Bab 7
Anshara mengangkat wajah dan menatap kapas putih yang tersebar di seluruh hamparan langit. Menikmati udara pagi di alam sebebas ini membuat Anshara merasa energi yang dia dapatkan lebih banyak dari sebelumnya.
Saat anak-anak lain sibuk memasak air panas, menyiapkan minuman hangat dan membuat sarapan. Theana justru sibuk merangkai cara untuk membuat Anshara jera. Setelah kemarin semua rencananya gagal lantaran murid baru itu selalu berhasil menyelamatkan Anshara, kini dia bersumpah kalau Anshara tidak dapat pulang, atau dia pastikan Anshara jatuh sakit setelah pulang dari perkemahan ini.
Theana semakin geram lantaran Gathan kini tengah membantu Anshara menyiapkan minuman hangat dan membagikannya pada teman yang lain. Dia juga heran Mosha selalu saja tahu apa yang akan dia lakukan terhadap Anshara. Theana merasa tidak pernah mengatakan rencananya itu pada siapapun, apalagi setelah Natasha berpihak pada Anshara, dia selalu melakukannya sendiri.
Tak berapa lama, Miss Erina dan Bu Lana meminta anak-anak untuk berkumpul dan membentuk lingkaran.
Anshara berdiri di antara Gathan dan Mosha. Dia terpukau saat tangannya dipegang Mosha, entah kenapa dia merasa energinya dan energi Mosha menyatu. Namun, saat tangan kirinya dipegang Gathan, Anshara tak merasakan apa-apa selain debaran aneh di balik dadanya.
Pak Anwar berdiri tegak di tengah-tengah mereka dan memaparkan, “Anak-anak tugas kalian adalah, mencari tanaman yang bisa dipakai untuk obat. Masing-masing tiga macam. Seperti yang sudah bapak jelaskan sebelumnya, tinggal kalian samakan saja ciri-cirinya. Kalian mengerti?” tanyanya mengakhiri kalimat yang baru saja dipaparkan.
“Mengerti, Pak,” sahut para siswa. Tujuan diadakannya kemah adalah sebagai pelatihan untuk lebih mengenal dan mencintai alam.
“Perkelompok, Pak?” tanya Theana sembari mengacungkan telapak tangan.
“Tidak. Ini tugas perseorangan,” jawab Pak Anwar. Kemudian pria itu melirik arlojinya. “Kita kumpul di sini jam sepuluh. Kalian siap?”
“Siap, Pak,” sahut para siswa sembari melepaskan genggaman mereka dan mulai membentuk barisan.
Anshara mulai mencari dan menyamakan ciri-ciri tanaman obat dari buku dengan yang dia lihat. Mosha tak jauh dari tempatnya berada, begitupun dengan Gathan. Membuat Theana semakin kesal.
“Sha.” Gathan melambaikan tangan.
Anshara segera mendekat.
“Sha, ini daun meniran bukan?” tanya Gathan sembari menunjukkan daun yang baru saja dia petik itu pada Anshara.
Anshara tercenung memperhatikan. Dia kemudian mengalihkan pandangannya dari daun yang ada di tangan ke Gathan ke tumbuhan merambat yang ada di depannya. “Itu daun saga, Gathan,” ucapnya sembari mengambil buah saga dan menunjukan biji berwarna merah dan hitam itu pada Gathan. Namun, tiba-tiba Anshara merasakan tangannya ditepis, hingga biji saga yang dipegangnya berjatuhan.
Anshara terpegun begitupun dengan Gathan. “Mosha?” gumam Anshara sembari menoleh.
“Hati-hati beracun,” ucap Mosha.
Anshara tersenyum. “Aku tahu, aku tidak akan memakannya.”
Kelembutan nada bicara Anshara membuat Gathan merasa tidak suka. Seharusnya Anshara marah karena Mosha memukul tangannya. “Kamu ‘kan bisa memberitahu kami dengan baik-baik, tidak usah memukul,” ucap Gathan.
Anshara tak ingin meladeni kemarahan Gathan terhadap Mosha atau sebaliknya. Maka dia memilih pergi dari hadapan kedua laki-laki itu. Waktu untuk berkumpul tinggal satu jam lagi, sementara dia belum menemukan apa-apa.
“Hai.” Theana tiba-tiba berdiri di sebelahnya. “Lihat.” Dia menunjukkan beberapa daun di telapak tangannya. “Apa yang kamu temukan?”
“Belum,” jawab Anshara.
“Di sana ada banyak.” Theana menunjuk ke belakang Anshara.
Anshara kemudian berbalik dan menatap apa yang ditunjuk Theana. Saat hendak melangkah, dengan sengaja Theana melintangkan kakinya, hingga Anshara hampir tersandung. Namun, beruntung Mosha menahan tangan Anshara, sehingga gadis itu tetap terjaga dan tidak sampai tersungkur.
Theana mendelik. “Dia lagi,” gumamnya seraya berlalu.
“Terima kasih,” ucap Anshara tak enak hati karena lagi-lagi dia berutang pada Mosha. Kebaikan yang Mosha lakukan untuknya sudah terlalu banyak.
“Aku akan temani,” ucap Mosha.
Anshara mengangguk sembari mengimbangi derap langkah kaki laki-laki itu.
“Warna kesukaanmu--” Anshara memiringkan wajahnya untuk menatap Mosha. Sejujurnya dia hanya berniat untuk mencairkan kebekuan, pasalnya Mosha terlalu banyak membantu tapi mereka tidak terlalu banyak mengobrol, “putih?”
Mosha mengangguk sembari terus melangkah.
“Aku lebih suka warna gelap, orang tidak akan mudah menebak perasaanku lewat warna,” tutur Anshara.
Mosha tersenyum tipis. Dia kemudian menoleh. “Zodiak kamu apa?” tanyanya.
Anshara tersenyum. Sebelumnya tak pernah ada yang ingin tahu akan hal ini, padahal Anshara suka, jika seseorang memperhatikan lewat zodiaknya. “Libra,” jawabnya.
Mosha mengangguk. “Menurut ramalan tarot minggu ini, libra sedang mencoba hal-hal untuk memanjakan diri karena merasa frustasi.”
Anshara terpana, apa yang dikatakan Mosha memang ada benarnya. Dia juga merasa ada magnet dalam diri Mosha yang membuatnya terpukau. “Kamu--”
Mosha mengacungkan tangan untuk menghentikan pertanyaan atau apapun yang akan Anshara katakan. “Kamu harus hati-hati pada scorpio, karena minggu-minggu ini, dia sedang percaya diri untuk berbuat licik.”
Anshara menarik napas. “Apa itu Theana?”
Mosha mengedikkan bahu. Dia yakin Anshara tahu jawabannya.
Mengobrol tak membuat Anshara kehilangan konsentrasi, dia tetap menyatu dengan alam dan mengerjakan tugasnya dengan baik. “Kamu sudah dapat?” tanyanya sembari memperlihatkan empat lembar daun yang berbeda.
“Sudah,” jawab Mosha.
“Kalau begitu kita kembali,” ajak Anshara sembari berjalan lebih dulu.
Mosha mengikuti Anshara berjalan dari belakang sembari tetap berjaga, siapa tahu bahaya kembali datang mengintai gadis di depannya itu.
“Dari mana kalian?” tanya Gathan yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depan Anshara.
Mosha maju selangkah dan berdiri di depan Anshara. “Ini gunung, bukan mall. Jelas kamu tahu kami dari mana,” jawab Mosha.
Gathan tidak menyangka Mosha si anak baru itu begitu angkuh. Dia bergerak cepat seperti ajudan yang sedang melindungi putrinya. “Sha, kita diminta untuk segera kumpul, dari tadi aku mencarimu,” ucap Gathan tanpa menghiraukan keberadaan Mosha.
“Ter--” Anshara tiba-tiba terperangah saat Mosha menarik tangannya dan mengajaknya berlalu dari Gathan. Meski begitu Anshara tetap menoleh pada Gathan. Dia merasa tidak enak hati, lantaran Mosha telah bersikap tidak sopan. Namun, entah mengapa Anshara tidak bisa menolak, seperti ada sebuah pengikat antara dirinya dan laki-laki itu. Entah apakah itu, yang jelas Anshara merasa seperti ada sebuah mantra yang membuatnya untuk tetap berada di belakang Mosha. Sejak kedatangan Mosha beberapa minggu lalu, dia memang merasa tidak asing dengan laki-laki itu.
Sementara itu Gathan berdecak kesal. Dia hanya bisa mengikuti Anshara dan Mosha dari belakang. Dia merasa semakin kesal, saat secara terang-terangan Mosha membuka jaketnya dan melindungi kepala Anshara dari tetesan hujan yang perlahan turun ke bumi.
Lagi-lagi Anshara terperangah dengan apa yang dilakukan Mosha terhadapnya, sebelumnya belum pernah ada orang yang memberi perhatian sedalam ini. Apakah Mosha dikirim untuk menggantikan perhatian ayahnya? Lantaran Anshara merasakan beberapa kejanggalan yang ada pada Mosha, atau itu hanya perasaannya saja?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top