Bab 6
Mobil melaju cepat dari arah kanan. Anshara segera berjalan dan menarik tangan Siska yang hendak menyebrang, Anshara tahu apa yang akan terjadi pada Siska, karena tak sengaja kemarin dia menyentuh tangan gadis itu saat dia ke luar dari kamar mandi. Dalam penglihatannya, pengendara truk yang akan melintas itu tengah mengantuk sementara Siska sedang menyebrang. Beruntung kali ini Anshara dapat mencegah kecelakaan itu, atau kalau tidak, mungkin dia akan melihat lagi temannya yang terkena musibah, dan dia tidak ingin itu terjadi.
Siska mengelus dada. “Makasih, Sha. Ya ampun kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu nasib aku sekarang.”
Anshara hanya tersenyum seraya mengangguk. Dia kemudian kembali berjalan menuju gerbang sekolah, setelah melewati gerbang Anshara bukan menuju kelas. Namun, dia berjalan ke lapangan basket, dia mencari keberadaan Natasha yang dalam bayangannya, pagi ini gadis itu akan terkena hantaman bola basket. Namun, di lapang terlihat sangat sepi, tak ada satupun orang yang sedang bermain basket, sepertinya Anshara salah waktu.
Maka Anshara pun terus berjalan. Tanpa berniat menunggu. Namun, tiba-tiba bola datang dari atas, seseorang tengah memainkan bola itu dari lantai dua. Anshara mengedarkan pandangan, dan dia melihat Natasha yang baru saja datang, dia dikejar Brian dan hendak berlari ke lapang. Namun, Anshara terlalu jauh untuk mencegah itu. Seketika Anshara teringat pesan ibunya, kalau dia harus mencoba membantu orang, meski hasil akhir di luar kendalinya.
Anshara pun mengerahkan seluruh kekuatan untuk berlari kencang ke arah Natasha dan mencegah bola itu agar tidak mengenai kepala temannya. Saat hampir dekat dan bola hampir saja mendarat di kepala Natasha, Anshara melompat dan mengacungkan tangannya untuk menangkis bola tersebut sebelum benar-benar terjatuh. Semua orang terperangah, karena ujung jari Anshara berhasil melakukannya. Namun, dia tengah mengorbankan dirinya, hingga Anshara merasa bokongnya sakit, akibat terjatuh.
Tiba-tiba Anshara merasa seseorang memegang bahunya dari belakang, dia kemudian menoleh menatap pemilik sepasang mata itu, seraya berdiri. “Terima kasih,” ucap Anshara pelan.
Gathan mengangguk dan menjauhkan kedua tangannya dari bahu Anshara setelah gadis itu berdiri tegak.
Natasha terkejut. “Anshara?” Dia tahu apa yang terjadi, sudah sepatutnya Natasha membalas utang budi terhadap Anshara. Natahsa mencoba mendekat pada Anshara yang kini tengah membersihkan diri dengan menepuk-nepuk roknya yang kotor.
“Anshara, terima kasih,” ucap Natasha. Seketika dia lupa kalau Brian sedang mengejar-ngejarnya lantaran Natasha mencoba mengambil buku catatan Brian yang mungkin saja itu rahasia, sehingga Brian tidak mengizinkan siapapun membaca bukunya. Natasha mengembalikan buku itu dengan melemparnya pada Brian.
Brian terkesiap dan sigap menangkap buku yang di lempar Natasha. Sementara itu, Natasha menarik tangan Anshara dan mengajaknya untuk duduk. “Sha, aku mau bicara serius,” ucapnya setelah dia dan Anshara sama-sama duduk.
“Ada apa?”
“Terima kasih untuk peringatan kamu waktu itu,” tutur Natasha. “Karena aku mencoba menuruti apa yang kamu ucapkan, agar aku tidak pulang terlambat dan aku melakukannya.”
Anshara menatap gadis yang kini berdiri membelakanginya. Dia pikir Natasha sama saja seperti yang lain. Menghiraukan apa yang dia katakan saat tak sengaja menyentuhnya.
“Sepulang sekolah Theana mengajakku nonton konser band indie, tapi jujur, Sha--” Natasha berbalik, kemudian dia kembali duduk di sebelah Anshara, “aku takut dengan peringatan kamu, apalagi setelah melihat Theana terkurung di kamar mandi dua jam setelah kamu mengatakan itu.”
Anshara terdiam bukan karena dia tidak menanggapi apa yang dikatakan Natasha. Namun, Anshara hanya merasa terlalu senang karena ada orang yang mempercayai dirinya selain sang ibu.
Natasha meraih kedua tangan Anshara. “Aku juga berterima kasih, kata Brian kamu yang paling banyak memberiku donasi.”
Anshara menarik napas dan tersenyum. “Semoga bermanfaat.”
“Maafkan aku selama ini, ya, Sha. Terutama saat di rumah sakit tempo hari.”
Anshara kemudian mengangguk.
“Aku juga turut berduka atas kepergian ayahmu.”
Anshara kembali mengangguk.
Gathan dan Brian berdiri tak jauh dari tempat mereka berada. Seulas senyum menghiasi wajah tampan kedua pemuda itu. Tak lama kemudian Gathan memutuskan untuk mendekat pada mereka diikuti Brian.
“Aku juga minta maaf, Sha,” ucap Gathan membuka percakapan. “Soal aku yang tidak menghiraukan peringatanmu, soal yang di rumah sakit dan soal aku yang selalu menganggap kamu aneh.”
Anshara tersenyum, dia merasa lega lantaran pengakuan itu ke luar dari mulut Gathan.
“Aku memang biasa saja, Sha, tapi rasanya aku juga perlu minta maaf sama kamu,” ucap Brian.
Anshara kembali tersenyum. Dia kemudian mengangguk, meski sebenarnya Brian memang tidak pernah ada salah padanya. “Mungkin aku yang seharusnya minta maaf, karena tidak pernah berbaur dengan kalian.”
“Tidak apa-apa, kami mengerti,” ucap Gathan.
“Kamu baru masuk sekolah lagi?” tanya Anshara pada Gathan.
“Dua hari yang lalu, saat aku dan Brian ke rumahmu, itu hari pertama aku masuk, tapi, kemarin aku harus kontrol, jadi kita baru bertemu hari ini.”
Anshara mengangguk. “Aku minta maaf, mungkin selama ini aku mengganggu penglihatan kalian karena penampilanku,” ungkapnya.
Gathan tersenyum lebar sekali, hingga Anshara merasa malu. Laki-laki itu pun berkata, “Tidak apa-apa, kamu unik.”
Anshara tersipu malu, hingga semburat merah jambu terbit meronai pipinya. Pujian yang keluar dari mulut Gathan membuat Brian dan Natasha merasa kalau Gathan menyukai Anshara.
Dari jauh Theana melihat mereka. Dia mengepalkan tangan kuat-kuat dan bersumpah tidak akan memaafkan pengkhianatan yang telah Natasha lakukan terhadapnya.
Bell memberi tanda pelajaran akan segera dimulai. Mereka segera bergegas menuju kelas. Riuh rendah berubah hening kala Miss Erina masuk ke kelas dengan seorang pemuda yang menggendong ransel dan bertopi putih mengikutinya dari belakang.
Penampilannya yang serba putih mencuri perhatian Anshara, apalagi dia melihat energi yang dimiliki pemuda itu sama dengannya, hanya saja Anshara merasa jika energi yang terpancar dari laki-laki tersebut lebih kuat dari dirinya.
"Selamat pagi, Anak-anak?" sapa Miss Erina.
"Pagi, Miss," Sahut para siswa bersamaan.
"Kalian ada teman baru,” tutur Miss Erina. “Silakan, Nak, perkenalkan namamu," katanya pada pemuda tersebut sembari mengayun tangan.
"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Mosha," ucapnya tanpa diiringi senyum. Namun, wajahnya tetap terlihat ramah.
Perkenalan singkat itu dibalas anggukan oleh Miss Erina. "Baik, Perkenalannya dilanjutkan nanti, ya. Silakan Mosha, kamu duduk di belakang Anshara."
Anshara tersenyum kecil menyambut Mosha, begitupun dengan Mosha. Sementara Gathan yang duduk di seberang Anshara merasa ada sesuatu yang aneh dari Mosha. Hanya saja dia meralat kata aneh yang baru saja tercetus di benaknya itu dan menggantinya menjadi kata unik.
Mosha menarik kursi yang ada di belakang Anshara dan mendaratkan bokongnya di sana. Dia menatap punggung gadis itu. “Jadi, gadis yang dimaksud Meera itu adalah Anshara?” gumam Mosha.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top