Chapter 7

Lorong bawah tanah, Benteng, Hutan Titan, Dunia R'lyeh.

15 September 2035.

1920.

DOR DOR DOR.

Suara babi mati pun terdengar menggema di lorong tersebut, Sersan Mayor Joshua menghela nafas panjang, dia memeriksa amunisi yang ada di pistolnya dan hanya tersisa 3 tembakan lagi. Dia menggunakan pistol untuk menghemat amunisi SS3 nya.

Dia baru saja membunuh seekor Monster babi yang terinfeksi parasit Dreamweaver, untung saja Joshua sudah menginstruksikan kepada prajurit lainnya untuk menggunakan masker gas. Prada Kevin, salah satu anak buah Joshua berkomentar. "Ini seperti di film zombie kan, Sersan."

"Ya, benar sekali. Tapi zombie yang kita lawan benar-benar luar biasa keterlaluan kekuatannya, aku penasaran bagaimana ceritanya Dreamweaver bisa tercipta atau lahir." Balas Joshua.

"Pasti benar-benar evolusi atau kondisi yang gila banget hingga Dreamweaver harus terlahir, mungkin kita bisa bertanya kepada para Elf setelah semua ini selesai." Ucap Prada Adam.

"Kau percaya teori Evolusi?" Tanya Kevin dengan jijik.

"Tentu saja, setiap hal itu ada penjelasannya bung." Ucap Adam dengan kelewat santai.

"Kalian berdua, ini bukan saatnya berdebat. Adam, segera cari Nanda dan kita akan mundur kembali ke pos pertahanan. Bertahan lebih lama ditempat ini membuat bulu kuduk ku naik." Ucap Joshua melerai mereka berdua.

"Siap, pak!" Adam pun pergi mencari Nanda yang entah kemana.

Kevin pun berjalan mendekati mayat Monster babi yang tadi Joshua bunuh, Joshua berkata dengan nada keras. "Kevin, jangan mendekat bung."

"Sersan, santai, oke? Mahluk ini sudah mati, mereka boleh tahan peluru sebanyak yang mereka mau, tapi peluru tidak berbicara melainkan beraksi, lihatlah semua lubang ini!" Ucap Kevin sambil menunjuk semua lubang di tubuh si monster akibat serangan Joshua.

"Tetap saja, Kevin, kembali kemari sebelum kau terluka." Perintah Joshua dengan tegas.

"Uhh baiklah." Kevin mengambil sebuah belati dari bangkai Monster babi itu sebelum akhirnya kembali ke tempat semula.

Mereka berdua lalu pergi meninggalkan lorong tersebut untuk bertemu dengan anggota lainnya, saat mereka akan sampai di pos pertahanan, mereka berpapasan dengan sepasang Pejuang Elfdom dengan pedang yang menjadi ciri khas Elf di dunia ini nampaknya. Saat Joshua dan Kevin tiba di pos pertahanan, mereka tidak dapat menemukan Nanda dan Adam disini.

"Dimana dua badut itu?" Gumam Joshua kebingungan.

Joshua lalu mengontak Adam. "Adam, dimana kalian? Jawab sekarang."

"Pak, Nanda hilang entah kemana!"

"Oh yang benar saja." Ucap Joshua sambil mengerang.

"Pak?" Tanya Kevin dengan khawatir.

"Nanda hilang, lapor ke Letnan segera, setelah itu kita akan membantu Adam mencari Nanda." Ucap Joshua dengan tegas.

"Siap, pak!" Kevin pun segera mengontak Jaka yang sedang ada di atas, mengomandoi usaha pertahanan benteng.

Raut wajah cemas dari Joshua nampaknya disadari para Elf yang ada di sana, salah satu dari mereka langsung bertanya. "Ada apa manusia? Kau nampak cemas."

"Salah satu anak buah ku menghilang di lorong, kami akan mencoba mencarinya." Jawab Joshua dengan singkat.

"Hilang? Baiklah, kami akan membantu, lebih banyak lebih baik." Ucap si Elf sambil menganggukkan kepalanya ke anak buahnya yang lain.

"Apakah tidak apa-apa? Pos Pertahanan ini akan kesulitan saat menghalau para Dreamweaver yang akan datang jikalau kamu membawa Elf mu." Ucap Joshua sambil merengut.

"Tidak apa-apa, Manusia, jumlah yang berjaga memang sedikit, tapi mereka adalah Pejuang Elfdom dan mereka sudah berjuang mempertahankan Kota kami selama ratusan tahun dengan jumlah yang sedikit, beberapa Babi dan monster jelek tidak dapat membuat mereka gentar." Ucap si Elf dengan bangga.

"... Siapa nama mu?" Tanya Joshua.

"Daendels, William Daendels." Ucap si Elf pria yang bernama Daendels.

Joshua dan Kevin yang baru siap menghubungi Jaka, langsung melotot saat mendengar nama tersebut. Kevin bertanya dengan suara yang bergetar. "Uhhh apa kamu ingat Anyar-Panarukan?"

"Anyar-Panarukan? Apa itu, Manusia?" Tanya Daendels kebingungan.

"Ah, maaf jikalau Kevin membuat mu kebingungan, hanya saja tuan... Daendels, nama mu itu sangat mirip dengan salah satu orang yang cukup 'terkenal' dahulu di sejarah Indonesia." Ucap Joshua dengan hati-hati.

"Hmm? Begitukah? Oh dan juga, jangan panggil aku tuan, panggil saja Sergeant-Majoor." Ucap Daendels sambil tersenyum.

"Uhh Sersan? Letnan Jaka telah memberi lampu hijau ke kita semua untuk mencari Nanda." Ucap Kevin.

"Baiklah, Sergeant-Majoor, mohon bantuannya." Ucap Joshua mengulurkan tangannya.

Daendels melihat gestur tersebut dengan tatapan tertarik sebelum akhirnya menjabat tangan tersebut dengan erat. "Ya, mohon bantuannya juga."

25 Elf dari 35 Elf yang berjaga di Pos Pertahanan pun bergerak menelusuri setiap sudut lorong bawah tanah Benteng tersebut dengan teliti, Joshua sendiri bersama Kevin dan Daendels melakukan pencarian. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa Monster Babi dan lima Scrofa Wendigo yang masih dalam usia muda. Semua tantangan tersebut dapat dengan mudah di atasi dengan senapan serbu yang dibawa oleh Kevin dan Joshua.

"Kau tahu, Sersan, mereka tidak terlalu menyeramkan jikalau kita memegang senapan." Ucap Kevin dengan nada bercanda.

"Hentikan itu Kevin, terkadang kata-kata mu itu bawa sial." Ucap Joshua menggerutu.

"Hei, aku setidaknya tidak seburuk Nanda, dia kena serpihan kaca di matanya dua hari lalu dan sekarang dia menghilang! Maksudku, apa yang lebih buruk dapat terjadi?" Tawa Kevin.

Daendels menggelengkan kepalanya saat melihat kelakuan manusia bernama Kevin ini yang benar-benar absurd, namun Daendels langsung melebarkan matanya saat melihat pergerakan dari bayangan. Daendels berteriak. "Awas!"

Kevin langsung melebarkan matanya, dia merasakan sesuatu yang tajam dan dingin menembus tubuh dan zirah Bhayangkara-1 nya. Dia pun terangkat ke udara dan berteriak kesakitan. "Aahhhh sial! Sakit sialan!"

"Kevin!" Joshua lalu mengangkat senapan nya dan melepas beberapa tembakan ke arah bayangan..

Dari bayangan tersebut, keluar sosok Orc berbadan besar yang menandakan dia adalah varian Alpha. Dia memegang tombak yang masih menusuk Kevin. Orc tersebut menghembuskan nafas hangat sebelum akhirnya meraung dengan kuat. Sebelum Joshua dapat bereaksi, Daendels melesat maju dengan sangat cepat.

Daendels menggunakan pedangnya yang sangat mirip dengan Kukri tapi sebesar pedang untuk menebas bagian tombak tersebut, mematahkan tombak si Orc dan membuat Kevin jatuh, namun berhasik ditangkap Daendels. Daendels melompat mundur dan menyerahkan Kevin yang berdarah-darah ke Joshua yang langsung dengan sigap mengamankan anak buahnya.

"Sialan, ini sangat sakit pak." Ucap Kevin meringis kesakitan.

"Tenang bung, jangan bernapas terlalu cepat, tenang." Ucap Joshua mencoba menenangkan Kevin yang kesakitan.

Daendels pun memutuskan untuk menyelesaikan ini semua dengan cara menembakkan sihir bola api dari tangan kiri nya lalu kembali melesat maju, pedangnya ia ayunkan dengan sangat cepat bahkan si Orc tidak dapat mengikuti pergerakan Daendels. Orc tersebut kini menahan rasa sakit dari sihir bola api yang membakar lapisan luar kulitnya dan sayatan yang sangat banyak di tubuhnya akibat Daendels.

Daendels pun melakukan serangan penutup dengan memenggal kepala sang Orc Alpha, namun satu kali ayunan pedang tidak langsung memenggal kepala sang Orc, butuh setidaknya dua kali ayunan hingga akhirnya kepala sang Orc lepas, secara permanen membunuhnya. Daendels mundur beberapa langkah dan membiarkan tubuh sang Orc jatuh sendiri mengikuti gaya gravitasi.

Merasa sudah aman, Daendels lalu mendatangi Joshua yang tengah menyuntikkan morfin ke tubuh Kevin. Daendels bertanya. "Apakah dia akan baik-baik saja?"

"Seharusnya begitu, tapi lebih baik kalau kita mundur sekarang." Ucap Joshua dengan serius.

"Dimengerti, duluan, aku akan melindungi bagian belakang." Ucap Daendels sambil membersihkan darah dari pedangnya menggunakan sikut nya.

Joshua lalu membopong Kevin yang tubuhnya masih ada bekas patahan tombak dari Orc Alpha tadi, Joshua berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat Kevin kesakitan, sedangkan Daendels berjaga dibelakang, sembari terus menjatuhkan bunga biru terang setiap beberapa meter mereka berjalan. Akhirnya setelah 15 menit perjalanan penuh kesakitan bagi Kevin, mereka bertiga sampai di Pos Pertahanan.

Ternyata di sana sudah ada Nanda dan Adam yang memasang wajah khawatir. Adam berkata. "Sersan! Kemana saja anda? Saya dan Nanda mencari kalian."

"Apa maksud mu? Kami yang mencari kalian, kau bilang Nanda hilang!" Ucap Joshua dengan raut wajah marah, marah karena mereka berdua seolah-olah tidak peduli akan penderitaan yang dijalani oleh Kevin saat ini.

"Tapi pak, saya tidak pernah berkata demikian, saya berkata kalau saya sudah menemukan Nanda yang terlalu jauh menjelajah dan sedang dalam perjalanan kemari, lalu kami berpapasan dengan beberapa Elf yang langsung mengawal kami pulang, kami sebenarnya sangat bingung disini." Ucap Adam dengan panjang lebar.

"Apa-apaan maksud mu Adam?!" Joshua benar-benar kebingungan saat ini, dia dan beberapa Elf serta Kevin mendengar dengan jelas kalau Nanda, hilang, tapi sekarang Adam mengaku kalau Nanda tidak pernah hilang, Nanda terlalu jauh menjelajah, katanya.

"Tunggu, Manusia, jangan marah terlebih dahulu... Sepertinya aku tahu apa yang membuat kita berpikir kalau Manusia Nanda hilang." Ucap Daendels dengan serius.

"Apa itu?" Tanya Joshua.

"Salah satu dari bagain tubuh Utama Dreamweaver, Jugement du droit. Atau Hakim Keadilan kami memanggilnya." Jawab Daendels sambil meringis.

..
...

Dinding Benteng.

Jaka menghindari serangan anak panah yang datang dengan relatif mudah, terimakasih berkat VIZ dan juga Exoskeleton nya yang secara mengejutkan bekerja dengan baik.

"Balas tembakan! Jangan beri mereka ampun!" Perintah Jaka ke beberapa prajuritnya yang ada di Dinding.

Mereka semua membuka tembakan menggunakan SS3 mereka masing-masing, memilih target dalam menembak untuk menghemat amunisi. Monster yang mencoba memanjat bukit atau berhasil terlalu mendekat langsung terkena anak panah Pejuang Elfdom. Serangan kali ini masih tergolong kecil, kemungkinan sebesar Satu atau Dua Kompi.

"Hey Henri! Dimana Scion?!" Tanya Jaka ke Henrietta yang melemparkan balok sihir ke salah satu Orc yang langsung hancur bagian atasnya setelah dihantam proyektil magis.

"Tenanglah Jaka, biarkan trik sulapnya bekerja. Lagipula, ini masihlah pasukan pengintai mereka, mereka mencobs menekan setiap bagian pertahanan kita." Ucap Henrietta dengan tenang.

Jaka menghela nafas panjang sebelum akhirnya melihat barisan pasukan Dreamweaver yang terdiri dari Goblin, Orc, Ghoul dan beberapa mahluk lainnya membentuk formasi persegi panjang. Orc dengan plat baja digunakan sebagai perisai dari proyektil yang datang, peluru 6,8×51mm dari SS3 pasukan Jaka saja kesulitan menembus plat baja tersebut.

Sebelum Jaka memberi perintah untuk menggunakan Mortar, dari hutan keluar puluhan Pejuang Elfdom yang mengendarai Rusa berlari menuju barisan bagian belakang formasi Pasukan Dreamweaver. Scion memimpin serbuan ini di paling depan, dengan Pedang nya yang terhunus. Formasi yang digunakan Pejuang Elfdom adalah Arrowhead, membuat mereka dapat dengan mudah mendobrak bagian tengah pasukan Dreamweaver yang relatif lebih lemah karena diisi Goblin dan Ghoul.

Setelah berhasil mendobrak paksa formasi pasukan Dreamweaver, Scion dengan lihai memerintah pasukannya untuk berpisah menjadi dua bagian dan menyerang Sayap kiri serta kanan pasukan Dreamweaver. Sayap kanan dari Pasukan Dreamweaver relatif lebih kuat dari tengah dan kiri karena diisi oleh Orc yang kuat, makanya pasukan Pejuang Elfdom yang bergerak mengepung ke Sayap kanan tidak langsung menghancurkan mereka, melainkan secara perlahan mengikis kekuatan mereka, tembakan senapan api dari pasukan Jaka di Tembok benteng juga benar-benar membantu membunuh beberapa Orc yang bisa menjadi masalah.

Pasukan yang Scion pimpin langsung menghantam dengan keras pasukan sayap kiri Dreamweaver, mayoritas dari mereka diisi Ghoul dan Goblin yang lemah, terdapat beberapa keberadaan manusia dan Ratkin, namun mereka bukanlah lawan yang sepadan dengan Scion serta pasukannya. Pertarungan berlangsung dengan cepat dan efisien, Pasukan Scion berhasil membunuh setidaknya 400 Ghoul dan Goblin, serta jumlah Ratkin dan Manusia yang tidak diketahui untuk sekarang.

Scion lalu mengayunkan pedangnya ke udara, semacam kode mungkin. Pasukannya langsung kembali berkumpul dan membantu pasukan yang membendung dengan hebat serangan Orc yang menggila. Beberapa Drone FPV yang diterbangkan pasukan Jaka nampak merekam setiap sudut pertempuran dengan resolusi terbaik.

Pasukan Scion akhirnya memutuskan untuk mundur setelah merasa gagal untuk menghabisi pasukan Orc yang tersisa, Scion mengisyaratkan mereka semua untuk mundur dengan lagi-lagi ayunan pedangnya. Semua Pejuang Elfdom lalu bergegas kembali masuk ke Benteng dengan membawa 12 Pejuang Elfdom yang terluka akibat pertempuran singkat tadi.

Jaka langsung memanfaatkan situasi. "Elvita! Mortar 120mm di koordinat yang berikan melalui Cakra Net, gunakan Fosfor!"

"Mengirim." Ucap Elvita melalui radio.

Beberapa suara tembakan Mortar kaliber 120mm terdengar dari halaman benteng, beberapa Pejuang Elfdom yang ada di dinding Benteng bersamanya nampak masih belum terbiasa dengan dentuman mortar, namun Henrietta nampak sudah terbiasa.

Tiga peluru Fosfor dan dua peluru Klaster menghantam dengan keras posisi pasukan Orc yang mencoba kembali mengumpulkan posisi mereka. Dua peluru klaster meledak di udara, menghujani para Orc dengan besi panas yang membunuh serta melukai banyak Orc. Tidak hanya sampai disitu, tiga peluru Fosfor putih langsung menghujani mereka, membakar kulit para Orc tersebut dan membuat kebanyakan dari mereka mati.

Beberapa yang berhasil selamat tidak dibiarkan begitu saja, Henrietta langsung merentangkan tangan kanannya. "Pemanah, ambil posisi!"

Sekitar 20 Pemanah Elfdom langsung mengambil posisi. Henrietta kembali memberi perintah. "Lepaskan!"

Dua puluh anak panah diluncurkan sebagai gelombang pertama, setiap satu anak panah langsung ter-duplikasi di udara akibat sihir milik para Elf, serangan ini terjadi sebanyak tiga gelombang lagi setelah gelombang pertama. Jadi jikalau mengabaikan anak panah yang asli, ada ratusan atau mungkin ribuan anak panah yang langsung mengenai semua Orc yang mencoba kabur.

Jaka bersiul sambil menganggukkan kepalanya, membuat memori untuk memberitahu ke atasannya jangan pernah bermusuhan dengan Elfdom. Jaka lalu berkata. "Tidak buruk, sedikit berlebihan, tapi tidak buruk."

Henrietta tertawa. "Hahaha, seharusnya kami yang berkata seperti itu, kalian menghujani mereka dari langit juga dan menambah penderitaan mereka, jadi aku anggap kita sedikit impas, ya?"

"Ya... Hm? Sedari tadi Joshua mencoba menghubungi ku?" Jaka lalu mengontak Joshua.

"Josh? Ada apa? Aku sedikit sibuk di atas sini." Ucap Jaka dengan nada netralnya.

"Pak! Kabar buruk! Kevin terluka, tapi bukan itu kabar buruknya, di antara pasukan musuh di atas sana, mereka memiliki Hive-Mind portabel yang mereka gunakan sebagai pusat komando, teori saya, kalau kita menghancurkan pusat komando itu, kekompakan mereka akan hancur!" Ucap Joshua dalam satu nafas.

"Hey Joshua! Pelan-pelan kawan, coba ulangi lagi?" Tanya Jaka yang langsung menurunkan volume dari radio miliknya.

"Kevin terluka dan di antara pasukan musuh ada pusat komando mereka pak." Lapor Joshua dengan singkat kali ini, sambil terengah-engah.

"Pusat komando? Henrietta, kamu tahu sesuatu mengenai ini?" Tanya Jaka penasaran.

"Jugement du droit, harusnya aku tahu kalau dia yang akan dikirim. Mahluk itu merupakan spesies terakhir dari Arachni, sebuah ras Laba-laba raksasa yang sudah lama punah akibat Dreamweaver dan serangan monster lain. Jugement du droit sudah lama memburu Elf dan nampaknya menghabiskan waktu nya untuk mencari cara menghabisi kami semua apapun harga nya, bahkan menjual dirinya ke Dreamweaver." Jawab Henrietta menghela nafas panjang, raut mukanya nampak sedih.

"Apakah ini cerita sedih yang harus aku ketahui agar bisa mengalahkannya?" Tanya Jaka penasaran.

"Pak, ini bukan Dark Souls." Komen Kopral Julius yang berada di Tembok Benteng juga.

"Amit-amit dah dunia ini mirip Dark Souls atau sejenisnya." Balas Denis yang merinding membayangkan nya.

Oh iya, hampir semua prajurit TNI yang ada di Tembok adalah prajurit dari Kendaraan 1/Anoa.

"Dahulu kala, mungkin sekitar 1200 tahun yang lalu kalau tidak salah. Opperheer Pierre Westerling memerintahkan Operasi Militer gabungan antara Suku Thalassia dengan beberapa suku Elf lain, pada masa itu ada lima Kota Elfdom yang besar dan perkasa, wilayahnya juga luas, meliputi semua Hutan Titan. Operasi Militer yang dilaksanakan Opperheer Westerling benar-benar tidak beradab dan gila, yaitu pembantaian secara massal puluhan kampung monster yang damai di pinggiran Danau Tomacha atau panggilan terkenalnya adalah Danau Darah karena betapa banyaknya darah yang ditumpahkan pada saat itu. Setelah melakukan tindakan keji itu, Opperheer Westerling lanjut ke pegunungan Dragonfeld yang ada di Selatan Hutan Titan, di sanalah tempat Jugement du droit tinggal bersama semua spesies Arachni." Ucap Henrietta memulai cerita baru.

Semua orang bahkan termasuk Pejuang Elfdom yang muda mendengar kisah tersebut dengan serius dan tidak percaya. Pasukan Jaka merasa sangat familiar dengan nama Westerling tersebut. Sedangkan Pejuang Elfdom yang sudah tua dan veteran hanya menghela nafas dengan sedih.

"Singkat cerita, 3000 Pejuang Elfdom pada masa itu menggabungkan kekuatan dan membuat Sihir tingkat Surgawi, memanggil Badai Api maha dahsyat yang melahap pegunungan Dragonfeld, tempat tinggal para Arachni dan bangsa para Naga. Semua Arachni yang pada saat itu berada diluar untuk melaksanakan semacam perayaan, langsung musnah begitu saja menjadi abu setelah terkena serangan Pejuang Elfdom, lalu... Mereka semua memburu Arachni yang selamat kecuali Jugement du droit, kurang lebih itulah kisah dari Jugement du droit, salah satu Pimpinan Dreamweaver yang benar-benar luar biasa licik dan kuat." Ucap Henrietta menyelesaikan kisahnya.

"Itu terdengar sangat... Bar-bar." Komen Julius.

"Setuju..."

"Dan dimana kamu selama itu semua, Henri?" Tanya Jaka penasaran, kenapa Henrietta tidak mencoba menghentikan tindakan Opperheer Westerling.

"... Akulah yang memberi dia izin untuk melakukan tindakan itu, beberapa tahun sebelum Operasi Militer itu dilaksanakan, aku kehilangan banyak teman dan keturunan ku karena tiba-tiba seekor Arachni dengan beberapa Monster lainnya datang dan melakukan pembantaian di sana, pikiran ku waktu itu sudah terhasut oleh Kegelapan dan memilih dendam daripada berpikir jernih, Elfdom pada masa lalu tidaklah sebaik sekarang." Ucap Henrietta memalingkan wajahnya, tidak sanggup lagi menatap Jaka tepat dimatanya.

"Itu... Sesuatu, oke... Baiklah, terimakasih Henri telah memberitahu kami mengenai hal ini, kita hanya perlu mencari Monster Laba-laba raksasa bukan?" Tanya Jaka dengan tenang.

"Kau tidak marah?" Tanya Henrietta balik.

"Mengapa aku harus marah atas apa yang telah terjadi seribu tahun lalu? Tindakan kalian itu salah, iya, tapi bukan aku atau orang lain yang berhak menghukum kalian atas tindakan kalian, tapi kalian sendiri lah yang harus melakukan nya, aku tidak masalah apapun dalam hal itu... Henri, masing-masing dari kita memiliki rahasia gelap yang ingin kita sembunyikan, percayalah, Indonesia juga mengalami hal yang serupa." Ucap Jaka dengan hati-hati.

"Begitukah? Terimakasih..." Ucap Henrietta yang tersenyum kecil namun dia masih merasa bersalah.

Jaka menganggukkan kepalanya lalu menghubungi FOB Garuda melalui sinyal yang dipantulkan Pos 0-8. "Kolonel Chandra, ini Letnan Jaka."

"Kolonel Chandra sedang cuti, Letnan, yang berbicara saat ini adalah aku." Suara pria tua yang sangat familiar terdengar oleh Jaka.

"Jenderal Bima? Anda dikirim kemari?" Tanya Jaka terkejut.

"Benar, nak, jadi apa yang kamu butuhkan, Jaka?" Tanya Jenderal Bima.

"Situasi kami di Benteng semakin memburuk, meminta dukungan udara dan suplai ke koordinat yang saya berikan, bala bantuan juga terdengar bagus." Ucap Jaka sambil melihat kearah kejauhan dengan fitur Zoom-In di VIZ nya.

"Aku telah membaca apa yang terjadi pada Peleton mu melalui laporan Mayor Joko. Tenanglah nak, kita tidak pernah meninggalkan seorang pun, tidak pernah." Seru Jenderal Bima.

"Terimakasih, pak... Senang bisa bekerja dengan anda lagi." Ucap Jaka sambil tersenyum.

"Dengan mu juga, nak, sekarang bertahanlah, kavaleri akan datang. Garuda, out."

Dari Landasan Udara yang ada di Pos 0-7, dua MQ-9 Reaper yang dimiliki Angkatan Udara Amerika pun langsung terbang untuk mendukung pasukan Jaka. Dua Peleton Marinir Amerika dan Kompi Lapis Baja ke-83/Rajawali dari Yonkav 8. Pasukan QRF jalur darat ini akan tiba pada tanggal 16 sore hari, beberapa jam lebih lama dari QRF jalur udara yang akan dikirim tanggal 16 pagi hari.

Kekuatan Penuh dari Divisi Infanteri Mekanis Kelima secepatnya dimobilisasi ke semua Pos untuk Jaga-jaga jikalau ada serangan beruntun dari pasukan Parasit. Data-data yang dikirim oleh Kapten Yulia melalui beberapa drone yang menjadi perantara pengiriman data, bagaikan harta karu bagi Ilmuwan yang ada di FOB Garuda. Bukan hanya data mengenai Dreamweaver yang lebih dalam, tapi data mengenai Topografi dan jalan darat yang dapat dilewati oleh pasukan darat juga dikirim.

Ini tentu memudahkan beberapa Peleton TNI Angkatan Darat untuk mengamankan jalur menuju Pos 0-8 yang ditakutkan akan dipotong oleh Pasukan Dreamweaver. Jenderal Bima juga memberi perintah untuk semua pasukan asing selain Amerika tetap di tempat mereka masing-masing, karena selama 24 jam kedepan akan menjadi hari yang sangat menyibukkan.

Kembali di Benteng, Jaka menguap dengan cukup lebar, sudah cukup lama dia tidak tidur dengan lelap dan sekarang tubuhnya mulai merasakan efek tersebut. Namun Jaka mengingatkan dirinya sendiri, dia telah selamat dari Perang Asia Raya dan beberapa konflik berdarah lainnya, kurang tidur tidak akan membunuhnya.

Tanpa ia sadari, dari belakang muncul Henrietta membawa bungkusan plastik berwarna biru. Henrietta berkata. "Sungguh, kalian memiliki manusia hal yang aneh, Jaka."

"Hmm? Henri? Ada apa?" Tanya Jaka sambil melepaskan VIZ nya lalu mengucek matanya.

"Kapten Yulia meminta ku memberi mu bungkusan ini, katanya kau akan sangat membutuhkan ini." Ucap Henrietta memberi kantong plastik berwarna biru itu ke Jaka.

Jaka tersenyum dan menerima kantong tersebut. "Ah iya, ini obat-obatan yang biasa prajurit TNI pakai di medan pertempuran... Tunggu, kau memakai sarung tangan?"

"Hmm? Sarung tangan? Oh ini... Bukan, Jaka, ini memang ciri khas para Elf dari Suku Thalassia, lihatlah lebih dekat." Henrietta mendekatkan kedua tangannya dan benar saja, kulit tangannya dari bagian pergelangan tangan atas sampai tangannya Henrietta berwarna kehitaman.

"Huh, menarik, aku tidak sadar sampai sekarang." Ucap Jaka sambil mengucek matanya.

"Kamu harus lebih peka akan sekitar, Jaka, aku penasaran bagaimana kau masih bisa hidup dengan tingkat kepekaan macam itu." Ucap Henrietta sambil menggelengkan kepalanya.

"Hahaha maaf." Jaka lalu mengambil tiga pil dari kantong plastik yang diberikan Henrietta tadi.

Pil warna hijau adalah Modafinil, peningkat ketahanan dan fokus, warna jingga adalah Beta-Blocker, untuk menstabilkan saraf, lalu yang terakhir warna kuning adalah Desmopressin, untuk menggenjot memori dan memastikan Jaka tidak pergi ke tempat sepi untuk buang air kecil di tengah-tengah pertempuran.

Setelah menelan ketiga pil tadi dengan bantuan air putih, Jaka kembali menatap Henrietta yang masih tersenyum. "Sekali lagi terimakasih telah membawakan aku obat ini, sekarang aku bisa memimpin pasukan selama beberapa hari sebelum akhirnya tubuhku sendiri menyuruh untuk tidur."

"Itu terdengar tidak menyehatkan, tapi aku tidak punya hak untuk mengingatkan mu tentang itu, aku tidak ada bedanya dengan mu." Tawa Henrietta.

Jaka tersenyum saja mendengar tawa Henrietta. Lalu tiba-tiba, dia dan yang lain mendengar suara teriakan dari kejauhan, suara teriakan itu seperti teriakan ribuan orang yang disiksa secara bersamaan. Para Elf bahkan sampai harus menutup telinga mereka yang jauh lebih sensitif.

"Bajingan, suara apa itu tadi?" Tanya Jaka sambil melihat ratusan mahluk keluar dari pepohonan.

"Siulan Kematian, salah satu alat akustik Perang yang digunakan suku Elf dan Manusia dari Utara, nampaknya mereka juga sudah tumbang." Jawab Henrietta sambil mengepalkan tangannya.

"Benar-benar mengerikan, Julius, bangunkan pasukan Mortar, akan banyak target untuk mereka hajar." Perintah Jaka ke anak buahnya.

"Siap, pak!"

Scion yang baru sampai langsung bergegas menemui Henrietta dan Jaka, setelah sampai dia langsung melapor sambil terengah-engah. "Lapor, Dame Henri, kami berhasil memasang perangkap untuk pasukan utama mereka, haruskah kita nyalakan sekarang?"

"Lakukan, Scion." Perintah Henrietta.

Tak berselang lama setelah pasukan utama Dreamweaver tiba, terjadu rentetan ledakan di seluruh bagian pasukan Dreamweaver, menyebabkan korban jiwa dan luka-luka yang banyak di antara mereka. Tidak hanya disitu, pohon-pohon yang ada di sana seketika hidup dan menyerang pasukan Dreamweaver dengan ganas. Jaka melihat dari kejauhan dengan tatapan terkesan akan jebakan yang dibuat Scion dan anak buahnya.

"Luar biasa, Scion, kerja bagus." Puji Jaka.

"Terimakasih Letnan." Scion tersenyum saat melihat kerja keras dia dan anak buahnya berhasil.

Jaka lalu memalingkan wajahnya sebentar sebelum akhirnya berbicara. "Henrietta, kamu ingat tempat jatuh benda terbang yang menjadi tempat pertama kita bertemu?"

"Iya, kenapa dengan itu?" Tanya Henrietta keheranan kenapa Jaka tiba-tiba bicara seperti itu.

"Sekarang kamu akan melihat mereka terbang." Jaka lalu melihat kearah langit.

Setelah pasukan Dreamweaver berhasil melewati jebakan yang dibuat Scion dan pasukannya, mereka berhasil kembali mengorganisir pasukan mereka yang kini berkurang menjadi 8.700 mahluk. Masih cukup banyak untuk ditangani pasukan Jaka seorang diri, namun disitulah perubahan terjadi.

Beberapa ledakan besar terjadi dibarisan pasukan Troll dan Orc, semua penjaga Benteng dapat melihat beberapa kilatan cahaya di langit dan suara yang sangat keras. Beberapa ledakan kembali terjadi dan para Elf dapat melihat dengan jelas kalau sesuatu muncul dari langit, lalu meluncur dengan api di belakangnya dan menghantam musuh, itulah menurut penglihatan mereka. Para TNI sendiri tahu apa itu dan bersorak.

"Jaka, apa itu?" Tanya Henrietta yang penasaran.

"Itu? MQ-9 Reaper, burung itu bukan milik kami melainkan negara sekutu kami yang berada di dunia ini juga." Jawab Jaka.

Beberapa ledakan besar kembali terjadi yang membunuh setengah pasukan Troll yang menarik mesin pengepungan. Namun jumlah mereka masihlah sangat banyak dan mereka tetap maju walau mengalami berbagai serangan yang tidak diketahui asalnya.

Jaka melihat kedua MQ-9 Reaper yang menyerang tadi kembali pulang, nampaknya mereka menghabiskan semua amunisi mereka untuk serangan tadi, makanya mereka akan RTB lalu kemungkinan kembali lagi untuk mendukung dia dan pasukannya.

"Ini akan menjadi malam yang panjang." Gumam Jaka dengan letih.

..
...

Gerbang Selatan, Benteng.
16 September 2045.
Jam 0330.

Wildan menguap dengan sangat lebar, tangannya sudah siap di pelatuk M2 Browning yang ada di Anoa. Sudah beberapa jam semenjak pengepungan dimulai dan tidak ada satupun dari mereka yang bisa tertidur, apalagi tugas Wildan dengan prajurit TNI lainnya harus menjaga Gerbang ini agar tidak diterobos musuh.

Di dekatnya ada Melian yang memegang tongkat sihir yang terlihat simpel namun indah, corak dari tongkatnya mengingatkan Wildan akan corak yang pernah dia lihat dulu di Candi Borobudur saat dia bersama mantan tunangannya. Teringat oleh mantan tunangannya, Wildan menggelengkan kepalanya dan menampar pipinya dengan cukup keras, dia harus fokus dan tidak mengingat wanita itu lagi.

"Wildan, mengantuk?" Tanya Melian sambil tersenyum.

"Huh? Iya, aku benar-benar akan melakukan apapun untuk mendapatkan secangkir kopi hangat." Balas Wildan yang mengusap matanya.

"Aku tidak terlalu tahu kopi sayangnya, Wildan, Elf tidak begitu menyukainya." Ucap Melian sambil bersenandung kecil.

"Ya, aku tahu kalian lebih suka yang alami... Mungkin Teh atau susu?" Ucap Wildan mencoba menerka.

"Kau benar tentang Teh, tapi untuk susu aku kurang menyukainya, Miriel yang lebih menyukai Susu." Ujar Melian sambil menatap Wildan yang juga menatap Melian.

"Kamu tahu, di dunia ku, Orang-orang menggabungkan Teh dan Susu menjadi satu." Ucap Wildan.

"Benarkah? Bagaimana dengan rasanya?" Tanya Melian yang tertarik.

"Unik, bisa dibilang. Aku tidak terlalu jago untuk menjelaskan seperti Letnan Jaka, cuman aku dapat bertaruh kalau kamu pasti menyukainya." Ucap Wildan tersenyum.

"Kalau begitu, aku nantikan untuk meminum Teh Susu tersebut." Balas Melian tersenyum.

"Musuh terlihat!" Teriak salah satu Pejuang Elfdom.

"Kita nampaknya harus menunda percakapan ini, Wildan." Melian lalu bersiap merapal sihirnya.

"Ya, akan sangat menyenangkan berbicara di waktu yang damai." Wildan mengokang senapan mesin dihadapannya.

Di jalan menanjak menuju Gerbang Selatan, semua penjaganya dapat melihat sekelompok pasukan berkuda Dreamweaver yang terdiri dari Orc dan Ghoul mencoba menyerbu secara frontal. Beberapa Ketapel raksasa memberikan serangan dukungan berupa bola api yang membara.

"Buka tembakan!" Perintah Wildan yang langsung menekan pelatuk M2 Browning nya.

Semburan peluru keluar dari senapan mesinnya yang langsung memotong pasukan Kavaleri yang berada di paling depan seperti memotong sayuran. Para Pejuang Elfdom langsung merapalkan mantra sihir mereka, mereka membuat tanah yang akan dilewati pasukan Dreamweaver berlumpur dan basah, membuat mereka sangat kesulitan bergerak.

Suara tembakan semakin banyak terdengar dari atas dinding, nampaknya beberapa prajurit TNI yang tidur tadi langsung terbangun dan ikut membantu menyerang. Pejuant Elfdom yang menggunakan busur tentu saja menghujani musuh dengan hujan anak panah.

Posisi musuh sekarang ini benar-benar sangatlah tidak strategis, namun mereka yang masih selamat tetap saja mencoba bergerak maju kedepan. Padahal ada ratusan timah panas yang terbang dan menembus tubuh setiap Orc dan Ghoul yang menyerang, namun karena infeksi dari Dreamweaver, mereka tidak merasakan sakit dari serangan tersebut dan terus bergerak maju.

Wildan tidak tahu pasti sudah berapa banyak mahluk yang telah ia bunuh, namun ia tahu kalau sudah 15 menit berlalu dan mereka masih saja terus berdatangan, ini mungkin adalah gelombang kedua serangan Pasukan Dreamweaver. Ketapel raksasa yang melancarkan bola api membara nampaknya juga sangat efektif, buktinya dia mendengar laporan kalau terjadi kebakaran di beberapa titik di dalam benteng.

Melian yang ada di samping Anoa milik Wildan terus menyerang menggunakan balok sihir yang ia buat menggunakan tongkat sihir, balok-balok tersebut ia terbangkan dengan sangat cepat yang menyebabkan banyak Orc dan Ghoul langsung hancur atau terbelah badan mereka.

Wildan lalu mendengar suara yang tidak pernah ia ingin dengar, suara klik dari senapan mesinnya, pertanda amunisinya habis. "Aku kehabisan amunisi! Mengisi ulang!"

Wildan lalu bergerak menuju ke belakang Anoa, tempat mereka menumpuk amunisi untuk senapan mesin. Dia mengambil dua kotak lalu kembali ke posisinya. Teman-teman satu peleton nya dan para Pejuang Elf memberi tembakan atau serangan perlindungan agar pasukan Dreamweaver tidak macam-macam selagi Senapan mesin sedang isi ulang.

Salah satu anak panah yang diluncurkan musuh nampak mendekat dan akan mengenai Wildan, namun anak panah tersebut terpental setelah terkena sihir penghalau milik Melian. Melian berkata sambil tersenyum. "Hati-hati, Wildan."

"Terimakasih!" Wildan langsung dengan cepat memasang kembali kotak amunisi tersebut ke senapan mesinnya, saking tergesa-gesa nya Wildan ia gagal beberapa kali dalam memasukkan peluru sebelum akhirnya sukses.

Wildan mengokang senapan mesin tersebut beberapa kali sebelum melanjutkan menyiram musuh dengan timah panas. Tiga Prajurit Peleton Hasanuddin juga tiba untuk memberi dukungan tembakan yang lebih.

Ini akan menjadi malam yang sangat panjang bagi Pasukan Indonesia dan Pejuang Elfdom.

..
...

Tenda Medis, Benteng.

Kapten Yulia nampak mengelap keringat di keningnya menggunakan lengan bajunya, dia baru saja berhasil menghentikan pendarahan pada kaki seorang Pejuang Elfdom yang terkena serangan jarak jauh musuh.

Total sekarang ada 15 Pejuang Elfdom yang terluka dan 3 Prajurit TNI yang terluka termasuk Kevin. Yulia, personel dari IFV Kancil dan Genezer Elfdom sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan luka mereka semua, tapi semua itu tidak dapat membuat mereka bertempur dalam waktu dekat. Yulia melihat salah satu Genezer yang ternyata adalah Miriel, sedang memberi minum seorang Pejuang Elfdom.

"Miriel, bisakah aku minta tolong kepada mu?" Tanya Yulia.

Miriel yang sudah selesai memberi si Pejuant Elfdom minum pun langsung berbalik menghadap Yulia. "Tentu saja, Kapitein, ada yang bisa saya bantu?"

"Aku mendapat laporan Di menara Selatan ada yang terluka, aku ingin kamu ke sana lalu stabilkan luka-luka mereka, jikalau menurutmu cukup parah maka bawa mereka kemari." Ucap Yulia dengan nada meminta tolong, bukan memerintah.

Miriel tersenyum. "Tentu saja saya dapat melakukannya, saya akan langsung berangkat."

Miriel lalu mengambil sebuah tas yang tergantung di salah satu tiang di sana, itu adalah tas yang biasa dibawa Genezer Elfdom atau kalau di dunia kita lebih dikenal dengan Tabib. Miriel lalu berlari menuju ke Menara Selatan, menghindari beberapa Pejuang Elfdom yang berlarian ke sana kemari.

Pemandangan ini mengingatkan Yulia akan 20 tahun yang lalu saat ia masih muda dahulu, saat sedang berpatroli di Jalur Gaza, pemandangan semacam ini sangat sering ia lihat. Pada masa itu ia berusia 19 tahun dan dia harus melihat kekejaman yang dilakukan negaranya ke bangsa yang hanya ingin kedamaian.

Yulia pun langsung menggelengkan kepalanya, mengingatkan dirinya kalau itu hanya di masa lalu dan sekarang semuanya sudah lebih baik. Israel sudah mundur dan berjanji tidak akan melakukan hal yang pernah mereka lakukan dan rakyat Palestina dapat bernafas dengan lega. Karena kondisi damai ini juga kenapa Indonesia dan Israel dapat membangun hubungan diplomatik walau tentu banyak ketegangan.

Miriel berlari terus hingga akhirnya ia sampai di Menara Selatan, di sana sudah ada beberapa Pejuang Elfdom yang mengamankan para Elf yang terluka, tidak hanya Elf namun Prajurit dari Peleton Hasanuddin juga ada beberapa yang terluka. Miriel tanpa ragu langsung mendatangi salah satu Prajurit TNI.

"Halo, aku Miriel senang bertemu dengan mu, dimana bagian yang sakit Tuan... Doyok?" Miriel mencoba melihat dengan jelas Tag Nama si Prajurit di bagian dadanya, namun tertutupi zirah baja.

"Ahh ya, nampaknya aku mematahkan tangan kiri ku." Ucap Prajurit bernama Doyok sambil memegang tangan kirinya.

"Tenang, aku disini. Ada yang dapat menolong ku?!" Teriak Miriel meminta tolong.

Dua Pejuang Elfdom tiba, salah satu mereka bertanya. "Genezer, ada yang dapat kami tolong?"

"Tolong pegang tangannya, aku akan menyangga tangannya agar patahnya semakin tidak parah." Miriel mengambil dua anak panah dari tempat anak panah salah satu Pejuang Elfdom.

Miriel lalu mematahkan bagian mata panahnya dan menjadikan badan anak panah itu sebagai penyangga dengan bantuan kain yang ia bawa di Tasnya. Doyok meringis kesakitan selama proses itu terjadi, sedangkan kedua Pejuang Elfdom tersebut terus menyemangati Doyok dan mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Dan... Selesai, tolong bawa dia ke Tenda Medis untuk mendapat penanganan lebih lanjut." Perintah Miriel.

"Siap!" Kedua Pejuang Elfdom tersebut dengan hati-hati membawa Doyok ke Tenda Medis.

Doyok yang dibawa memastikan senapannya masih bersama dirinya lalu ia berkata. "Hey, siapa nama gadis Elf tadi?"

"Dia adalah Genezer Miriel Lingenfelter, dia adalah Genezer yang hebat." Ucap salah satu Pejuang Elfdom.

"Miriel... Miriel..." Doyok pun menggumam nama tersebut sembari dia dibawa ke Tenda Medis.

Pada malam menjelang subuh itulah, Miriel menyelamatkan cukup banyak nyawa Pejuang Elfdom dan Prajurit TNI yang terluka, bola api yang membara terus saja menghujani posisi mereka namun hal itu tidak membuat Miriel, Medis TNI ataupun Genezer lain gentar, mereka terus berusaha menjalankan tugas mereka dibawah hujan api. Pada hari itu dan seterusnya mereka dapat dengan bangga dapat membawa nama, Malaikat Medan Tempur.

Lanud Adisutjipto, FOB Garuda, Dunia R'lyeh.

16 September 2035.

0700.

150 prajurit Kopasgat dari Brigko (Brigade Komando) berkumpul di dekat hangat Lanud Adisutjipto. Terdapat empat CN-295 dan dua C-130J Super Hercules milik Angkatan Udara terparkir di sana. Tidak hanya para prajurit Kopasgat, terdapat juga lebih dari 70 prajurit Green Berets Amerika Serikat yang bersedia untuk membantu mereka dalam operasi kali ini.

Mayor Usman, pemimpin dari para Kopasgat nampak sedang membahas beberapa hal bersama Kapten James Leather, pemimpin para Green Berets. Usman berkata. "Kapten, saya ingin kalian terlebih dahulu terjun dan mengamankan lokasi pendaratan, sekitar 500 meter timur laut dari Benteng yang Letnan Jaka sebutkan. Kita tidak mengharapkan perlawanan berarti, tapi tetap waspada akan pengintai musuh."

"Tidak apa-apa Mayor, urusan semacam ini sudah biasa kami lalui, setidaknya bajingan ini tidak membawa QBZ." Ucap Kapten James dengan sarkas.

Mayor Usman terkekeh. "Ya, atau AK palsu. Kapten, senang bekerja dengan mu kembali."

James menjabat tangan Usman dan berkata. "Tentu saudara ku, senang bekerja bersama lagi."

Saat mereka lanjut berbincang-bincang, dua Tank Medium Harimau melewati hangar dan akan memasuki salah satu C-130, Jenderal Bima beserta Kolonel Daffa sepakat kalau Peleton Hasanuddin memerlukan daya tembak sebanyak-banyaknya, makanya mereka memberi lampu hijau untuk mengirim para Harimau.

Dua F-15IDN, Empat Rafale F4 dan lima F-16 milik Angkatan Udara Indonesia nampak sedang dipersiapkan untuk misi serangan darat, laporan dari Letnan Jaka berkata kalau unit udara musuh hampir tidak ada dan mayoritas musuh adalah unit darat, jadi pesawat-pesawat tempur ini hanya akan membawa masing-masing dua misil Udara-ke-udara.

Mayor Jamaluddin bersama Wingwoman nya, Lettu Penerbang Kafka Kriztina, menawarkan diri sebagai pembuka serangan dan hal itu langsung diterima oleh Jenderal Bima. Mereka butuh gebrakan yang kuat diawal pertempuran. Kedua F-15IDN tersebut kini memasuki Runway dan mulai memacu mesin jet F110-GE-129 dari pesawat mereka.

"Hey Kafka, sudah berpamitan dengan suami mu?" Tanya Mayor Jamaluddin dengan nada bercanda.

"Minimal punya pasangan dahulu baru menghina orang." Balas Kafka dengan pedas.

"Lettu Kafka, minimal skill satu dulu jangan langsung di-Ulti." Ucap salah satu petugas ATC yang mendengar percakapan mereka sambil tertawa.

"Ugh! Sakit kali bah hatiku." Jamaluddin berpura-pura memegang dadanya yang sakit sebelum akhirnya kembali serius.

"Tapi untuk catatan, Kafka, kita akan menjadi dukungan dan harapan bagi saudara kita yang ada dibawah sana, kita pernah sekali menyelamatkan mereka dan aku tidak akan segan-segan menyelamatkan mereka lagi, ingat motto kita?" Tanya Mayor Jamaluddin.

"Yang Pertama terbang dan yang terakhir mendarat, melalui Langit dan Bumi, membantu saudara yang membutuhkan." Balas Kafka tersenyum kecil dibalik helm nya.

"Benar, Rajawali Flight, Take-Off!"

Dinding Benteng, Benteng, Utara Hutan Titan.
16 September 2035.
0830.

Jaka nampak menghela nafas panjang, kantung matanya yang tebal nampak makin tebal. Di sisi kanannya terdapat Henrietta yang juga sama keadannya seperti Jaka, namun kecantikannya tetap tidak berubah. Pikir Jaka sambil menggelengkan kepalanya.

"Mereka benar-benar tidak membiarkan kita tidur atau istirahat... Lagipula, alat apa yang kamu aktifkan dibawah Benteng ini hingga mereka segila ini untuk menyerang kita." Tanya Jaka keheranan.

"Jikalau dijelaskan panjang ceritanya, tapi nampaknya alat itu sedikit terlalu efektif, huh." Ucap Henrietta tersenyum pahit.

"Sedikit... Ya.. Apakah kamu berhasil menemukan Jugement du droit ini?" Tanya Jaka.

"Sangat sulit Jaka, bajingan tengil itu seperti belut." Balas Henrietta dengan letih.

"Kalau begini terus kita bisa habis, hampir semua Prajurit ku telah kehabisan amunisi, banyak juga Pejuang mu sudah kelelahan. Kita berjinjit di ujung tanduk saat ini." Ucap Jaka dengan serius.

Mereka berdua terdiam, berpikir bagaimana caranya agar keluar dari masalah yang mereka masuki sendiri. Saat sedang berpikir keras, Jaka mendengar suara yang sangat keras dari langit dan bunyi di radio nya.

"Ini Letnan Jaka, siapa di sana?"

"Aku dengar kalian butuh bantuan." Terdengar suara pria paruh baya yang serak.

"Mayor Jamaluddin? Itu kau?" Tanya Jaka lagi.

"Hahaha senang mengetahui ada yang mengenaliku, kita lanjuti nanti, Letnan dan... Kalian berutang dua kali pada kami." Balas Mayor Jamaluddin.

Jaka melihat ke langit bersama Henrietta dan pasukan yang masih dapat bertarung. Mereka melihat dua siluet muncul dari langit biru dan asap putih nampak keluar dari bagian kiri dan kanan pesawat. Pada posisi Pasukan Dreamweaver yang mengoperasikan Mesin Pengepungan, terjadi banyak ledakan yang menyebabkan mereka semua mati dengan cara yang paling mengenaskan.

Tidak hanya di sana saja, ledakan demi ledakan terjadi di seluruh garis pengepungan musuh yang sangatlah dekat dengan satu sama lain, menyebabkan kematian yang banyak di posisi musuh. Beberapa Orc dan Goblin mencoba meluncurkan anak panah atau Ballista kearah apapun yang menyerang mereka, namun mereka langsung disambut semprotan hangat dari meriam M61A1 Vulcan Gatling gun.

Kedua F-15IDN itu kembali naik ke ketinggian setelah 700 meter di atas permukaan tanah, memiringkan badan mereka sedikit agar dapat memperlihatkan logo yang ada di sayap masing-masing pesawat. Yang satu adalah lambang bulan sabit berwarna putih dengan background hijau dan yang satu lagi memiliki logo sekop dan kuburan.

Suara keras dari mesin jet kedua F-15IDN itu membuat telinga para Pejuang Elfdom kesakitan, namun mereka mengabaikan rasa sakit itu dan terkagum dengan apa yang mereka lihat saat ini. Dua buah burung raksasa baru saja menolong mereka dan salah satu mereka mulai berteriak.

"Griffioen! Ze hebben Griffioen!"

"Apakah itu salah satu 'burung' punya kalian, Jaka?" Tanya Henrietta yang kagum.

"Hahaha tentu saja, F-15IDN, salah satu tulang punggung pertahanan Udara Negara Kesatuan Republik Indonesia." Ucap Jaka dengan bangga.

"Aku mengerti kenapa kalian memanggil burung itu tulang punggung pertahanan, aku tidak tahu apa yang dapat membuat mereka jatuh selain Sihir ataupun Naga." Ucap Henrietta yang merasa selama ribuan tahun hidupnya, ini adalah salah satu hal yang mengubah konsep tatanan hidup para Elf.

Sekarang mereka tahu itu adalah hal yang memungkinkan untuk terbang ke langit biru tanpa harus bergantung pada sihir atau mahluk terbang... Mungkin para Dwarf dari Selatan ada benarnya tentang Sihir tidak menyelesaikan semua masalah. Pikir Henrietta mengingat masa lalu lagi.

Sudah dua hari ini semenjak bertemu dengan TNI, Henrietta terus saja mengingat masa lalu nya dan sangat terbuka dengan mereka, apakah ini jalan yang ditunjukkan kepada dirinya oleh Dewi Alsace, Ibu para Dewa Elfdom.

Para pasukan Dreamweaver nampak mundur secara taktis, mereka nampaknya sadar kalau tidak dapat terus-terusan bertempur seperti ini dan memutuskan untuk mundur. Mereka meninggalkan ratusan Goblin, Ghoul atau mahluk yang lebih lemah untuk mati dan menjadi pengalih perhatian bagi para Orc, Troll dan mahluk kuat lainnya.

"Mereka mundur... Untuk sekarang, Henri, bagaimana dengan pendapat mu mengenai situasi ini?" Tanya Jaka.

"Kacau, kita beruntung karena bala bantuan dari pihak mu tiba tepat waktu sebelum mereka melakukan serangan frontal menyeluruh." Jawab Henrietta menghela nafas panjang.

"Kacau ya, waktunya mengubah hal tersebut." Ucap Jaka sambil tiba-tiba tersenyum.

"Kamu punya kejutan lagi untuk kami?" Tanya Henrietta.

"Kami masih punya banyak, yang ini cukup spesial bisa dibilang." Balas Jaka terkekeh.

Di langit dari arah Barat Laut, terdapat enam pesawat kargo militer sedang terbang dikawal dengan Empat Rafale F4 dan Lima F-16. Di dalam Salah satu Pesawat kargo bertipe C-130 berisi para prajurit Green Berets yang ahli dan profesional, mereka pernah bertarung dengan Pasukan Khusus Tiongkok pada Perang Asia Raya di Hutan Hujan Yunnan dan menang, menambah pamor mereka yang memang sangat baik dari dahulu.

Kapten James, pemimpin dari Kompi Snake Eater ini nampak melihat perlengkapan nya satu kali lagi M7 miliknya, senapan serbu berkaliber 6.8×51mm yang menjadi standar isu untuk United States Army, tapi sudah lama diadopsi JSOC sejak krisis Myanmar tahun 2025.

Disebelahnya ada tangan kanannya, Letnan William Wallace atau biasa dipanggil Double-Yuu oleh sesama anggota Green Berets karena dia pernah berduel jarak dekat dengan seorang SOF Tiongkok yang cukup terkenal bernama Unit Leishen. Duel itu membuat Double-Yuu sangat terkenal dan banyak memanggilnya Samurai Amerika, mengingat dia memenangkan duel itu menggunakan pedang. Padahal dia imigran dari Irlandia.

"Double-Yuu, kau tau apa yang harus dilakukan bukan?" Ucap Kapten James, ini bukan pertanyaan melainkan hanya basa-basi saja.

"Seperti di Yunnan Letnan, namun kali ini setidaknya kita tidak menghadapi Orang Cina menggunakan QBZ atau AK palsu." Balas Letnan Double-Yuu.

"Hahaha itu yang aku katakan kepada Mayor Usman dari Kopasgat. Tapi kembali ke topik awal, kamu tahu yang harus dilakukan, kan?"

"Terjun, amankan lokasi pendaratan dan bergerak ke Benteng." Ucap Double-Yuu dengan singkat.

"Benar, itu kurang lebih rencananya, simpel bukan?" Ucap Kapten James sambil menyeringai.

"Kapten, aku sarankan untuk mencukur brewok mu itu, itu hanya akan menakuti warga lokal." Balas Double-Yuu.

"Hahaha, tapi dengan brewok ini aku berhasil memenangkan hati istriku untuk menikah dengan ku." Ucap Kapten James.

"Satu menit!" Teriak sang Jumpmaster yang berasal dari AURI menggunakan bahasa Inggris.

Letnan Double-Yuu bersama beberapa Snake Eater berkumpul di dekat Ramp Door. Sang Jumpmaster lalu melihat jam tangannya dan membuka Ramp Door dari C-130 tersebut.

Lampu yang awalnya berwarna merah berubah menjadi hijau dan dengan arahan dari Sang Jumpmaster, Letnan Double-Yuu beserta beberapa Snake Eater terjun terlebih dahulu. Saat mendekati ketinggian 250 meter, Letnan Double-Yuu langsung menarik talo parasutnya yang langsung mengembang, diikuti beberapa anak buahnya.

Mereka perlahan-lahan mendarat dan saat menyentuh tanah, mereka langsung membuka tas parasut mereka, kembali memasukkan parasut ke dalam tas dan menaruhnya di tempat aman. Letnan Double-Yuu lalu mengeluarkan pedang pendek yang ia 'ambil' setelah menjarah salah satu Kota di Tiongkok dulu. Jian.

Mereka lalu bekerja dengan cepat memotong semua semak-semak dan rerumputan di tempat mereka mendarat yang berupa tanah lapang penuh semak di tengah-tengah hutan, Letnan Double-Yuu dapat melihat dari kejauhan Benteng yang dimaksud, beberapa asap hitam dapat terlihat dengan jelas membumbung ke langit.

"Lebih cepat, mereka yang ada di Benteng sangat membutuhkan kita!" Seru Letnan Double-Yuu.

Dalam waktu kurang dari 20 menit, Letnan Double-Yuu beserta enam anak buahnya berhasil mengamankan lokasi pendaratan, mereka lalu melempar beberapa suar berwarna ungu untuk memberi sinyal sekaligus penanda. Lagipula, penerjun bodoh mana yang dapat melewatkan lokasi pendaratan yang sangat jelas di pagi menjelang siang, ada asap berwarna ungu pula.

C-130 yang membawa dua Tank Medium Harimau pun memposisikan diri mereka sedemikian rupa, lalu beberapa parasut keluar dari belakang pesawat yang menarik keluar Tank berbobot 35 Ton itu dari pesawat. Setelah parasut tank pertama berhasil mengembang, Tank kedua ditarik keluar oleh parasut juga dan kedua Tank Medium tersebut berhasil melakukan penerjunan... Kini waktunya lihat sukses atau tidaknya pendaratan.

Tidak hanya Tank, dari C-130 itu juga menjatuhkan beberapa kotak besar yang dilapisi terpal hitam diseret keluar oleh beberapa parasut. Itu nampaknya adalah kotak suplai yang membawa amunisi, obat-obatan dan ransum untuk mereka.

"Well, LT, kamu harus menghormati orang-orang Indonesia, mereka selalu All Out ketika prajurit mereka sedang dalam bahaya." Komen salah satu Snake Eater.

"Aku setuju dengan mu Earl, mereka benar-benar peduli dengan prajurit mereka... Mungkin faktor Presiden mereka saat ini juga adalah mantan Tentara?" Ucap Double-Yuu penasaran.

"Bisa jadi, LT." Balas Earl.

Setelah C-130 itu RTB, kini tiba saatnya C-130 yang tadi ditumpangi Double-Yuu dan anak buahnya melakukan proses penerjunan prajurit. Saat mereka menonton, mereka mendengar suara dari semak-semak, saat Earl memeriksa nya ternyata itu adalah Goblin milik Dreamweaver yang mengintai. Melihat bahwa mahluk dihadapannya ditandai dengan Outline merah karena Database NETT Warrior yang dipakai para Snake Eater terhubung dengan Cakra Net milik TNI.

"Kontak musuh, tiga Goblin." Earl langsung menembak ketiga Goblin itu menggunakan Shotgun yang ia bawa M4 Benneli.

"Terdengar sangat renyah." Komen salah satu Snake Eater yang mendatangi Earl, lalu menendang salah satu mayat Goblin.

"Mereka mungkin hebat di bidang sihir, tapi aku belum pernah lihat orang yang dapat mengalahkan timah panas tepat di otak." Balas Earl.

Sisa-sisa Snake Eater dari C-130 berhasil mendarat, walau ada dua dari mereka yang sempat sedikit nyasar ke pinggiran hutan karena tiba-tiba angin berhembus kencang, tapi mereka dapat kembali berkumpul ke titik kumpul. Dua MT Harimau yang terjun tadi juga berhasil mendarat dan kini berada di titik kumpul, sedang di cek oleh para kru nya untuk melihat ada kerusakan atau tidak.

Kapten James mengambil salah satu permen karet di kantong nya dan langsung mengunyah permen karet tersebut. Dia kali ini melihat proses pendaratan dari para Kopasgat yang akan dilakukan langsung bersama-sama untuk menghemat waktu dan bahan bakar. Saat keempat pesawat memasuki posisi penerjunan, satu persatu dari Kopasgat melompat lalu mengeluarkan parasut mereka. Penerjunan yang dilakukan oleh para Kopasgat bukanlah HALO seperti biasa, namun penerjunan ketinggian rendah, sekitar 300 meter.

"Sudah lama tidak melihat pemandangan seperti ini, Kapten?" Tanya Double-Yuu.

"Iya, terakhir kali melihat yang seperti ini ada di Operasi Snake Dragon di Hutan Hujan Yunnan, apa itu namanya aku lupa." Ucap James yang mencoba mengingat nama dari Hutan tempat mereka bermarkas sepanjang Operasi Snake Dragon.

"Hutan Hujan Xishuangbanna, yang terbesar di Asia, Pak." Jawab Double-Yuu.

"Nah iya, apalah itu, aku akan tetap memanggilnya Hutan Hujan Yunnan." Ucap James menyeringai.

"Dan aku akan terus menerus mengingatkan anda." Balas Double-Yuu.

Mereka lalu mendengar beberapa suara tembakan, nampaknya para Dreamweaver ini tidak mudah menyerah. James berkata. "Kau tahu, jikalau kita tidak menunggu Mayor Usman, aku sudah akan pergi ke sana dan melihat secara pribadi makhluk-makhluk dari Dunia R'lyeh ini."

"Anda hanya ingin mencoba memburu babi bernama Scrofa Wendigo itu, bukan?" Ucap Double-Yuu dengan pasrah.

"Hey Wallie, insting seorang pria untuk memburu itu alami, leluhur kita melakukannya selama ribuan tahun." Ucap James dengan bangga.

"Ya dan itu membuat peradaban kita stagnan selama berapa ribu tahun? Salah satu alasan terbesar kita bisa maju karena leluhur kita menemukan caranya bercocok tanam... Lagipula, bisa saja leluhur mu adalah seorang budak." Ucap Double-Yuu.

"Hey! Itu... Argumen yang cukup bagus sebenarnya..."

Para Kopasgat akhirnya berhasil mendarat dengan membawa beberapa kotak yang mirip seperti diterjunkan dari C-130 tadi yang menerjunkan MT Harimau. Mayor Usman yang sudah mendarat juga langsung mendatangi pasukan Snake Eater yang menunggu.

Mayor Usman nampak menggunakan IPP standar untuk Pertempuran Hutan, apalagi dengan Zirah baja Bhayangkara yang menjadi standar isu nampaknya bahkan sampai pasukan khusus pun memakainya. Dia menenteng SS3 varian Assault, mempunyai sebuah peluncur granat kaliber 40mm dibawah larasnya.

(IPP Set Tempur Hutan dari JForces)

"Selamat pagi Kapten, bagaimana kondisinya?" Tanya Mayor Usman dengan tenang.

"Aman terkendali, beberapa mahluk lokal sedikit terlalu penasaran dan kami memberi mereka timah yang sedikit panas. Kita bergerak sekarang?" James mengisyaratkan ke arah Benteng yang masih berasap.

"Sekarang." Mayor Usman menganggukkan kepalanya.

Pasukan gabungan Kopasgat-Green Berets pun mulai bergerak menuju ke Benteng tempat Peleton Hasanuddin bertahan, dua MT Harimau memimpin gerak pasukan.

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top