#3
.
.
.
***
Setelah sekian lama, aku akhirnya menerima fakta mengenai diriku yang terlempar ke dimensi lain. Aku masih tidak mengetahui bagaimana diriku bisa berada disini. Yang hanya bisa kulakukan adalah bertahan hidup.
Benar, bertahan hidup agar tidak stress dan mengamuk karena diriku yang telah bersusah payah untuk lolos dari genggaman lembaga pendidikan malah kembali menjadi seorang gadis remaja.
"Tutorial resign dari kehidupan." aku menghela napas sambil membaringkan kepala di atas meja. Benar, saat ini aku sedang berada di sekolah. "Aku lelah. Maunya jadi anime," sambungku pelan. Kangen sama Pak Moriarty. Dari sekian banyak dosen yang mengajar, beliau adalah favorite ku. Selain muda, beliau juga tampan. Masih sendiri pula.
Pukk!!
"Belajar yang benar," ucap seseorang dengan tenang. Aku mengaduh kecil. Memberikan tatapan sinis sebelum kembali membaringkan kepala dengan nyaman.
"Ucap seseorang yang beberapa waktu lalu meminta tolong penjelasan tentang mate—sndiskkssk," belum selesai aku mengucapkan kalimat, sebuah makanan dengan paksaan memasuki mulutku.
Orang ini adalah orang yang pertama kali menyambutku ketika di dunia ini. Namanya adalah Sano Shinichiro. Seorang pemuda jangkung berparas tampan dengan kepribadian jamet.
Pun, satu hal yang kusadari selain waktu yang berubah. Tempat ini bukanlah Jepang. Melainkan Indonesia. Benar, seperti AU yang biasa kubaca di aplikasi burung putih dengan latar biru.
"Kau masih ingat jalan pulang, kan?" tanya pemuda tersebut setelah menyeruput susu kotak. Aku menaikkan salah satu alis. Pemuda jamet ini meremehkanku. Meski pernah tersesat satu kali, aku tidak akan mengulangi untuk yang kedua kalinya.
"Ingin meledekku?" sungutku padanya.
Shinichiro sedikit tersedak. Pemuda tamoam tersebut dengan cepat menggeleng. Dirinya tahu bahwa kalimat tersebut akan terlontar, tetapi tidak ketika dirinya sedang minum. "Bukan begitu," ucapnya sedikit meringis.
Aku sedikit menaikkan alis. Mempersilakan pemuda tersebut untuk melanjutkan kalimat. Shinichiro menarik napas dalam, "Aku harus menjaga adikku hari ini. Kakek akan keluar kota untuk beberapa hari," lanjutnya dengan pelan.
"Kau punya adik?"
Pemuda tersebut mengangguk mengiyakan. Sebuah fakta yang menarik. Seorang jamet seperti Shinichiro memiliki saudara lebih muda. Tidak, bukan aku meremehkan. Hanya merasa takjub.
Ah, tidak juga sih. Melihat bagaimana orang ini mengurusku selama berada di dunia ini memang terlihat seperti seorang kakak. Pun ketika diriku berbohong mengenai hilang ingatan, dia adalah orang pertama yang panik.
"Yasudah," balasku sebelum mengambil salah satu makanan yang ia bawa. "Jangan lupa besok traktir bakso, ya."
Selain karena beberapa faktor, aku juga bisa menerima bahwa diriku terlempar ke dunia lain untuk makanan.
.
.
.
Bel sudah lama berkumandang. Murid terlihat berhamburan menuju gerbang. Terlihat begitu bersemangat sebab jam pulang sudah berbunyi memanggil.
Tak terkecuali dengan diriku. Aku juga bergegas untuk pulang. Berada di lingkungan sekolah seharian penuh sedikit membuatku jenuh.
Tidak. Banyak jenuh.
Cpk, pngn jd anme sj.
Dalam perjalanan pulang, tak lupa diriku membeli telur gulung dan cilok. Makanan sejuta umat yang tidak boleh dilewatkan.
Aku mengambil langkah dengan santai. Menikmati semilir angin dengan perasaan bahagia. Tak tinggal diam, tanganku ikut menusuk makanan dari plastik kecil dan memasukannya kedalam mulut.
Hidup benar-benar menyenangkan tetapi terkadang bercandanya kelewatan.
Ketika hendak memasukkan makanan, seorang bocah tanpa sengaja menabrak kakiku. Mengakibatkan cilok terakhirku terjatuh tergeletak tak terselamatkan.
Aku terdiam, bocah tadi juga terdiam. Ketika aku bersiap untuk melontarkan kata-kata, dia terlebih dahulu mengucapkan kalimat.
"Nikah, yuk!"
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top