Chapter 4

Hutan Titan, Sektor 0, Dunia R'lyeh.

13 September 2035.

1420.

Kapten Yulia memegang teropong nya dan melihat kearah gerombolan mahluk-mahluk Parasit menyerbu secara frontal, lagi. Disaat yang bersamaan, dentuman dari meriam otomatis 20mm milik IFV Kancil yang mereka bawa terdengar dengan kerasnya, padahal varian kendaraan yang mereka bawa tersebut diperuntukkan untuk ambulans perang, bukan dukungan tembakan.

Untung saja Jaka sempat menyuruh membawa amunisi lebih dengan cara mengorbankan tempat untuk menaruh obat-obatan, dengan gantinya obat-obatan itu akan dibawa oleh Kendaraan empat yang berupa Truk, walaupun para penumpangnya harus merasakan kesempitan. Sejauh ini, jika dapat dihitung oleh Yulia, sudah ada dua Kompi atau 200 lebih mahluk Parasit yang mereka babat habis dalam beberapa jam terakhir, sambil menunggu Jaka yang belum ada kabarnya sedari tadi.

"Sersan Joshua, Pasukan parasit sebesar Peleton mencoba mengepung kita dari arah kiri, tolong atasi yang di sana." Ujar Yulia dengan relatif kalem.

"Siap, Kapten!" Tujuh Prajurit Peleton Hasanuddin yang dipimpin Joshua langsung bergerak ke pepohonan di sebelah kiri, benar saja, ada pasukan parasit dengan jumlah satu Peleton di sana.

"Sersan Adi, tolong hentikan tembakan meriam 20mm, kita tidak boleh menghabiskan amunisi yang berharga, gunakan meriam saat ada target yang jauh lebih penting." Ujar Yulia dengan tegas.

"Dimengerti, Kapten. Mengganti target me Troll yang membawa pohon."

Yulia melihat kearah depan tempat meriam 20mm IFV Kancil membidik yang berupa ratusan Parasit dengan formasi Testudo, walaupun formasinya sangatlah amburadul karena perbedaan tinggi dan besar setiap mahluk parasit, setidaknya mereka berusaha. Namun yang ditargetkan bukan mereka, melainkan seekor Troll berukuran 10 meter lebih dan membawa kayu layaknya pentungan.

Meriam 20mm IFV Kancil beserta dua orang prajurit yang menggunakan AT-4M25 langsung menembakkan senjata mereka ke Troll tersebut, ledakan besar mengoyak badan Troll tersebut hingga terjatuh kebelakang, menimpa lumayan banyak prajurit Parasit yang berlindung dibelakang Troll tadi. Walaupun begitu, masih ada cukup banyak jumlah musuh dan cepat atau lambat, mereka akan dihabisi.

"Letnan Jaka, tolong jawab Letnan Jaka." Ujar Yulia melalui radio sambil menembak salah satu parasit manusia dengan pistol SIG Sauer M17 yang menjadi standar IDF pada tahun 2024.

"Disini Jaka, ada apa?" Tanya Jaka yang akhirnya menjawab panggilan radio.

"Situasi cukup kacau saat ini, dimana kalian? Apa kalian berhasil menemukan Bayraktar tersebut?" Tanya Yulia sedikit panik saat melihat salah satu prajurit Jaka sedang adu tinju dengan parasit manusia.

"Lebih baik, Kapten, kami berhasil melakukan kontak dengan penduduk lokal." Ujar Jaka, yang, entah kenapa radio Jaka sangatlah berisik seperti dia sedang naik sepeda motor.

"Penduduk lokal? Di Neraka seperti ini? Mereka pasti benar-benar orang yang sangat gila dan hebat, jadi apa rencana selanjutnya? Kami tidak dapat bertahan lebih lama disini, aku baru saja melihat salah satu anak buah mu adu tinju dengan Parasit berbentuk manusia." Ucap Yulia meringis saat melihat prajurit Jaka menang setelah menikam Parasit manusia tersebut berkali-kali.

"Prajurit ku? Oh, itu pasti Bambang, aku sangat yakin. Tenang saja, kami akan bertemu dengan kalian, Aku mengizinkan penggunaan serangan udara jikalau perlu." Ucap Jaka dengan serius.

"Seharusnya kau bilang itu dari tadi, Terima Kasih, Jaka.... Baiklah, Siapa yang bertugas sebagai TACP disini?" Tanya Yulia melalui radio.

Joshua menjawab. "Praka I Made sempat sekolah di Akademi Angkatan Udara, Kapten, tugasnya juga sebagai TACP sebelum diluluskan secara cepat untuk memerangi RRC."

Yulia tanpa pikir panjang langsung menghubungkan radio nya ke punya Praka I Made. "Praka Made, apakah kita dapat tersambung dengan Pos 0-8?!"

"Iya, Kapten, saya akan mengontak mereka saat ini juga, paket A atau B?" Tanya Praka Made sambil sedikit bercanda.

"Paket keluarga untuk mereka semua." Balas Yulia.

"Dimengerti, Standby." Yulia mendengar Made mulai mengkoordinasikan serangan udara dan Yulia hanya dapat berharap yang terbaik.

...
....

Lanud Adisutjipto, FOB Garuda, Dunia R'lyeh.

Di waktu yang hampir bersamaan.

Dua unit F-15IDN nampak keluar dari hangar sementara mereka dan bergerak melalui landasan yang syukurnya sudah terbuat dari aspal walaupun belum cukup kuat untuk pesawat kargo. Mereka saat ini sedang di briefing oleh atasan mereka mengenai misi yang akan mereka jalani.

"Baiklah biar aku ulangi sekali lagi, misi kalian ini sangat lah penting, ada saudara-saudara kita dari Angkatan Darat saat ini bertempur mati-matian di Hutan Titan, mereka terkepung oleh banyak musuh, kemungkinan sebesar satu Batalyon atau lebih, misi kalian adalah untuk meringankan beban kalian, dapat dipahami?" Ujar Kolonel Wahyudi dengan serius.

Pilot yang berada di F-15IDN paling pertama melambaikan tangannya dengan malas, dia adalah Mayor Jamaluddin, bisa dibilang beliau ini adalah Ace pesawat tempur di zaman Modern, karir beliau yang awalnya biasa-biasa saja langsung melejit saat memerangi RRC yang menginvasi Taiwan, namun itu cerita untuk di lain hari. Kini beliau dengan Wingman nya, Letnan Satu Penerbang Kafka, seorang wanita blasteran Indonesia-Hungaria yang mengabdi di AURI cukup lama, sebelum Konflik di Myanmar terjadi, jadi cukup lama.

"CP, ini Rajawali-One, siap untuk lepas landas pada landasan 01." Ucap Jamal sambil mengaktifkan HUD pada Helm nya, kecanggihan helm ini setara dengan yang digunakan para pilot F-35 Lightning II di Angkatan Udara Sekutu.

"Rajawali-1, ini CP. Anda diberi otorisasi untuk lepas landas dari Runway 01. Cuaca saat ini cerah, angin 040 derajat 10 knot. Siap lepas landas."

"Dimengerti, CP. Siapkan Teh manis dingin untuk kami saat pulang nanti, oke?" Ucap Jamal sambil bercanda.

"Jika kau tidak ditembak jatuh, tentu saja."

Mayor Jamal tersenyum sebelum akhirnya memacu Jet nya dengan kecepatan maksimal, dalam hitungan detik salah satu pesawat Jet paling canggih di inventaris AURI terbang dan menuju ke ketinggian 10.000 ribu meter, diikuti Wingman nya Kafka dari belakang. Setelah melakukan pengecekan ke persenjataan yang mereka bawa beserta sistem pesawat mereka, mereka berdua langsung tancap menuju ke Hutan Titan.

Kembali ke Peleton Hasanuddin.

DOR DOR DOR DOR

Yulia menembak sebanyak empat kali kearah mahluk mirip Goblin yang nampaknya baru terkena parasit, namun parasit sudah dapat mengendalikan tubuhnya. Goblin parasit tersebut seketika tersungkur namun masih bergerak, dia langsung dieksekusi oleh salah satu prajurit dari Peleton Hasanuddin dengan beberapa peluru menembus kepalanya.

Kurang lebih sudah dua puluh menit lalu dia meminta Praka Made untuk memanggil serangan udara, namun serangan yang ditunggu-tunggu belum juga datang, Yulia mulai cemas, apalagi Serka Adi melaporkan kalau IFV Kancil milik mereka sudah hampir kehabisan peluru, sekitar 30 persen yang tersisa. Untuk amunisi secara individu pun juga tidak jauh berbeda, mereka menghadapi ratusan mahluk dengan ketahanan fisik yang berbeda-beda dan butuh jumlah amunisi yang berbeda pula.

"Letnan Jaka, ini Kapten Yulia, kami tidak tahu berapa lama lagi dapat menahan serangan musuh, kapan kalian tiba kemari?" Tanya Yulia melalui radio.

Dia yang berada di kendaraan 1/Anoa menundukkan kepalanya, menghindari beberapa anak panah yang diluncurkan oleh beberapa goblin dan manusia parasit yang menggunakan busur. Yulia kembali naik dan mengokang senapan mesin M2 Browning yang terpasang di atas Anoa, lalu menghujani para pemanah dengan timah panas kaliber .50.

Yulia melihat beberapa prajurit membawa tandu dari IFV Kancil kearah salah satu prajurit yang dipimpin Elvita, prajurit tersebut nampak terkena panah tepat di sela-sela rompi anti-peluru nya. Semoga saja panah itu tidak beracun. Pikir Yulia meringis membayangkan sakitnya bagaimana.

Saat harapan benar-benar hampir hilang, harapan kembali hadir dalam bentuk... Rusa? Dari pepohonan arah kanan, muncul puluhan Rusa yang ditunggangi oleh 'manusia' dengan zirah kebiruan sambil membawa busur dan pedang berwarna perak, para pengendara Rusa ini dengan lihainya melepaskan anak panah mereka kearah para gerombolan Parasit, hujan anak panah tersebut bersinar warna biru terang sebelum akhirnya ter-duplikasi dan menghujani pasukan Parasit yang hampir tidak berdaya.

Bersamaan dengan itu, sebuah Rusa berhenti disamping Anoa yang Yulia naiki, saat dia lihat siapa pengendaranya, itu adalah seorang Wanita cantik berambut keperakan dengan sedikit warna kebiruan yang memakai gaun berwarna putih, dibelakangnya terdapat Letnan Jaka yang nampaknya ingin muntah.

"Buffghhh... Ingatkan aku untuk tidak pernah naik Rusa lagi... Kapten, bagaimana situasinya?" Tanya Jaka menahan mual.

"Sejauh ini cukup kacau, untung saja anda dan uhhh... Teman baru anda datang sebagai penyelamat... Jadi... Elf, huh?" Ucap Yulia sambil melihat Henri yang fokus kearah depan.

"Panjang ceritanya jikalau dijelaskan, dimana serangan udaranya?" Tanya Jaka sambil turun dari Rusa tunggangan Henri.

"Seharusnya sedang menuju kemari, kita mendapatkan bantuan dua F-15IDN." Ujar Yulia sambil menyeringai kecil.

Jaka terdiam sebentar sebelum akhirnya menghela nafas sembari tersenyum kecil. "Bisa-bisanya Mayor Joko tidak memberi tahu akan adanya F-15 AURI di Dunia ini... Oh yasudah kalau begitu, Dame Henri, terimakasih banyak sekali lagi telah memberi bantuan."

Elf yang menunggangi kuda dengan ekspresi serius menganggukkan kepalanya. "Sama-sama, Letnan Jaka... Ini semua terlihat... Tidak familiar."

"Selamat datang di Abad ke-21." Ucap Jaka dengan nada sedikit bercanda.

"Parasit mulai mundur!" Teriak salah satu anak buah Jaka.

Benar saja, para parasit yang terkikis jumlahnya akibat serangan para Elf yang baru datang tadi, mulai mundur secara bertahap, nampaknya insting bertahan hidup mereka cukup tinggi juga. Namun itu terbukti sia-sia saat Radio Jaka dan Yulia berbunyi.

"Ini Rajawali-One, kami telah tiba di lokasi, kalian masih hidup dibawah sana?" Tanya seseorang dengan suara serak.

Henri memandang kotak hitam kecil yang ada di rompi anti-peluru milik Jaka dengan penasaran layaknya anak kecil. "Ada orang di dalam kotak itu? Bagaimana mungkin?"

Jaka melambaikan tangannya ke arah Henri, mengisyaratkan kalau dia akan menjelaskan nanti. "Rajawali-One, ini Letnan Jaka, posisi kami ditandai dengan asap ungu, gerombolan dihadapan kami adalah musuh, ganti."

"Dimengerti Letnan Jaka, memulai penyerangan." Tak berselang lama setelah itu, empat ledakan besar mengonsumsi sebagian besar pasukan Parasit dalam bara api yang luar biasa.

Semua Elf memandang dengan takjub ledakan yang terjadi dihadapan mereka ini, Tiba-tiba saja tanpa ada sebab terjadi ledakan yang membunuh puluhan atau mungkin ratusan pasukan Parasit, bahkan tanpa residu magis sedikitpun! Itulah yang dipikirkan para Elf yang kebingungan serta kagum.

"Terimakasih Rajawali-One, itu benar-benar sangat pukulan yang telak, akan aku belikan kalian Ayam Geprek kalau kita berjumpa nanti!" Ucap Mayor Letnan Jaka melalui radio.

"Sama-sama, Letnan, nikmati pemandangannya." Kedua F-15IDN itu melakukan beberapa kali flyby, memastikan kalau semua Parasit telah mati atau tidak, setelah dirasa ancaman untuk Peleton Hasanuddin sudah diatasi, Mayor Jamaluddin kembali berbicara.

"Bila ada sumur di ladang
Bisa saya menumpang mandi
Bila ada umur yang panjang
Bisa kita berjumpa lagi, Kafka, RTB!" Pesawat F-15IDN yang dipiloti Jamaluddin langsung berbelok cukup tajam untuk pergi, diikuti wingman nya dari belakang.

Mereka semua melihat kepergian kedua pesawat tempur tersebut dengan pandangan yang berbeda, anak buah Jaka yang bersyukur masih dapat selamat akibat bantuan dari saudara mereka di AURI dan para Elf yang kagum sekaligus penasaran akan teknologi yang baru mereka lihat sepak terjangnya melawan para parasit..

"Baiklah, Elvita! Buat perimeter pengamanan di sekitar kita, biarkan para Elf membantu jikalau mereka mau." Ucap Jaka sambil memastikan SS3 miliknya sudah dalam mode aman.

"Siap, Letnan!" Elvita beserta 20 anak buahnya langsung membuat perimeter pengamanan berbentuk lingkaran, beberapa Elf ikut karena rasa penasaran mereka.

Kapten Yulia yang sudah turun dari Anoa nya langsung mendatangi Jaka dan Henri yang sedang berdiskusi... Lebih tepatnya lagi, Henri yang bertanya terus menerus pada Jaka mengenai berbagai hal, cukup lucu bagi Yulia, seperti melihat anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Yulia berkata. "Letnan, aku kira misi kita kali ini hanya menyelamatkan data di Software milik Bayraktar, hmm?"

"Harus beradaptasi dengan situasi, Kapten... Kapten Yulia, beliau ini adalah Henrietta Lingenfelter, Dame Henri, wanita ini adalah Kapten Yulia." Ucap Jaka, Yulia menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Henri hanya menatap tangan Yulia dengan penasaran. "Apa maksudnya ini, Jaka?"

"Ah, aku kira ini adalah tanda universal, gerakan ini bernama berjabat tangan untuk menunjukkan rasa hormat serta bisa juga untuk simbol penyelesaian konflik dan pencapaian keadaan damai. Atau lebih mudahnya, biar sopan saja." Ucap Jaka menjelaskan mengenai jabat tangan.

"Ah! Maaf, aku tidak tahu, manusia dahulu tidak memiliki tradisi aneh semacam ini ribuan tahun lalu." Henrietta menggapai tangan Yulia dan menjabat tangannya.

Kapten Yulia terus tersenyum. "Senang bertemu dengan anda, Nyonya Lingenfelter, maaf jikalau saya tidak tahu apa-apa mengenai budaya Elf tentang bertemu orang baru."

"Hahaha! Tidak apa-apa, Yulia, bukan? Kami, para Elf dari suku Thalassia memang sangatlah tertutup dari dunia luar dari dahulu, sangat dapat dimaklumi kenapa kamu tidak mengetahui apapun mengenai budaya kami." Balas Henrietta dengan senyuman ramah.

Lalu Melian dan Miriel muncul dengan menunggangi sebuah rusa, Miriel berkata. "Nenek! Tidak ada lagi Dreamweaver di sekitar kita, kak Melian juga telah memastikan bunga-bunga Dreamweaver telah sepenuhnya mati."

"Kerja bagus, cucu ku, baiklah... Letnan Jaka, sebaiknya kita berangkat sekarang sebelum matahari terbenam." Ucap Henrietta sambil menunjuk ke langit.

"Kamu benar, semuanya naik ke kendaraan, kita masih mempunyai perjalanan panjang." Ucap Jaka melalui radio nya.

Jaka mengangguk puas setelah mendengar rentetan balasan "Mengerti!" Dari anak buahnya, Jaka berpaling ke Yulia yang terlihat kebingungan. "Tunggu, Letnan, kemana para Elf ini ingin membawa kita?"

"Ke Kota suci mereka, atau sesuatu semacam itu." Jawab Jaka dengan enteng.

Mata Yulia langsung melotot kearah Jaka, Yulia membalas. "Letnan! Apa anda bodoh? Kita harus pulang dan sesegera mungkin memberikan data ini pada Mayor Joko!"

"Dengarkan aku terlebih dahulu, Kapten, Dame Henrietta telah menawarkan pengetahuan yang tidak dapat kita tolak, ini adalah harta kartun!" Balas Letnan Jaka, hal ini cukup membuat beberapa Bintara dan Tamtama Kepala yang telah mengenal Jaka sejak lama terkejut, sangatlah sulit membuat Jaka menaikkan nadanya sampai setinggi ini.

"Kamu sadar pangkat ku lebih tinggi dari mu, kan?" Ucap Yulia dengan tajam.

"Ya, dan ini adalah pasukan ku, Kapten, kita tidak boleh menolak tawaran ini, kita tidak bisa mendapatkannya untuk kedua kalinya." Ucap Jaka dengan nada sedikit memohon di akhir kalimat.

"Ada 200 lebih prajurit TNI yang akan meninggal di Pos-08 jikalau tindakan mu ini salah, apakah kamu sanggup menanggung beban kematian tersebut, Jaka?" Ucap Yulia sambil mengepalkan tangannya.

".... Aku tidak mau mengorbankan sesama saudara seperjuangan setanah air Indonesia, tapi informasi yang akan kita dapat dari para Elf dapat menyelematkan 200 TNI itu, bahkan ribuan lainnya! Kamu hanya perlu percaya pada ku dan para Elf, Kapten." Ucap Jaka yang tetap keras kepala dengan keputusannya.

"... Ketahuilah, Darah mereka akan ditangan mu kalau ini semua menjadi sangat kacau, Jaka." Ucap Yulia memperingati Jaka, Yulia pernah melakukan kesalahan besar dahulu saat Perang dan sampai saat ini dia masih terbayang akan darah yang ada di tangannya.

"Aku sudah pernah kehilangan banyak anak buah, Kapten, aku tahu rasanya, ini semua akan sepadan." Balas Jaka.

Henrietta, Miriel dan Melian hanya memperhatikan perbincangan mereka berdua dengan tatapan aneh, Melian bertanya pada neneknya. "Nenek, apakah manusia selalu dramatis dalam setiap masalah?"

"Sepertinya iya, nak, dari Zaman Aeon dahulu pun manusia selalu seperti ini, dramatis... Namun itulah yang membuat mereka sangat menarik." Kekeh Henrietta mengingat kenangannya dahulu.

Setelah menaiki kendaraan mereka semua masing-masing, para Elf yang menunggangi rusa langsung memimpin jalan menuju Kota Suci Silverhaven, dengan Anoa milik Jaka memimpin jalan. Jaka juga saat ini sedang melapor ke Mayor Joko.

"Jadi... Kamu bertemu dengan pribumi dunia ini dan mereka menawarkan bantuan atas masalah yang akan menimpa kita?" Tanya Joko dengan nada ragu.

"Saya awalnya juga ragu, Mayor, tapi saya yakin apapun yang berhasil kami cari tahu disini, dapat menjadi solusi untuk mengurangi persentase tingginya kematian di pihak kita." Ucap Jaka dengan mantap.

"Hmhm... Baiklah, aku akan mencoba percaya pada mu, ini adalah Dunia yang aneh dan kita sama sekali tidak punya buku aturan di dunia ini, buat sebanyak yang kamu bisa mengenai budaya sekitar sini, 0-8, out." Jaka menaruh kembali radio nya ke rompi pelurunya.

Kepala Yulia muncul dari arah belakang, melalui jendela kecil yang ada. "Apa kata sang Mayor?"

"Dia rindu dengan celotehan mu dan ingin kita terus menginvestigasi." Ucap Jaka dengan sedikit bercanda.

"Pertama, itu menjijikkan dan kedua, dari kisah-kisah fantasi yang pernah aku baca seperti LOTR, bangsa Elf adalah bangsa yang cukup tertutup dan enggan membawa manusia masuk ke kota mereka, tapi aku jujur tidak tahu dari versi Elf yang mana mereka ini." Balas Yulia sambil memutar otaknya.

"Emang Elf ada berapa versi?" Tanya Jaka kebingungan, Jaka adalah seorang pria yang hampir tidak pernah menonton anime, anime yang pernah dia tonton hanya seperti Tsuki Ga Kirei atau Kimi No Nawa. Anime Isekai atau fantasi tidak pernah dia jejali karena menurutnya, dunia nyata sudah aneh jadi dia tidak mau tahu akan keanehan dunia fantasi.

"Banyak sih, Letnan. Ada Dark Elf, High-Elf, Moon-Elf, Wood-Elf dan mungkin ada beberapa iterasi lainnya di berbagai media, namun yang aku sebut di atas adalah yang populer." Ucap Wildan sambil meminum dari botol air Tumbler nya.

Jaka melihat Wildan dengan tatapan aneh. "Kau benar-benar membawa tumbler dalam perjalanan ini? Apa isinya?"

"Oh, ini? Hehe, teh Lemon yang aku buat di Pos 0-8 sebelum kita berangkat, mereka tidak bohong di iklan mengenai es nya tidak akan cair sampai satu harian." Ucap Wildan menyodorkan tumbler tersebut ke Jaka.

Jaka yang haus langsung mengambil botol tersebut dan meminum es teh Lemon yang menyebarkan, sedangkan Yulia terus bicara. "Bagaimana dengan masalah bahan bakar? Aku percaya diri akan Anoa, Truk dan kendaraan milik Sersan Joshua bisa bertahan selama berhari-hari sebelum harus isi ulang bahan bakar, tapi IFV milik Sersan Adi adalah monster penyedot bensin."

"Kita akan menemukan cara, Kapten, TNI selalu menemukan cara." Ucap Jaka sambil tersenyum.

Mereka terus mengikuti para Elf dengan berbagai macam perasaan, penasaran, waspada, takut dan netral, semuanya akan terasa jelas bagi pasukan TNI saat mereka sudah tiba di tujuan nanti, tapi mari kita beralih ke cerita lain.

Pangkalan Angkatan Laut 'Usman-Harun', Sektor 0, Dunia R'lyeh.

14 September 2035.

0900.

Komandan Eko menguap dengan sangat lebar, beliau baru saja bangun dari tidurnya yang hanya 2 jam saja. Beliau bergadang bersama personel dari Armada yang akan dia pimpin dalam proses pemindahan kapal-kapal dari FOB Garuda ke Lanal Usman-Harun. Prosesnya selesai pada jam 5 pagi, tepat bersamaan dengan adzan dari sholat subuh berkumandang.

Setelah melaksanakan ibadah, Eko melakukan beberapa pembahasan dengan Danang serta perwira lainnya, sebelum akhirnya beliau tepar di kamar pribadinya. Hingga akhirnya kita kembali ke awal tadi.

Eko melihat kearah luar jendela, di pelabuhan yang masih dibangun dekat sungai, terdapat KRI Titanoboa, Kapal Patroli Induk kelas Guardian yang mereka bawa, sedang melakukan pemeliharaan, kapal itu tidak akan bisa berlayar atau melaksanakan misi apapun sampai minggu depan karena para teknisi ingin memastikan tidak ada kerusakan selama pemindahan tadi malam.

"Komandan!" Eko melihat ke samping dan terdapat tangan kanannya, Kapten Danang, yang nampak segar bugar walau hanya tidur dua atau tiga jam saja.

"Danang, bagaimana caranya kamu bisa tetap segar walau hanya tidur kurang dari 3 jam?" Tanya Eko keheranan.

"Hehe, aku punya cara ku sendiri. Oh, iya, ada misi dari Kolonel Daffa." Ucap Danang sambil memberi selembar kertas.

Eko hanya menghela nafas panjang dan mengambil kertas tersebut. "Sejak kapan kita bisa disuruh-suruh oleh Angkatan Darat?"

"Uhhh, setiap saat?" Jawab Danang dengan ragu.

"Itu pertanyaan retorik, Danang... Hmm... Misi ini bersangkutan dengan pencarian mayat para Kopassus yang meninggal waktu itu, Komando pusat ingin mayat-mayat tersebut dikuburkan layaknya pahlawan. Seharusnya ini misi mudah, Danang, aku akan naik di KRI Boa, bilang kepada Letnan Reza." Ucap Eko melipat kertas tersebut dan memasukkannya ke kantung bajunya.

"Standar tempur atau patroli?" Tanya Danang penasaran.

"Bawa standar tempur, kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi... Oh, dan bilang ke Letda Anto untuk mempersiapkan pelontar api Napalm yang ada di kapalnya untuk beraksi lagi." Ucap Danang sambil tersenyum kecil.

"Dimengerti, pak bos."

....
.....

??,???,????

Darah dimana-mana. Sakit di seluruh bagian badannya seolah-olah tidak akan pernah berakhir. Tangisan minta tolong nya selalu ditertawakan oleh penculiknya. Dia hanyalah budak pada mereka dan nampaknya, dia akan selamanya menjadi budak mereka. Namun dia tiba-tiba merasakan sesuatu yang sangat ganjal, sesuatu akan terjadi di masa yang akan mendatang.

Baik itu akan membawa perubahan atau malah kerusakan, tidak akan ada yang tahu dan dia sendiri sudah tidak peduli, dia sudah menyerah untuk hidup dan hanya menunggu saat-saat kekuatannya gagal membantu dirinya.




TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top