• Tujuh Belas •

Alexandra's apartement.

05:00 am.

Alexandra turun dari mobil Jeff setelah bermalam di pantai bersama. Alih-alih memesan hotel sebagai tempat beristirahat, Alexandra dan Jeff justru memilih hamparan rumput luas di bawah sinar bulan sebagai tempat tidur mereka tadi malam.

Ini bukanlah kali pertama keduanya menyaksikan jutaan bintang di langit Seattle dari Alki beach. Alexandra dan Jeff sering datang ke pantai itu saat mereka masih kecil karena orang tua mereka berniat membeli lahan di sisi lain pantai dan menjadikannya ladang komersil.

"Terima kasih sudah mengantarku," kata Alexandra diiringi senyum lembut di bibirnya.

Jeff yang sama sekali tidak turun dari mobilnya hanya bisa membuka jendela dan melambai. Ia kemudian berseru, "Beristirahatlah, Alex. Aku akan mengunjungimu pada jam makan siang. Sampai jumpa!" lalu mobil Toyota Camry putih miliknya melesat cepat meninggalkan tempat tinggal Alexandra.

Ketika Alexandra sudah memastikan mobil Jeff tak lagi terlihat, ia pun masuk ke dalam rumahnya. Wanita berambut panjang itu kemudian membuka gerbang besar yang sebelumnya dalam keadaan terkunci dan mendorongnya sendiri.

Betapa terkejutnya Alexandra, karena ketika ia berbalik sosok Noel tiba-tiba berdiri di hadapannya. Wajahnya berekspresi dingin sementara lingkar hitam menghiasi kedua bawah matanya yang berwarna cokelat gelap. Noel tampak seperti mayat hidup.

"N-noel?" Alexandra mengatur napasnya dan kembali tenang pada akhirnya. "Apa yang sedang kau--" Ucapannya menggantung di udara begitu saja saat tubuh Noel mendekapnya erat dengan sangat tiba-tiba. Noel bahkan menyembunyikan kepalanya pada lekuk leher Alexandra sekarang. "Apa ... yang kau lakukan, Noel?"

"Aku menunggumu semalaman," katanya yang justru terdengar seperti gumaman tak jelas. Ia kemudian mengangkat kepalanya dan menatap mata Alexandra intens. "Bisakah kau berhenti membuatku khawatir, Alexandra?"

Beberapa detik setelah keheningan terjadi, Alexandra terkesiap dan menampar pipi Noel. Ia melangkah mundur sembari berkata, "Apa yang kau inginkan dariku, Noel?!" Suaranya meninggi. "Setelah menghinaku, kini kau berniat memperlakukanku seperti jal*ng?!"

Alexandra berkacak pinggang dan mendesah kasar. "Kau bersikap dingin padaku dan memperlakukanku dengan sangat rendah. Pikirmu kau bisa--"

Lagi-lagi ucapannya terhenti karena sesuatu yang tidak terduga.

Bibir Noel yang keabuan mendarat tepat di atas bibir merah muda milik Alexandra hingga wanita itu bungkam seketika. Kemudian tangan kokoh Noel menarik pinggang Alexandra hingga jarak di antara keduanya semakin sempit. Dan seolah terbawa suasana, Alexandra memejamkan matanya bersamaan dengan Noel. Ia seharusnya marah, tapi batinnya menolak. Hati dan pikirannya kini tak lagi berjalan berirama, ia sungguh menginginkan sentuhan Noel saat ini.

Ciuman itu berlangsung sekitar satu menit sampai keduanya membuka mata. Noel lalu membelai pipi Alexandra dan menatapnya dalam.

"Kau seperti angin, Noel," ujar Alexandra lirih. "Kau membawa lautan ini pada ujung yang pudar dan tak jelas. Kau mengombang-ambingkan kapal hingga perlahan membuatnya tenggelam."

Noel mengusap perlahan pipi Alexandra. "Maafkan aku, Alexandra." lalu berpindah pada rambut-rambut halus yang jatuh melewati telinganya. Noel kemudian tersenyum kecil. "Aku sungguh menyesalinya."

Alexandra hampir menangis saat itu, tapi jari-jemari Noel segera mengusap pelupuk matanya yang telah berkaca-kaca agar air matanya tidak tumpah.

"Jangan menangis. Maukah kau memaafkanku, Alexandra?"

Model cantik itu mengangguk dan tersenyum lembut. "Sebaiknya kau masuk sebelum benar-benar berubah menjadi mayat hidup," candanya. Yang membuat Noel tertawa seketika. "Omong-omong, bagaimana kau bisa melewati gerbangnya?"

Noel mengangkat kedua bahunya. "Menurutmu, bagaimana?" dan mengedipkan satu matanya jahil. "Memangnya ada cara lain selain memanjat pagar tinggi itu?"

Kali ini Alexandra yang tertawa. Mereka berdua pun masuk ke apartement mewah milik wanita itu. Jika sebelumnya mereka hanya duduk di halaman depan, kali ini Alexandra mempersilakan Noel untuk masuk ke bagian dalam. Pemandangan serba putih dengan aroma bunga segar langsung menyambut detektif berusia tiga puluh sembilan tahun tersebut. Noel merasa lebih baik setelah semalaman tidur di atas bangku kayu (bench) hanya untuk menunggu Alexandra pulang.

"Beristirahatlah di sofa," kata Alexandra. "Aku akan membuatkanmu kopi karamel."

Saat Alexandra pergi ke dapur, Noel pun duduk di atas sebuah sofa panjang berwarna hitam yang menghadap langsung ke arah televisi LED model terbaru di ruang tamu. Namun yang menarik perhatian adalah kolase foto yang dibuat dalam bingkai kayu besar di sebelah televisi. Tampaknya Alexandra dan Louis memiliki kegemaran yang sama;yaitu mengoleksi foto.

"Kopimu," tukas Alexandra seraya menyodorkannya pada Noel. Ia pun duduk di sebelah detektif itu dan tersenyum. "Apa kau akan pergi ke kantor polisi hari ini? Kau tampak tidak sehat, Noel."

Pria dengan kumis dan brewok tipis yang menghiasi wajahnya itu balas tersenyum. Sembari menyesap kopi karamel dengan sisa-sisa uap panas di permukaannya itu, ia berkata, "Aku baik-baik saja." Noel kemudian meletakkan cangkir miliknya ke atas meja. "Tampaknya kau dan Louis," pandangannya beralih pada kolase foto yang menempel di dinding sekarang. "sangat menyukai foto?"

Alexandra menoleh ke arah yang sama. Ia menggumam pendek dan menatap foto-foto itu dengan gusar. "Kami seperti memiliki banyak kesamaan pada awalnya, tapi di akhir ... dia menjatuhkan pilihannya pada orang lain," ucap Alexandra sedih. "Oh, aku jadi ingat sesuatu. Sehari sebelum insiden kecelakaan itu, foto terakhir yang kuambil bersama Louis tiba-tiba menghilang."

"Bagaimana bisa?"

"Kurasa seseorang mencurinya, tapi kamera cctvku sedang diperbaiki saat itu," balas Alexandra. "Lagipula barang-barang berharga lain di rumah ini masih ada. Mungkin aku menjatuhkannya di suatu tempat dan lupa, entahlah, itu aneh sekali."

Noel menatap kolase foto itu penuh selidik. Ia lalu teringat akan ucapan Smith mengenai motif pelaku yang mungkin ingin menggagalkan rencana pernikahan Louis dan Alexandra. "Bisakah kau memberi tahuku seperti apa foto itu?"

Alexandra mengerutkan dahinya. "Jika aku tidak salah ingat, itu saat terakhir kali kami makan malam di Menara Space Needle."

"Bukankah tempat itu tak jauh dari TKP?"

"Ya, hanya beberapa meter saja," kata Alexandra. "Aku menggunakan gaun hitam selutut sedangkan Louis menggunakan kemeja berwarna biru dongker dan dasi bergaris putih. Mungkin aku menjatuhkannya di suatu tempat, aku berusaha mengingatnya. Namun satu-satunya yang kuingat adalah saat aku menempel foto itu di sana. Ingatanku mungkin memburuk."

Noel lalu tersenyum dan mengusap puncak kepala Alexandra pelan. "Jangan terlalu memaksakan diri." yang membuat Alexandra ikut mengulum senyum. "Sebaiknya kau beristirahat sekarang karena aku harus kembali ke kantor polisi."

"Mengapa terburu-buru? Kau bisa tinggal lebih lama di sini."

Namun Noel kembali mengukir senyum di wajahnya. "Ada sesuatu yang janggal dan aku harus memeriksanya. Beristirahatlah, okay?"

"Baiklah. Kabari aku jika kau menemukan sesuatu, Noel." []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top