Predator mu?" Tanya Louis. Suaranya terdengar sinis meksipun penuh kesedihan.
Noe bisa merasakannya, hatinya yang teriris secara perlahan dari suara yang dikeluarkannya dan suasana suram dan gelap yang terasa semenjak kedatangan Louis. Di dalam kamar Louis, bau darah bertebaran seolah menempel erat dalam ruangan ini. Bersatu dalam setiap celah kamar yang terasa sempit ini.
Vanitas dengan tenang, meraih Kuas yang diambilnya.
"Aku hanyalah Pelukis." Seru Vanitas. Mengarahkan kuas, menggoresnya dengan darah merah yang berceceran dilantai di setiap gerakan dari Louis.
"Kau jangan bercanda! Apa maksud ucapan-mu tadi?" Suara Louis terdengar marah.
Noe duduk di pinggiran kasur, melewati cairan dan cipratan yang selalu mengiringi setiap langkah kakinya. Noe duduk di sebuah kasur empuk, Suara Vanitas yang terus menggores kuasnya dengan santai tanpa adanya rasa ketakutan akan dua vampir berada di dekatnya.
"Lukisan, sebuah kisah yang digambarkan dalam suatu gambar. Aku melakukannya, disini kau bisa bebas Louis." Seru Vanitas. Sebuah goresan terdengar, darah menetes pelan dari pipi kanan Vanitas.
"Kau tidak pantas menyebut namaku, Makhluk Rendahan." Seru Louis. Tidak ada yang akan menyukai jika seorang Hama, bersikap setara dengan dirinya.
Vanitas hanya tersenyum, menggoreskan kuas. Suara kuas yang melukiskan sesuatu.
Noe kembali berhalusinasi. Membuat suatu Imajinasi dengan khayalannya, akan sesuatu yang sedang terjadi di hadapannya. Matanya yang merah, berpadu dengan bulan berwarna merah yang selalu bersinar menyinari dunia Vampir sangat berbeda dengan mata Vanitas yang berwarna Biru sedalam Lautan.
Pertentangan antar Permata.
"Setiap Objek memiliki sebuah keindahan. Termasuk dirimu, Louis. Aku melihatmu sebagai sebuah keindahan yang ingin di lukiskan dalam suatu gambar."
Keindahan?
Vampir digambarkan sebagai sosok Teristimewa dari setiap jenis makhluk lainnya. Dibalik semua Kegelapan yang selalu mengelilingi Noe. Dimanakah letak keindahan itu berada-?
Betapapun Noe berusaha untuk menemukannya. Tidak pernah ada, Hingga kedatangan Vanitas, yang membawa suatu keindahan yang terlihat sangat berbeda.
"Vanitas." Panggil Noe. Vanitas menoleh dengan mata berwarna biru yang sangat mempesona.
"Dimanakah letak keindahan itu?" Tanya Noe, Pertanyaan yang selalu ditanyakan-nya. Bagi dirinya, Keindahan itu apa?
"Kau akan menemukannya Noe. Keindahan milikmu sendiri suatu saat nanti." Seru Vanitas dengan senyuman tanpa berniat untuk memberikan jawaban.
Srek!
"Sudah. Bisakah kau lihat Louis. Inilah dirimu di dalam diriku. Keindahan tersembunyi darimu yang aku temukan." Serunya, Louis mengeram kesal. Dengan kesal dia melempar lukisan itu hingga terjatuh, Louis dengan cepat menarik surai hitam legam seperti cahaya malam---Vanitas hingga berhadapan dengannya.
"Aku tidak bisa melihat! Apa kau sedang meledekku?" Seru Louis, melihat dengan rendah pada sosok Vanitas. Surai hitam pendeknya perlahan bergoyang, sedikit mengenai darahnya.
Vanitas hanya tersenyum, Dia mengusap pelan pipi Louis yang berlumuran dengan darah.
"Kasihan sekali, Tidak apa-apa. Aku melihatmu Louis. Aku tau semua rasa sakitmu. Kau begitu indah dalam kesakitanmu." Seru Vanitas menyipitkan matanya, menampilkan rona biru, senada dengan Mutiara Lautan.
"Tidak! Kau tidak tau apa-apa, aku--." Suara yang perlahan terdengar merendah hingga mulai menghilang. Rangkaian kenangan seperti kaset rusak.
Vanitas berbisik di telinganya, membisikkan hal yang membuat Louis seketika terdiam dalam keheningan yang menyesakkan. Keheningan yang membuat Louis mengingat segalanya, Akan yang terjadi sebelum Louis berakhir dikurung disini.
"Kasihan sekali Louis."
Srek!
Louis mendorong Vanitas, dan meraih wajahnya yang mulai berlumuran darah. Rasa sakit menyerangnya kian henti, setiap detik, setiap waktu setiap Louis membuka matanya. Louis hanya berharap semuanya terhenti.
Apa yang harus dilakukannya?
"Kau hanya perlu bebas Louis, Kau tau sendiri apa yang kau butuhkan dalam dirimu, kan?" Suara Vanitas seolah bunyi lonceng yang membangunkan Louis. Louis meraih pisau yang selalu menemaninya. Hal yang selama ini diinginkannya.
Apakah jika Louis mengambil keputusan ini. Dia akan bebas?
Suara orang-orang yang seakan menghakimi akan keberadaan dirinya di dunia ini. Ras Vampir tidak membutuhkan permata yang tercela. Permata terkutuk penuh dengan goresan Noda, Louis tidak berharga. Bahkan hingga sampai di tempat ini, Tidak ada yang benar-benar menginginkan keberadaannya. Vanitas disana, tersenyum dan mengelus pelan pisau kecil yang digenggam erat oleh Louis.
Pisau yang Diukirnya Sendiri.
"Keindahan dari Louis. Selamanya akan ada, didalam lukisan yang kubuat." Seru Vanitas dengan senyuman tipis.
Berhari-hari, berjalan sendirian ditengah kesunyian. Jalanan sempit yang penuh dengan aroma darah yang memuakkan.
Suara yang menenangkan, menghasutnya agar segera beristirahat dari semuanya.
Louis meraih pisau itu, dan perlahan menusuknya sendiri di dalam dirinya. Mata seindah merah permata mulai menutup meninggalkan jejak darahnya.
Sebuah kebebasan yang sudah diinginkannya sejak lama. Louis merasakan semua kesakitan-nya mulai berakhir dan berubah tanpa adanya rasa sedikitpun. Mati rasa. Ah, inilah kebebasan yang didambakannya. Tanpa ada rasa Kesakitan, Penghinaan akan Keberadaan Dirinya ini.
"Kebebasan." Gumamnya sebelum kehilangan kesadaran untuk selamanya.
Vanitas hanya tersenyum di sana, dengan Vampir yang mulai berubah menjadi abu hitam menyatu bersama dengan angin malam yang dingin. Lukisan, dimana Louis yang berdiri di sebuah hamparan taman yang indah, tersenyum--menari tanpa adanya siapapun. Permata yang indah, menari di balik semua rasa kesedihan yang terukir.
Menari dan Menari hingga Tarian berakhir saat penarinya menghilang diterpa angin.
Tidak ada Siapapun. Keindahan yang Tercipta Sementara.
Di dalam sebuah Lukisan.
Louis, Vampir Kesedihan dalam Aliran Darah yang akan terus mengalir---mengikutinya hingga kematian menjemputnya.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top