Bab 8
Anshara tidak salah lihat, manik yang terpancar dari kedua bola mata Anne berwarna hitam kemerah-merahan.
"Permisi, Bu." Anshara berjalan menunduk saat melewati Guru barunya itu.
“Kamu--” Anne kemudian bangkit. “Nama kamu siapa?” tanyanya sembari mendekatkan hidung ke wajah Anshara.
Anshara segera tertunduk. “Anshara,” jawabnya.
“Anshara ….” Anne mengulangi jawaban Anshara. Kedua tangannya dilipat di dada. Dia kemudian berjalan mengitari gadis yang menurutnya memiliki energi yang begitu kuat. “Nama kamu bagus,” komentarnya.
Anshara masih tertunduk, dia bukan takut, hanya saja dia tahu cara bersikap dengan yang lebih tua. Namun, saat Anne mendekatkan hidung ke rambutnya dan berdesis, “Holy witch.” Anshara segera mundur dan menjauh dari Anne, dia merasa tubuhnya bergetar saat dia mendengar Anne memanggilnya dengan sebutan seperti itu.
“Maaf, Bu, saya permisi,” ucap Anshara sembari pergi dengan tergesa. Seperti biasa Anshara akan menghabiskan jam istirahatnya di halaman belakang sekolah. Dia berjalan cepat dan tak sengaja menabrak Mosha.
“Kamu kenapa?” tanya pemuda itu.
Anshara segera menarik tangan Mosha “Kamu sudah berjanji untuk mengajarkanku memahami simbol-simbol dalam kartu tarot, 'kan?” Anshara kemudian menoleh sekilas pada Anne yang sudah pergi dari tempat itu, lalu kembali menatap Mosha. "Ayo ajari aku," bujuknya.
Mosha kemudian mengangguk dan saat sudah sampai di halaman belakang, dia mendaratkan bokongnya di dekat pohon flamboyan tempat biasa Anshara duduk. Dia mengeluarkan beberapa kartu tarot dari kantong celananya.
Anshara mengedikkan bahu saat dia masih merasa ada yang janggal dengan guru barunya itu. Namun, dia tidak ingin Mosha tahu akan apa yang tengah dia rasakan, maka Anshara pun segera mendaratkan bokongnya di depan Mosha.
Sementara dari jauh, Anshara menyadari Anne tengah mengawasinya di balik jendela lantai dua yang mengarah langsung ke tempatnya berada.
Anshara memegangi tengkuk lehernya. “Kamu merasa ada yang aneh nggak sih, sama Bu Anne?”
Mosha terdiam menatap Anshara. Seolah sedang menerka apa yang dipikirkan gadis itu tentang keanehan Bu Anne.
“Aku merasa ada energi negatif yang begitu kuat dari setiap jejak yang ditinggalkan Bu Anne,” ucap Anshara dengan penuh keyakinan.
Mosha kembali tertunduk dan merapikan kartu tarot yang berserakan. “Kamu tidak boleh pergi jauh dariku.”
Anshara mengernyit. Apa Mosha sedang merayu? Sumpah, Anshara tidak suka rayuan Mosha yang terlalu frontal. Merasa diperhatikan Mosha segera mengangkat wajahnya dan menatap Anshara. “Aku serius, ada sihir hitam sedang mengincarmu,” ucap laki-laki itu kemudian.
Anshara tercenung. “Mosh, kamu tidak sedang menakutiku, ‘kan?”
Mosha tidak menjawab pertanyaan Anshara. “Maaf aku salah bicara,” ucapnya. Dia hanya tidak ingin Anshara takut dengan apa yang baru saja dia ungkapkan. Dia juga tidak ingin seorangpun tahu siapa dia sebenarnya. Namun, apa yang baru saja dia katakan telah mengundang tanya di benak Anshara.
“Jadi, maksudnya Gimana, Mosh?” Anshara memiringkan wajahnya. “Sihir hitam itu seperti apa?”
Alih-alih menjelaskan Mosha malah bangkit dari duduknya. “Sebentar lagi bell, Sha,” dalihnya kemudian. “Aku lupa belum siapkan PR.” Lagi-lagi Mosha beralasan.
Anshara tahu Mosha sedang menghindari pertanyaannya. Kenapa Mosha tidak membantu melebur rasa penasarannya? Seharusnya Mosha tak usah tanamkan keresahan di hati Anshara, hal itu malah membuat energi yang ada di dalam tubuh Anshara menjadi tidak stabil.
Meski Mosha sudah beranjak. Anshara masih saja duduk termenung memikirkan perkataan Mosha. Membuat Mosha merasa bersalah, kenapa dia bisa tidak sengaja berkata seperti itu? Dia lupa kalau Anshara belum menyadari siapa dirinya. Dia juga lupa, kalau Anshara belum bisa mengendalikan sihir dari dalam dirinya.
Mosha mengulurkan tangan. Namun, Anshara tidak meraihnya. Sehingga dengan terpaksa Mosha harus menarik tangan Anshara. “Kamu tidak boleh duduk di sini sendirian.”
Anshara masih tidak mengerti seperti apa sihir hitam itu. Meski belum menemukan jawaban, dia tetap berjalan mengikuti Mosha. “Kamu harus janji akan memberitahu,” ucapnya.
Mosha kemudian menoleh. “Suatu saat, aku janji,” ucapnya.
“Aku pegang janjimu.”
Nyaringnya suara bell membuat suasana menjadi pengang, riuh-rendah para siswa yang berlalu lalang membuat Anshara merasakan energi tampak berputar dan berkecamuk di sekitarnya. Mosha tidak menyadari kalau Anshara tidak mengikutinya. Tatapan gadis itu kosong, Anshara berjalan melawan arah. Langkahnya panjang dan teratur. Perlahan Kaki jenjangnya mulai menapaki anak tangga.
Anshara merasakan kesunyian dalam jiwanya. Dia tahu sesuatu tengah memperdaya tubuhnya. Namun, Anshara kesulitan mengendalikan dirinya sendiri. Jiwanya seperti ingin berteriak, hanya saja Raga tak mengizinkan Anshara melakukan itu. Jerit hati Anshara meraung meminta tolong. Namun, sesuatu seperti telah membuat lidahnya membeku. Sehingga dia merasa seolah berada dalam jasad yang asing.
Sementara itu, Anne terus mengikutinya dari kejauhan. Wanita itu seperti ingin tertawa, lantaran hal yang dia pikir sulit ternyata begitu mudah, ini tak ubahnya seperti menjentikan jari. Apalagi melihat Anshara sudah berada di puncak gedung lantai tiga.
Mosha baru saja menyadari, kalau Anshara belum kembali, dia pikir gadis itu mengikutinya dari belakang. Nyatanya tidak. Firasatnya tidak enak, apalagi dia seperti mendengar Anshara meminta tolong. Mosha pun segera bangkit. Dia mengedarkan pandangan. “Ada yang lihat Anshara?” tanyanya.
Semua anak terdiam melihat kepanikan yang terpantul dari wajah Mosha, sementara Gathan merasa ada sesuatu yang tidak beres yang mungkin saja menimpa Anshara, pasalnya yang dia lihat sejak kehadiran Mosha, Mosha seperti ajudan yang diutus untuk menjaga tuan putrinya. Gathan pun akhirnya mengikuti Mosha menuju lantai tiga.
Intuisi Mosha terhadap Anshara begitu kuat, sehingga dengan mudah dia menemukan Anshara yang kini sedang berjalan menuju bibir gedung sekolah lantai tiga.
“Anshara?” pekik Gathan dari belakang Mosha.
Mosha menoleh dan menatap Gathan yang kini terus berteriak memanggil Anshara. Namun, dia tidak ingin Gathan tahu siapa dirinya, sehingga Mosha mencoba memperdaya Gathan dengan sihirnya. Tangannya mengepal di depan Gathan, kemudian saat Mosha membuka telapak tangannya, sebuah cahaya membuat tubuh Gathan luruh dan tak sadarkan diri.
Dari jauh Anne dapat melihat apa yang tengah Mosha lakukan. Dia yakin, Mosha hanya sedang menyamar menjadi seorang siswa. Anne terus menambah sihir ke dalam tubuh Anshara, agar gadis itu segera menjatuhkan diri ke bawah, lantaran bebatuan sudah siap menyambutnya.
‘Anshara berhenti!’ pinta Mosha dalam hati. ‘Aku mohon kendalikan dirimu, konsentrasi dan seraplah energi lebih banyak dari apapun yang kamu lihat.’
Anshara berhenti melangkah. Dia seperti sedang mencari sumber suara. Sementara itu Mosha perlahan mendekat. Namun, sihir yang dikirim Anne, membuat Anshara kembali tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, hingga saat Anshara hampir meloncat. Mosha mengucapkan mantra yang berhasil menghancurkan sihir kegelapan yang menguasai Anshara.
Anshara terperangah karena dia sudah berada di bibir gedung dan hampir terjatuh. Mosha menariknya menuju ke tengah. “Kenapa aku di sini?” tanya Anshara seperti orang kebingungan.
Mosha hanya menatapnya dan tak dapat menjelaskan apa yang terjadi pada gadis itu beberapa saat yang lalu. Dia hanya sedang berpikir dari mana sihir itu berasal, benarkah itu dari Anne?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top