9. Luluh Lantak

Juniandra Wardhana (Juni) : Wanita cantik yang mandiri nan sukses yang mempunyai banyak cara untuk menghabiskan isi dompetnya. Prinsipnya, selagi masih punya uang kenapa tidak dinikmati.

Biantoro Atmojo (Bian) : Bos Juni yang baru saja menyandang status duda akibat ditinggal mati istrinya yang selingkuh. Pria matang kalem yang hidup lurus dan setia.

Bhumi Prasojo (Bhumi) : Kekasih Juni namun mempunyai sifat bertolak belakang dengan Juni. Pria mapan nan tampan namun terlalu menyayangi isi dompetnya.

Apa jadinya jika 3 karakter ini ada dalam satu kisah?

Juni Dan Isi Dompetmu jawabannya!
Open PO  guys 5-20 Agustus 2020

###

"Mereka menikmatinya." Dirga berucap dingin saat akhirnya ia bisa menyeret Melly kembali ke meja kerjanya.

"Pak Dirga sudah tuli. Mbak Tari menangis minta ampun kayak tadi dibilang menikmati." Melly meradang. Sedari awal Melly merasa aneh dengan sikap atasannya itu. Kenapa pria itu menyuruh Tari ke kamarnya? Namun, ia bisa apa. Ia hanya bisa menduga saja tanpa melakukan apa-apa dan dugaannya ternyata benar.

Ia naik ke lantai di mana kamar Surya berada bukan secara kebetulan. Ponsel Tari yang berada di dalam tas wanita itu terus menerus berdering hingga mau tak mau membuat Melly melihat siapa identitas pemanggil. Dan benar saja, suami Tari-lah yang melakukan panggilan itu. Akhirnya Melly terpaksa menaiki lantai tiga agar bisa memberikan ponsel Tari pada sang pemilik. Ia tak punya cukup keberanian untuk menerima panggilan itu.

Dan apa yang ia dapat ternyata di luar dugaan, ia mendapati pintu kamar atasannya itu setengah terbuka menampakkan kegiatan yang begitu mengerikan. Surya bergerak liar di atas tubuh polos Tari yang menangis merintih memohon ampunan yang justru mendapatkan respons erangan dan juga racauan betapa pria itu benar-benar menikmati kegiatannya.

"Apapun itu, bukan urusan kita," balas Dirga.

"Pelecehan ada di depan mata. Pak Surya sudah memperkosa karyawan. Jangan hanya karena Pak Dirga asistennya akhirnya membiarkan hal itu. Jika Mbak Tari sampai melaporkan hal ini kepada pihak berwajib maka habislah kalian semua."

"Kerjakan apa yang menjadi pekerjaan kamu. Dan tutup mulut kamu itu. Jika ada orang lain yang tahu masalah ini, hanya kamu yang menjadi sumbernya. Maka bersiap saja mendapatkan kemungkinan terburuk. Kamu akan didepak dari tempat ini," ucap Dirga dingin.

Melly menggigil seketika. Ia seketika tersadar, benar apa yang dikatakan Dirga. Bisa saja ia akan disingkirkan dari tempat ini. Jika sudah seperti itu, lalu akan bagaimana nasibnya nanti. Bagaimana ia menghidupi ibu dan adik-adiknya jika ia tidak mempunyai pekerjaan?

"Saya tadi berniat memberikan ponsel mbak Tari yang terus-menerus berdering. Makanya saya naik ke atas." Melly memberikan alasannya.

"Kita di sini hanya bekerja. Jadi jangan mengurusi masalah pribadi atasan kita," tutup Dirga sebelum meninggalkan Melly seorang diri di Mejanya.

Dengan perasaan tak menentu, Melly akhirnya melanjutkan pekerjaannya. Diliriknya jam di atas meja kerjanya. Sudah satu jam berlalu sejak kepergian Tari ke ruangan atasannya. Bagaimana keadaan wanita itu saat ini? Apa dia baik-baik saja? Ia hanya berharap Mentari akan baik-baik saja di dalam sana. Karena ia pun tak bisa berbuat apa-apa.

***
Tubuhnya terasa luluh lantak. Bahkan untuk digerakkan saja rasanya begitu nyeri hampir di seluruh bagian. Surya benar-benar menghabisinya. Pria itu tak sekalipun membiarkan dirinya bahkan hanya untuk merasakan kesakitannya. Pria itu terus memasukinya tanpa kenal lelah seakan tak ada lagi hari esok.

Tari bangkit dari ranjang besar itu perlahan. Menahan nyeri yang lagi-lagi terasa saat ia menggerakkan tubuhnya meskipun pelan. Dipungutnya satu persatu baju-bajunya yang tercecer berhamburan. Air matanya nyaris mengalir namun segera ia hapus kasar. Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk menangisi keadaan. Ia harus pergi dari tempat ini sebelum Surya menyadarinya.

Pria itu sedang membersihkan diri di kamar mandi dan inilah kesempatan yang tepat untuknya bisa pergi dari tempat terkutuk ini. Maka setelah memakai pakaiannya kembali dan melihat dirinya di cermin ia pun segera meninggalkan kamar Surya. Mengabaikan blusnya yang sobek, toh masih ada blazer yang menutupinya. Rambutnya yang kusut hanya ia sisir menggunakan jari.

Langkah kaki yang ia inginkan bergerak cepat tak bisa ia lakukan. Tubuhnya selain merasakan nyeri namun juga lemas. Entah apakah karena ia belum makan siang karena saat ini jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat ia melirik jam di nakas kamar Surya tadi ataukah karena efek kelelahan akibat ulah Surya.

Begitu mencapai lantai dua ia segera menghampiri meja kerja Melly. Wanita itu tampak sibuk dengan layar komputer di hadapannya.

"Mell," suara pelan Tari mengalihkan perhatian Melly. Wanita itu terlihat memindai penampilan Tari yang kacau dari atas ke bawah.

"Emm... Mbak, tadi ada banyak panggilan tak terjawab di ponsel Mbak Tari. Aku nggak berani angkat." Melly menjelaskan tanpa diminta.

Wajah Tari seketika memucat. Ya Tuhan. Pasti suaminya telah menunggunya sedari tadi. Ia sudah menghilang sekitar empat jam tanpa memberi kabar.

"Makasih ya, Mell." Tari masih sempat memberikan senyumannya pada sekretaris Surya itu. Ia pun bergerak cepat mengaduk isi tasnya dan meraih ponsel yang ia cari. Benar saja, puluhan panggilan tak terjawab dari suaminya. Tangannya bergerak melakukan panggilan lalu menempelkan di telinganya.

Beberapa kali panggilan tak mendapatkan jawaban namun setelah panggilan ke empat terdengar suara seorang pria di seberang sana.

"Halo, selamat siang."

Mentari mengerutkan alisnya heran. Dilihatnya layar ponsel di tangannya. Benar. Yang ia hubungi saat ini adalah ponsel suaminya. Namun, kenapa bukan suaminya yang menerima?

"Selamat siang," jawab Tari dengan perasaan tak nyaman. "Anda siapa? Kenapa ponsel suami saya ada pada anda. Ke mana suami saya?"

"Maaf. Ini dengan Ibu Mentari. Istri dari bapak Andra Wirawan?" Suara di seberang sana terdengar yang diiyakan oleh Tari.

"Mohon maaf, Ibu Mentari. Kami dari pihak kepolisian. Saat ini bapak Andra, suami ibu mengalami kecelakaan dan sedang mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit ...," Kalimat berikutnya tak mampu lagi Tari dengar. Tubuhnya luruh terduduk ke lantai di depan meja kerja Melly.

Cobaan apa lagi ini? Kenapa di saat dirinya begitu hancur dan butuh sandaran kenapa kini belahan jiwanya juga mengalami hal yang sama.

###
Jangan ngamuk, jangan ngamuk wkwkkwkwkw.....😆😆
06082020

Lampiasin ke Karya karsa aja deh kalau mau ngamuk. Wkwkwkwkk....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top