Episode Kedua
Toji Fushiguro melihatnya. Paras ayu yang menyaingi kecantikan sang dewi malam, surai (h/c) seakan berdansa bersama dingin pawana. Tak lupa dengan bola mata berkilauan menatap gemerlap lampu pada gedung-gedung perobek langit, ketika bertemu dengan milik Toji, seperti hilang semua rasa hampa pada sukma. Tatapan yang begitu teduh mambuat candu, mirip seperti istrinya.
Sungguh, wanita di balkon itu bukanlah sang terkasih, melainkan seorang hawa yang entah siapa. Toji tak mengenalnya, namun melihatnya untuk yang pertama kali seakan membawanya pada déjà vu, mempesonanya.
Lama mereka tenggelam dalam senyap, hanya saling memandang. Sadar akan atensi sang Tuan, gadis itu membuka suara, "Ah, selamat malam.". Dress biru muda yang dikenakannya tampak berkibar, menatap lamat.
Toji semakin kehabisan cakap. Ya Tuhan, bahkan merdu tuturnya sama dengan milik istrinya. Seperti melihat kekasihnya namun dalam wujud yang berbeda. Menelan saliva kasar, Toji berusaha meyakinkan diri bahwa hawa didepannya itu bukanlah kesayangannya.
"Anu, Tuan. Maaf mengganggumu malam-malam begini, tapi sepertinya saya tersesat. Ah, sebelumnya perkenalkan namaku (Full Name)."
Masih berteman senyap, Toji memutuskan balik kanan. Pikirnya akan semakin kacau jika terus bersamanya. Terlalu lambat untuk memproses siapa dan bagaimana gadis yang mirip istrinya itu bisa berada balkon.
"Hei, Tuan tunggu!" (Name) mengejar. Melewati kamar tidur, menuju dapur lalu ruang tengah, sampai di pintu keluar. Pria itu benar-benar tak menggubrisnya. Meraih jaket tebal, Toji Fushiguro melangkah keluar. Setia (Name) mengekor dibelakangnya.
Sama seperti malam-malam sebelumnya, kali ini pun akan dihabiskan dengan beberapa botol alkohol, walaupun tak akan memberikan efek sedikitpun pada Toji. Suara tapak kaki yang menginjak dedaunan kering mengisi sunyi. Lampu jalanan redup menjadi penerang kisi-kisi pematang.
"Tuan hendak kemana malam-malam begini?" (Name) memecah hening, namun tak mendapat sedikitpun respon dari sang lawan bicara. "Omong-omong saya belum tau nama Tuan." Puan menjajarkan langkahnya dengan langkah lebar Toji, "Anda enggan berkenalan dengan saya?".
Toji mendingus, muak. Semakin gadis itu berbicara, semakin mengingatkannya pada mendiang sang istri. Berisik sekali, pikirnya.
"Tidak masalah kalau—"
"Tidak bisakah kau diam?" pinta si lelaki penuh penekanan.
(Name) terkelu sesaat, namun tak membuat lengkungan curvanya memudar. "Baiklah."
Setelahnya hanya diisi suara langkah kaki yang menggantung di sela-sela gang sempit.
***
Dentuman musik mengoyak gendang telinga. Lampu sorot warna-warni menghias seisi ruang. Seruan gembira disorakkan, berseru pada DJ yang sibuk pada tombol-tombol mesin persegi itu. Lantai dansa dipenuhi puluhan manusia, saling melenggok bersama irama. Botol-botol yang tertata rapi pada rak tinggi berkilauan dibawah temaram lampu emas. Dituangkan pada gelas yang tak kalah cantik pula.
Toji Fushiguro meletakkan gelas ke-limanya malam ini. Kepala yang terus merasa seakan ditusuk menjadi teman setia di setiap teguk. Setidaknya rasa panas yang mengalir pada tenggorokan mengurangi sedikit rasa rindu pada wanitanya.
"Anda minum sebanyak itu tapi sama sekali tidak mabuk. Harus saya akui Anda hebat juga." Kekehan gadis yang sama sejak satu jam lalu, asik menopang dagu. "Sampai botol ke berapa Tuan akan bertahan?"
Toji mendengu, entah apa yang ada di pikiran sang puan hingga mengikutinya sampai ke bar, tempat yang sangat tidak cocok dengan penampilan lugunya. "Pergilah."
"Sudah kubilang saya tersesat, ditambah gadis malang ini tak punya tempat untuk tinggal. Oh, bagaimana jika aku tinggal bersama Anda?"
Wanita gila!
Tawa renyah berpadu dengan musik yang semakin liar. Atensinya adalah yang paling cantik. Kulit putihnya tampak berkilau dibawah temaram lampu. Hanya butuh satu detik, pemilik marga Fushiguro itu terpesona "Aku hanya bercanda, maaf, maaf."
"Aku tidak tau apa yang sedang menimpamu, Tuan. Namun kupikir cukup rumit hingga membuat orang sepertimu kacau."
"Tidak usah berlagak seolah kau mengerti." Sinis Toji.
Puan mengangkat gelasnya, "Kalau begitu, boleh saya menebak? Anda kehilangan seseorang yang anda cintai."
Tidak ada bantahan. Curva merah muda tertarik, membentuk lengkung manis. "Saya anggap itu adalah sebuah iya. Semua orang tau, saya dan Anda tau, takdir adalah sesuatu yang kejam. Ia membuat sebuah pertemuan dengan mudahnya, lantas memisahkan keduanya tak kalah mudah. Tidak peduli seberapa pentingnya seseorang itu bagi kita. Namun apa boleh dikata, semuanya berjalan sesuai hukum alam, people come and go."
Toji menoleh, sedikit mulai tertarik dengan jalan percakapan.
"Saya tidak tau siapa, namun sepertinya ia sangat berharga bagi Anda?"
"Dia istriku."
"Begitu ya, aku yakin dia wanita yang beruntung karena dicintai oleh Anda."
Salah, Fushiguro Toji lah yang beruntung.
"Aku bisa merasakan betapa Anda mencintainya, betapa Anda tak rela kehilangannya. Namun apakah dengan Tuan hidup seperti ini akan membuat mendiang istri Anda bahagia? Tidakkah ia menginginkan Tuan hidup dengan baik sebelum bertemu dikehidupan selanjutnya nanti? Mewujudkan mimpinya yang belum terwujud?"
Tuan termakan senyap, kalimat istrinya sebelum pergi seakan terputar kembali dalam memori. "Tetaplah hidup, jadilah seorang ayah. Mungkin bukan aku yang akan memerankan tokoh seorang ibu bagi anakmu, namun aku mohon wujudkan mimpi kita berdua, sayang."
Sangat jelas suara parau itu, belum sempurna hilang. Sang pria semakan tertunduk, lama tenggelam dalam sedih, ia melupakan janjinya. Rasa bersalah menggerayangi, menyusul mendiang istrinya sekarang pun dia tak ada muka.
"Nampaknya kalimatku barusan sedikit kurang sopan untuk seseorang yang baru saja bertemu, maafkan. Ah, sepertinya aku harus pergi sekarang." (Name) bangkit, beranjak angkat kaki jikalau Toji tidak menahannya.
"Kau...kau bilang tidak punya tempat tinggal?"
"Tapi aku punya tempat kembali. Kita akan bertemu kembali, sampai jumpa."
Toji masih dalam diamnya, mengamati punggung (Full Name) yang mulai hilang dibalik ramai.
"Bertemu lagi?"
To be continued,
863 words
28 September 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top