Boys Don't Cry: Chapter 2
Oh Zedd akan baik-baik saja. Tenang saja.
Aku masuk ke dalam taksi dan menyebutkan nama jalan.
Dia nggak akan bunuh diri, palingan juga bunuh botty dengan kekuatan kontolnya yang oh so mengerikan itu. Seperti dua tahun lalu sewaktu Kak Ray minta mereka break, entah berapa banyak botty yang melarikan diri setelah hampir mati dientot sama Edd. Untung ya di Indonesia jadi homo itu dikutuk sama FPI, jadi botty-botty itu nggak berani menuntut. Coba nuntut, Edd pasti udah masuk bui. Ya ampun kasian Edd kalo ketahuan homo di bui. Pasti kalo malem dia diseret ke tempat mandi lalu di gang bang sama narapidana lain, scrotumnya dipisahin dari testikel pake ball lock dan dikunci sampe pagi—Gitu kata Liam waktu kami habis ngent—make love dan kami diskusi tentang tingkah Edd yang aneh-aneh.
Jangan kasih tahu Zedd kalau kami sering doain dia yang lucu-lucu. Itu lucu, you know. Of course aku nggak akan doain kembaran jelek aku yang jahat-jahat. Kecuali waktu aku kesel Purrine lebih akrab sama dia akhir-akhir ini, huh, aku mau Edd mati kena scabies bareng Purrine. No! Aku nggak doa seperti itu. Itu cuma karena aku sedang kesal saja. Aku sayang Edd (tahan muntah) dan aku serius berdoa semoga dia nggak menghancurkan pantat botty sembarangan.
Ya Tuhan, semoga Edd menemukan botty yang sepadan dengan kekuatan ngentotnya yang mengerikan atau semoga Edd menemukan botty baru yang mampu meluluhkan hatinya seperti Kak Ray. Hanya itu caranya supaya pantat botty itu nggak hancur. Kadang aku bersyukur jadi kembaran Edd, it means pantat unyu aku nggak akan diserang sama dia. Hiy. Tuh aku langsung merinding. Pantat aku cuma buat Liam sayangnya aku seorang.
Oh lupain Zedd. Aku yakin Kak Ray akan menyesali keputusannya. Maksud aku, dia akan kembali tolol lagi gitu dengan kembali ke pelukan Edd. Kak Ray pernah bilang kok ke aku kalau dia sayang sekali sama bar-bar itu. Like bikin aku putar bola mata sampai bisa ngelihat otak cemerlang aku. Apa sih yang Kak Ray lihat dari Edd, hm? Kecuali dia ganteng mirip sama aku? Memangnya Kak Ray nggak jijik apa ngeliat tahi lalat Zedd bergerak-gerak tiap ekspresinya kedut-kedut mau orgasme? Eyuh. Tahi lalat di muka Edd itu makin hari makin besar saja. Aku udah bilang supaya dia ambil itu tahi lalat, like this: "Edd, kamu beauty surgery aja itu tahi lalat nanti kalo dia makin gede dan semuka-muka kamu penuh tahi gimana? Aku nggak mau ya punya kembaran kaya gitu!" Bukannya bilang terimakasih, Edd malah tendang pantat aku yang masih nyeri habis dientot Liam sayangnya aku all night long malam sebelumnya.
"Mba ini alamat tujuannya mana?" Aku terperanjat, suara sopir taksi mengagetkan aku.
Ih kurang ajar ya!
Sebenarnya aku mau protes, tapi aku kibasin rambut aku aja. "Ke klinik Dokter Sayekti aja langsung."
Aku mendengus cantik seperti Selena Gomez yang sedang bosan. Bedanya, aku bukan sedang bosan, aku sedang cemas like for real, makanya aku juga nggak terlalu ambil pusing dengan panggilan sopir taksi yang nyebelin. Kata Ella, aku harus hati-hati kalau naik taksi, jangan terlalu manja (nggak tau juga maksudnya manja apa kalo ke supir taksi, hm?), nanti aku diberhentiin di jalan dan diperkosa lalu dibunuh. Ya ampun enak aja ya mau bunuh aku!
Sia-sia dong aku menempuh gelar sarjana kimia yang berkonsentrasi di bidang cosmetic science kalau aku mati sebelum diterima kerja di Lancome atau Channel sebagai Analytical chemist. Profesi impian aku sebenarnya cosmetic science researcher, supaya aku punya kesempatan menciptakan serum anti komedo. Serum anti komedo yang akan aku persembahkan buat hidung bangkok Daddy. Kasian Daddy, seumur hidup, hidungnya dijadikan tempat bersarang komedo. Komedo itu seperti benalu! Jorok dan bau, harus dimusnahkan.
Bayangkan berapa banyak hidung yang aku selamatkan kalau sampai anti serum itu aku temukan. Mungkin aku akan dapat hadiah noble. Diwawancarai Elle dan Rouge. Naik ke atas podium untuk menerima penghargaan dan aku bisa wave seperti Kate Middleton, berbagi kepada dunia motivasi aku menyelamatkan umat manusia dari invasi komedo yang menjijikkan. Awesome. Seperti aku aja gimana.
Saat ini, aku memang baru mulai bekerja sebagai analytical science di perusahan Indonesia under lisensi beauty chemist lab Amerika, tapi aku percaya, aku akan jadi homo indonesia pertama yang bekerja sebagai science researcher kosmetik di perusahaan bertaraf internasional. Mungkin di Milan atau di New York? Stockholm juga boleh. Mommy said adek pasti bisa, adek pintar dan pantang menyerah. Iya aku pantang menyerah. Tanya aja Liam, aku selalu pantang menyerah dalam mewujudkan fantasi seksnya. Di dapur, di atas meja, di bawah meja, di tepi pantai, di balik kemudi, di bagasi, di jok belakang, di toilet RSUD, di toilet SPBU, di perpustakaan bahkan di rak pembersih lantai tersembunyi di mini market tempat aku bekerja part time di Singapura dulu. Berbagai gaya juga aku mampu. Basset hound, bent spoons, bodyguard, bodyguard –elevated, cowboy, cowboy sideways, danseur, deep impact, kayang, berguling, menggelinding, bahkan merayap.
Aku melirik iphone aku.
BBM terakhir Liam aku baca beberapa menit yang lalu, dia meninggalkan Purrine di tempat Dokter Sayekti karena ada shift malam di tempat kerjanya.
Karir Liam lumayan bagus di tempatnya bekerja, karena itu juga dia ogah-ogahan mengelola bengkel Daddy-nya. Daddy Liam di sini baca aja Babe. Bukan beb ya, tapi ba-be. Liam kan anak betawi, kaya si doel anak sekolahan itu—ikon anak betawi moderen. Sama seperti si doel, Liam maunya mandiri. Dia mau merintis usaha ATM Cash Replenishment-nya sendiri katanya, karena itu dia bekerja giat sekarang. Bikin aku kadang bete. Petugas pengisi ATM kan nggak tentu jadwalnya, mereka sengaja membuat jadwal pengisian uang se-random mungkin untuk menghindari perampokan. Kalau managernya di kantor tiba-tiba paging, di tengah ngentot pun Liam harus buru-buru pergi. Kadang Liam tambahin kecepatan strokingnya ke pantat aku supaya buru-buru muncrat—bikin aku meringis perih, kadang juga dia kentang—bikin prostat aku menjerit minta dipuaskan. Kan aku kasihan. Sama Liam. Bukan sama prostat aku. Kalau dia jadi impoten gimana?
Semoga Liam segera jadi manager deh seperti janji boss-nya waktu itu, supaya dia bisa menghajar pantat aku tanpa gangguan lagi seperti dulu. Oh aku jadi kangen sama hari-hari bebas kami di Singapura, juga apartemen sederhana aku di dekat department of chemistry NUS. Apartemen yang satu blok berisi gay semua, jadi kami bebas moaning selama ngentot. Tetangga apartemen aku yang orang Cina bernama Ming itu cuma keluar tiga hari sekali buat kuliah karena dia sudah hampir lulus, selebihnya diikat di ranjang oleh pacarnya yang sadis—orang India.
Liam nggak kuliah di National University of Singapore seperti aku dan Jerome tentu saja, dia ambil diploma teknologi otomotif di The Otomotif College di selangor, Malaysia. Kami bertemu setiap weekend. Malaysia dan Singapura kan dekat, kami saling berkunjung satu sama lain. Kadang lebih nyaman travelling naik bis, kadang juga naik kereta. Lebih sering Liam yang datang ke tempat aku, selain lebih bebas, dia juga masih suka cemburu sama Jerome.
Oh Liam so konyol. Aku mana mungkin selingkuh, sorry ya. Aku kan botty bermartabat, selingkuh adalah hal paling EW dalam sejarah percintaan aku. Meskipun... terus terang, Jerome masih menyimpan janji cintanya lima tahun yang lalu ke aku di toilet sekolah. Bagaimana aku tahu? Yah aku tahu saja.
Oh no. Thinking about Jerome is forbidden. Bahaya.
Taksi akhirnya berhenti di depan klinik Dokter Sayekti. Aku bergegas merapikan barang-barang bawaan aku. "Udah sampe, Mbak. Delapan puluh tujuh ribu lima ratus.." kata si sopir taksi. Aku mendengus anggun. Aku keluarkan selembar uang seratus ribuan dari purse di dalam Tadao PM men's bag Louis Vitton aku dan aku ulurkan ke bahu kiri sopir taksi itu. Seudah tampak sibuk mencari uang kembalian, sopir taksi itu menoleh dan menyerahkan beberapa lembar rupiah. "Masyah Allah!" serunya saat melihat aku duduk manis mengulurkan tangan aku menyambut kembaliannya.
Aku memutar bola mata aku like tujuh belas kali atau lebih, sampai pusing. "Makanya, bapak lain kali pakek kaca mata deh!" nasihat aku kesal.
"Mmm... Maaf mbak. Eh maaf mas. Soalnya anu... Suara mas merdu seperti suaranya Adelle..." cengirnya memuakkan.
Aku tersipu, tapi demi harga diri aku yang sudah terluka, aku membuka pintu dengan marah sambil melengos. "Dasar gombal!"
Klinik Dokter Sayekti sudah lima kali lipat lebih besar dari lima tahun yang lalu. Bu dokter sudah memiliki tiga orang asisten dokter hewan yang lebih muda, tapi khusus Purrine, beliau tangani sendiri. Purrine spesial soalnya. Salah satu pasien pertama klinik ini.
Begitu mengayun pintu depan, selalu ada banyak sekali pernik-pernik lucu yang mengalihkan perhatian aku. Tuh lihat. Cat bow tie itu. Aku melompat riang ke sederet cat and dogs clothes and costumes. Ah. Aku mau beli ini. Pet halloween butterfly wings costume berwarna pink ini pasti lucu sekali bertengger di punggung Purrine. Oh dia pastinya sebel aku paksa dia pakai beginian. Huh. Biarin. Yang penting nanti bisa aku foto dan aku peluk-peluk.
Ini juga. Pet mermaid cat costume. Aw. Purrine akan benci aku dan dia akan makin deket sama Edd karena Edd nggak pernah paksa Purrine melakukan apa yang disukainya. Dasar bad cat! Dia mana tahu tangan mana yang kasih dia makanan mahal! Tahunya cuma siapa yang mengijinkan dia malas-malasan seharian. Orang itu tentu saja Edd. Dan Liam. Meh!
Aku mengambil sebuah keranjang dan mengisinya dengan macam-macam bow tie dan kostum. Sambil berjalan ke arah klinik, aku sudah kaget dengan isi keranjang belanjaan aku. Aku mengambil begitu saja semuanya tanpa aku sadari: pet electronic string teaser, pet turbo cat scratcher, squirrel catnip cat toy, dan oh! Oh my baby bala-bala. Look. LASER CAT TOY!
Aku menahan diri aku untuk nggak menjerit. Ugh! Aku selalu dimarahin Edd kalau aku menggunakan laser cat toy. Dia bilang, "Ant! Stop it! Lo bikin Purrine kelelahan!" gitu, sambil dia gendong Purrine keluar dari kamar aku. Habis i can't help it! Kalau lampu diredupkan dan aku mainkan laser ini ke tembok, Purrine akan mengejar sinar itu seperti kucing tolol. Terakhir kali aku menggunakannya, Edd marah dan membuangnya keluar dari jendela.
Karena sekarang Edd sudah nggak tinggal di rumah, aku akan beli sinar laser ini lagi buat godain Purrine. Hihi... Huh! Lagian sejak kapan sih Edd jadi anggota aliansi pecinta kucing yang peduli dengan perasaan mereka yang dipermainkan itu? Dasar cari muka sama kucing!
Oke stop. Aku harus tahan keinginan belanja aku. Tujuan aku kesini kan buat melihat keadaan Purrine, bukan buat kalap belanja. Aku mengibas malaikat pembisik jahat yang terus membujuk supaya aku ambil juga Super roller circuit cat toy di pojok ruangan itu. No. Aku masih harus beli Definicils Mascara by Lancome yang udah aku incar dari lama karena stok habis itu. Minggu ini mereka ada restok. Aku nggak boleh sampai kehabisan uang jika saat itu tiba. Itu mascara terbaik yang pernah diciptakan peradaban manusia, you know. Mascara yang mendefinisi bulu mata secara natural tapi noticeable. Cocok deh buat di pake di negeri kampungan ini.
Waktu aku di Singapura, nggak ada yang peduli meski blush on aku ketebelan, lip gloss aku keluar warnanya, atau bulu mata aku lebih lentik dari pada bulu mata Miss. Ong—dosen yang ngajar perfumery and cosmetic science. Miss. Ong bahkan suka sekali-sekali memakai bulu mata palsu berwarna merah atau biru atau mengenakan kacamata berbingkai mata kucing buat mengajar. Some people believed she was kinda lunatic, yet she was awesome. Cewe nyentrik biasanya asik.
Di kantor aku di Indonesia lain lagi. Ketahuan pakai BB cream saja, tante-tante di sebelah aku nanya dengan hidung mengernyit menyebalkan. "Kamu kok pake fondation sih dek? Udah kaya boyband Korea aja!" katanya. Boyband Korea dalam arti kata yang buruk tentu saja. Aku hanya senyum maklum ke tante itu. Aku pikir dia merasa aneh karena dia ibu-ibu kurang gaul yang bedain fondation sama BB cream aja nggak ngerti. Lunch break hari berikutnya ada anak HRD berjalan melewati ruangan aku saat aku asik meniup kuku yang barusan aku oles top and base coat sehabis aku cuci tangan, eh jam pulangnya udah terdengar gosip aku pakai kuteks warna New York Red! So fitnah! Nggak cukup sampai di situ, besoknya, aku udah dikatain banci sama tukang parkir. George yang semula baik berubah menjadi homophobic. Ella benar. Dunia kerja memang syarat akan aura saling bunuh. Eyuh. Aku sih kipas-kipas cantik aja bareng Katy Perry.
"Kak... Aku pake kartu kredit aku, yah?" Aku tersenyum ke Kak Adelia, lead cashier sekaligus manager-nya Von-Von Magical Rainbow Petshop and Vet milik Bu Dokter. Ya ampun namanya so homo banget, ya?
Kak Adelia mengangguk saja. Aku jadi merasa aneh. Biasanya Kak Adelia suka heboh kalau aku datang, apalagi kalo bareng Liam. Kali ini, Kak Adelia manyun sambil ketik-ketik dan scan barcode belanjaan aku aja. "Kak Adel lagi PMS?" tanya aku hati-hati. Cewe PMS kan serem kaya Ella dan Tiara itu. Mood-nya bisa berubah dalam sepersekian detik, persis kaya cuaca di London. Sebentar ketawa melihat penderitaan orang, sebentar nelangsa seperti orang paling merana di dunia. Eyuh deh. Untung aku cuma cantik, tapi nggak datang bulan.
Ya udah kalau Kak Adelia nggak mau ngomong, aku juga diam aja sambil menunggu belanjaan aku selesai dihitung. Aku ketuk-ketuk meja sambil mainin pulpen punya Kak Adel. Seudah kartu kredit aku digesek dan aku bubuhin tanda tangan ke transaction sheet-nya, aku bilang ke Kak Adel, "Titip dulu, yah? Nanti aku ambil sambil jemput Purrine..."
Eh Kak Adel mewek. Terus nangis.
Ih dasar cewek. Udah jelas PMS pake nggak mau ngaku! Kalo PMS ngaku aja kenapa, kayak dituduh teroris aja pake harus dipaksa. Aku tinggalin Kak Adel aja yang nangis di pelukan Kak Keke. Aku serahin tanggung jawab gunung meletus ke sesama kaum hawa. Keturunan Nabi Adam melenggok so sophisticated aja ke ruangan sebelah.
Begitu aku buka pintu klinik, aroma obat bercampur dengan wangi shampo menyerbu hidung aku. Ruangan ini memang tempat Bu Dokter periksa pasien. Entah sudah berapa kali aku berkunjung ke sini. Dalam keadaan sakit seperti apapun, Bu dokter selalu bisa menyembuhkan Purrine dan membuatnya ceria seperti sedia kala. Jadi, saat dinding klinik yang dipenuni poster kucing dan anjing serta sebuah rak panjang berisi buku dan obat-obatan menyambut kehadiran aku, aku nggak bisa menahan perasaan lega menyesaki dada aku. Purrine akan baik-baik saja. Ada Dokter Sayekti. Mungkin Purrine kesedak bukan karena tulang, melainkan tekanan darah tinggi. Purrine kan udah tua. Dia seharusnya udah nggak boleh mengkonsumsi soto babat kambing kaya Grandpop aja gimana. Bisa-bisa dia kena stroke terus lumpuh.
Aku menengokkan kepala aku ke kanan, kemudian ke kiri. Hm. Sepi. Sambil menjinjing Tadao bag hadiah anniversary ke lima dari Liam, aku berjalan pelan masuk ke bagian lebih dalam klinik Bu Dokter. Aku memeriksa satu demi satu pasien rawat inap di dalam kandang. Aneh. Kenapa nggak ada Purrine di sana? Oh apakah mungkin Purrine sudah di bawa pulang Mommy? Aku merogoh ke dalam tas aku untuk mencari iphone aku.
"Ian?" Seseorang memanggil. Aku menggerakkan kepala mengikuti arah datangnya panggilan itu sebelum berhasil menemukan iphone di dalam tas. Mata aku membelalak cantik ala-ala Miss Universe diberi kejutan dalam acara talk show. Dengan dramatis, aku menjatuhkan tas di tangan aku. Tangan aku menutup mulut karena aku masih setengah nggak percaya dengan apa yang aku lihat.
AN:
Ini belum edit, ya?
Dan ini setengahnya part 2 Variant.
Next part saya kasih sedikit teaser lagi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top