Bab 10
Sebuah cahaya putih membawa Mosha datang kepada Anne dan Anshara. Sebagai prajurit banisher dia datang dengan wujud sebenarnya, dia bukan seorang siswa seperti yang Anshara pikirkan, bahkan usianya lebih tua dari perkiraan Anshara.
"Lepaskan dia," ucap Mosha dengan gagah.
Tawa nenek sihir itu menggema memecah kesunyian. "Bahkan hidupmu juga akan berakhir malam ini juga," ucap Anne pada Mosha. Sebagai seorang necromancer, mulutnya bergerak mengucapkan mantra untuk memanggil arwah yang akan menjadi bonekanya.
Tiba-tiba Meera datang dengan sebuah cahaya yang langsung mengarah pada Anne dan membuat wanita jahat itu terpental cukup jauh. "Mosha bawa cucuku pergi!" titah Meera.
Mosha segera melenyapkan sihir dari akar yang mengikat tubuh Anshara. "Papa," gumam Anshara saat melihat Willy berjalan ke arahnya. Rupanya Meera terlambat menggagalkan mantra yang Anne ucapkan untuk memanggil arwah tersebut, karena arwah Hansa dan Willy sudah terlanjur datang dengan sosok yang menyeramkan.
Meera saling serang dengan Anne. Sebuah dendam menjadi pemicu perkelahian mereka. Kegagalan Anne menjadi Sage, membuatnya membenci semua penyihir suci termasuk Anshara yang belum bisa menyempurnakan kekuatannya.
Sementara itu, Anshara tercenung melihat Hansa, ibu yang telah melahirkannya. "Mama." Tubuh lemah Anshara terhuyung hendak mendekat ke arah ibu dan ayah angkatnya. Namun, Mosha segera menghentikannya.
"Ini terlalu berbahaya," ucap Mosha. Pria itu mengarahkan sihirnya pada Mosha dan Hansa. Namun, Anshara menghalanginya.
"Kamu tidak boleh menyakiti orang tuaku," pekik Anshara. Sementara Hansa dan Willy terus maju ke arah mereka. Anshara kemudian berbalik dan hendak memeluk mereka berdua. Namun, lagi-lagi Mosha menghalanginya.
"Tidak Anshara, sekarang mereka bukan orang tuamu, mereka hanya menjadi alat untuk menyerang kita.
Cahaya hitam berhasil membuat Mosha terjengkang. Anshara sempat terkesiap dan melihat dari mana cahaya hitam itu berasal.
Mosha segera bangkit dan berdiri membelakangi Anshara, jika Anshara terus menghalanginya kemungkinan besar dia kesulitan untuk melenyapkan sihir Anne.
"Mosh, aku mohon jangan sakiti orang tuaku," ucap Anshara.
"Aku berjanji tidak akan menyakiti mereka, aku hanya akan melenyapkan sihir kegelapan yang ada pada mereka berdua," tutur Mosha sembari tetap waspada.
Anshara mengangguk, dia bersedia memegang janji Mosha.
Namun, tiba-tiba Hansa dan Willy menghilang dari pandangan Anshara. "Mama?" Tubuh lemah Anshara mendorong Mosha. "Mama sama papaku mana, Mosh?"
Mosha menggelengkan kepala. "Aku minta maaf, Sha." Sungguh hilangnya kedua arwah itu adalah di luar kendali Mosha. Namun, apa yang telah Mosha lakukan berhasil membuat Anshara marah. Baginya Mosha tidak menepati janji.
"Kamu sudah mengingkari janjimu sendiri. Aku kecewa, Mosh." Air mata tiba-tiba meluncur melintasi pipi merah Anshara. Kemarahan membuat Anshara semakin melemah, hingga perlahan tubuhnya luruh dan dia kehilangan kesadaran.
"Anshara?" Mosha segera memburu Anshara yang terjatuh tepat di depannya. Perlahan dia membungkukkan badan dan membopong tubuh Anshara. Dalam tipisnya cahaya rembulan, dia menatap wajah pucat Anshara dan hal itu berhasil membuat rasa bersalah Mosha semakin menggunung. "Aku minta maaf, Sha." Tanpa menunggu perintah. Mosha membawa Anshara pergi dari tempat itu.
Tubuh Anshara semakin lemah dalam pelukannya. Perlahan Mosha meletakkan gadis itu di depan rumah Leia. Dia menyelimuti Anshara dengan jaketnya. "Aku minta maaf, Sha," gumamnya. Sementara itu dia kembali untuk membantu Meera melawan Anne.
Mosha sudah kembali ke tempat Meera berada, wanita itu hampir kalah dengan sihir Anne.
"Kau akan mati!" Tawa Anne menggema, ia belum sadar jika Mosha sudah hadir dan merasa akan menang kali ini.
Selama ini Meera memiliki tanggung jawab besar sebagai pemimpin penyihir suci, ia tidak bisa menjaga Anshara dari Anne yang setiap saat berusaha untuk membunuhnya. Sementara, penyihir yang lain bukan tandingan Anne. Setelah puluhan tahun, Meera pikir Anne sudah melupakan Anshara, tapi wanita tua ini bersekukuh ingin membunuh cucunya. Meera pun menyusun rencana agar Mosha datang melindungi Anshara dan saat ini adalah rencana utama untuk melawannya bersama Mosha.
"Jangan bermimpi." Meera menghilang, ia muncul di sebelah Mosha, membuat Anne terkejut, tapi wanita ni masih sempat menyeringai.
"Kalian ingin menyerangku bersama? Yakin akan berhasil? Sungguh pengecut!" maki Anne yang kali ini berusaha mengeluarkan asap hitam, matanya berubah menjadi gelap.
Meera yang melihatnya mengetahui apa yang akan lawannya itu lakukan. "Mosha, keluarkan sihir cahaya!" teriak Meera yang juga mulai menbgerakkkan tangannya, memunculkan cahaya menyilaukan. Mosha pun melakukan hal yang sama.
"Satukan!" lanjut Meera dan mereka berdua pun menyatukan dua kekuatan cahaya yang membuat sihir kegelapan Anne lenyap berlahan.
"Tidak! Aku tidak akan mati!" Anne menjerit bersamaan dengan tubuhnya yang menghilang tertelan oleh cahaya.
----***----
Sepasang kaki bergerak cepat, mondar-mandir ke sana ke mari, sang pemilik kaki tampak panik. Resah terus saja mendera, Anshara memang bukan anak kandungnya, tapi gadis itu selalu berhasil membuat jiwa keibuannya membentuk sebuah kekhawatiran setiap Anshara pulang terlambat. Leia menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam. "Kamu di mana, Sha? Mama khawatir." Dia menyingkap gorden. "Astaga." Dia terkesiap saat melihat Ansahra berada di teras dalam keadaan terbaring lemah.
Pintu terbuka lebar dan angin menyerbu masuk ke dalam rumah. Sementara Leia segera berjongkok untuk melihat kondisi Anshara. "Sha," panggilnya pelan. Dia menyentuh kening Anshara, seluruh tubuh gadis itu nampak dingin sekali, hal itu membuat Leia semakin panik. Dengan sekuat tenaga, Leia menggendong Anshara untuk masuk ke dalam rumah. Tenaga perempuan biasa memang tak akan bisa melakukan ini. Namun, tenaga seorang ibu, bisa saja melakukan ini untuk anaknya.
Perlahan Leia menidurkan Anshara di atas ranjangnya. Dia menyelimuti gadis itu dengan dua lembar selimut tebal. Sungguh Leia tidak ingin kehilangan Anshara, hanya Anshara yang dia miliki di dunia ini. Sebisa mungkin Leia membantu Anshara agar tetap hangat.
Meera dan Mosha kembali untuk melihat Anshara, namun gadis itu belum sadarkan diri. TIba-tiba mereka berdua terkesiap, saat mendengar suara baskom jatuh dan membuat air hangat tumpah membasahi lantai. "Kalian siapa?" tanya Leia.
Meera dan Mosha menatap wanita yang kini tampak ketakutan itu. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Leia sembari melangkah mundur. "Apa kalian yang membuat anak saya seperti ini?" Leia terus saja memberondong mereka dengan pertanyaan, meski sebenarnya dia sangat ketakutan, pasalnya malam sudah semakin larut, angin di luar begitu besar dan sunyi, kepada siapa Leia harus meminta tolong?
"Tenang." Perlahan Meera mendekat. "Aku tidak akan menyakiti kamu, terutama cucuku."
Leia mengernyit. "Anda siapa?"
"Saya Meera, neneknya Anshara."
"Apa?" Seketika jantung Leia mencelus, ketakutannya selama ini benar-benar terjadi. "Apa Anda akan membawa Anshara dariku?" Air mata tiba-tiba turun membasahi pipinya.
Meera terdiam. Dia dapat melihat ketulusan wanita itu dalam menyayangi Anshara. "Terima kasih karena kamu sudah merawat cucuku selama ini."
Leia tak begitu mendengar apa yang dikatakan Meera, yang dia rasakan saat ini sebuah kehilangan akan kembali terulang. Hingga dia hanya bisa terus menangisi hal yang belum terjadi.
Meera dan Mosha kembali menatap Anshara yang masih terkulai lemah. Mereka mencoba menyembuhkan Anshara. Sebuah cahaya membuat kesadaran Anshara kembali. Gadis itu berhasil terbangun. Namun, energi yang Anshara miliki telah lenyap bersama Anne, hingga Anshara tidak dapat lagi merasakan energi yang kuat seperti dulu, sekarang Anshara berubah menjadi manusia biasa.
"Mama?" panggil Anshara pada Leia yang sedang duduk tertunduk di depan kamarnya. Suara lemah Anshara membelai telinga Leia, dia pun segara bangkit dan menghambur memeluk Anshara. "Sayang, jangan tinggalkan mama sendiri."
Meera tersenyum. "Anshara, ini nenek, Sayang." Wanita itu duduk di tepi ranjang.
Perlahan Anshara mengurai pelukannya terhadap Leia. Dia menatap Meera dan Mosha bergantian. Kemarahan yang sebelumnya sempat membuat Anshara lemah, kini sirna yang tersisa hanya kerelaan hati menerima semuanya.
"Nenek harap kamu mau mempelajari sihir."
Anshara tercenung. Dia teringat saat dijauhi teman-temannya lantaran kekuatan itu. Dianggap aneh, bahkan gila. Dengan apa yang dia alami selama ini, sepertinya hidup normal layaknya manusia biasa akan lebih baik untuk Anshara. "Maaf, Nek. Anshara tidak bisa. Anshara ingin dicintai karena kekurangan yang Anshara miliki, bukan karena kehebatan atau kekuatan itu."
"Anshara, tapi--"
"Lagipula Anshara tidak ingin membuat orang-orang merasa terancam dengan sihir yang Anshara miliki."
"Baiklah, nenek mengerti." Bagi Meera sama saja, entah Anshara menjadi manusia biasa dengan memiliki kekuatan sihir atau tidak, Anshara tetaplah cucunya.
Leia tersenyum lembut menatap anaknya. "Apa itu artinya kamu tidak akan meninggalkan mama?"
Anshara mengangguk. Dia memang baru bertemu dengan neneknya. Namun, ikatan mereka cukup kuat, jadi Anshara tidak merasa asing ketika bertemu Meera begitupun saat dia bertemu Mosha untuk pertama kalinya.
"Terima kasih," ucap Leia sembari merengkuh Anshara ke dalam hangatnya pelukan. Sementara Meera dan Mosha izin pergi meninggalkan mereka, suatu saat Meera berjanji akan mengajak Anshara ke tempatnya berada.
Anshara tersenyum sembari menatap cahaya yang membawa pergi Meera dan Mosha. Semoga setelah ini dia bisa menikmati hidup dengan lebih menyenangkan lagi layaknya manusia biasa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top