[New Team Old Avengers] - 1. Tony Stark (3)
"Peter Parker tidak masuk lagi?"
Steve Rogers, pemuda berusia 33 tahun--seorang guru olah raga, single. Keluarganya hanyalah Peggy Carter yang bahkan tidak mengetahui jika dirinya ada. Namanya diambil dari nama kakeknya, atau itu yang ia dengar dari keluarga angkatnya setelah kedua orang tua kandungnya tewas saat ia masih kecil.
"Ini aneh, ia bukan murid yang suka membolos. Apakah tidak ada yang bisa dihubungi?" Semua orang mengatakan ia guru yang berdedikasi tinggi hingga sangat peduli pada murid-muridnya. Salah satunya Peter Parker yang menurutnya sangat mirip dengannya. Peter tidak memiliki keluarga, ia tinggal sendiri di panti asuhan tanpa ada orang tua.
"Ia tidak memiliki keluarga lagi. Dan saat aku menghubungi panti asuhan tempatnya berada, mereka bilang Peter tidak ada sejak beberapa hari yang lalu. Nomor emergensinya juga tidak bisa dihubungi," guru lainnya memberikan secarik kertas bertuliskan alamat, "satu-satunya yang bisa kita hubungi adalah dengan menemui alamat dari kontak daruratnya. Kau adalah wali kelasnya, bisa menemuinya?"
Steve melihat alamat itu dan dahinya tampak berkerut.
"Tunggu--ini?"
"Aku tahu, aku juga tidak begitu percaya. Tetapi beberapa kali kucek memang disanalah alamat yang tertera," guru itu menghela napas, "tepat pada bangunan Menara Stark."
.
.
Baik Jarvis ataupun pria itu menoleh pada Tony yang masih menatapnya dengan tatapan kagetnya. Tentu saja karena orang terakhir yang masih hidup dan ia lihat sebelum kembali kemari adalah Steve. Dan sekarang ia berdiri dan tampak sehat tanpa adanya luka sedikitpun. Ingin ia berlari dan memeluk Steve, mengatakan apapun yang tidak bisa ia katakan saat mereka berada di dunianya dulu.
Tetapi ia sadar, di dunia ini ia belum pernah bertemu dengan Steve. Dan itu juga dibuktikan dengan Jarvis yang tidak tahu menahu siapa dirinya.
"Anda mengenalnya sir?"
"Ah, itu, bukankah dia... dia Super Soldier?" Tony tampak ragu mengatakan nama Kapten Amerika dan hanya menggunakan istilah itu pada Steve. Namun, baik Jarvis ataupun pria itu tampak diam dan masih bingung dengan pria itu.
"Ah," Steve tampak mengangguk seolah mengerti dan menyadari sesuatu, "mungkinkah yang anda maksud adalah Steve kakekku?"
...
"Kakek?"
"Ya, namaku benar Steve Rogers. Tetapi, aku mengambil nama dari kakekku yang tewas 66 tahun yang lalu," jawab Steve sambil tertawa pelan, "aku tidak menyangka jika Tony Stark akan mengenal kakekku. Aku dengar memang beliau mengenal Howard Stark, tetapi aku tidak menyangka kalau anda juga mengenalnya."
...
Tony tampak menyaring informasi, jika begitu Steve sama sekali tidak pernah membeku jika ia pernah menikah dengan Peggy Carter. Itu artinya, pria didepannya bukanlah Kapten Amerika. Hanya--Steve Rogers.
"Daripada itu," Tony menyadari apa yang menjadi tujuan Steve kala itu untuk kemari dan menatapnya, "apa maksudmu Peter tidak pernah masuk ke sekolah?"
"Ya, sekitar hampir 1 minggu yang lalu ia tidak masuk begitu juga hingga sekarang. Makanya aku menghubungi Mr. Jarvis untuk menanyakan keberadaannya karena nama beliau menjadi daftar kontak darurat dari Mr. Parker."
Tony berpikir kenapa tidak dirinya yang berada dalam nomer darurat dari anak itu. Jika memang Peter tidak memiliki May di dunia ini dan ia sudah mengenal Peter, ia pasti akan memasukkan namanya dalam daftar nomor daruratnya. Dan sebelum ia bisa mendapatkan jawaban itu, handphonenya berbunyi.
Obadiah Stane.
"Obadiah, dimana Peter?!" Ia tidak butuh banyak waktu untuk berbasa basi, ia tahu jika pria yang pernah menjadi rekan terbaik ayahnya itu menculik Peter entah dengan alasan apapun. Tidak ada perkataan apapun dari Obadiah selama beberapa saat, dan hanya suara tawa yang terdengar saat itu.
"Ada apa Tony? Apa yang membuatmu berubah tiba-tiba sejak kau kembali dari Afghanistan? Menghancurkan bisnismu belum cukup?" Obadiah terdengar gila, "dan sekarang kau meminta remaja berusia 13 tahun untuk menggali informasi tentangku. Dan aku merasa kagum karena ia bisa merentas dokumen yang sudah kusembunyikan darimu."
"Aku bersumpah, jika kau melakukan sesuatu padanya, aku akan membunuhmu..."
"Apa yang membuat sifatmu berubah padanya? Kau bahkan tidak peduli padanya sejak dulu bukan? Ia hanya pengganggu untukmu," Tony ingin mengatakan itu tidak benar. Namun, apakah dirinya di dunia ini memang tidak peduli pada Peter hingga Obadiah mengatakan hal itu? Apakah itu sebabnya ia tidak pernah menjadi kontak darurat dari Peter, bagaimana pertanyaan Jarvis menjadi masuk akal sekarang.
"M...Mr. Stark...?'
Entah berapa lama ia melamun memikirkan hal itu, namun suara Obadiah begitu saja berganti menjadi suara Peter. Dimana napasnya tampak memburu, dan beberapa erangan pelan dan halus terdengar begitu saja.
"P--Mr. Parker, kau tidak apa-apa?!"
"Ti...tidak apa-apa Mr. Stark. Aku... aku baik-baik saja. Kau tidak perlu menghawatirkanku Mr. Stark," Tony diam tidak berbicara dan menjawab, "aku hanya... aku hanya internmu. Kau tidak perlu melakukan apapun untuk menyelamatkanku Mr. Stark..."
'Hanya intern?! Aku bahkan akan membunuh pria itu jika ia melukaimu sedikit saja!'
"Ini kesalahanku, kau mengatakan agar Mr. Stane tidak mengetahuinya dan aku mengacaukannya seperti yang biasa kau katakan," ia akan menginterogasi Jarvis dan Peter serta Pepper juga Rhodey setelah ini. Ia bahkan bisa membayangkan sedikit bagaimana buruknya hubungan dirinya dan Peter di dunia ini.
"Pe--"
"Sudah cukup, sekarang kau yakin tidak mau menyelamatkannya? Karena aku sudah bosan menyiksanya dan ia bahkan masih mencoba melindungimu," ia melakukan apa?! Tony bersumpah Starkphonenya sedikit retak melihat bagaimana eratnya ia menggenggam handphonenya, "oh dan tentu saja aku tidak akan melepaskannya begitu saja Tony. Tidak setelah kau membatalkan penghancuran perusahaan Stark dan juga memberikanku prototype dari apa yang kau kerjakan di Afganistan."
Ia menoleh pada Jarvis yang tampak menuliskan sesuatu di kertas. Ia mendapatkan lokasi dari Obadiah dan Tony hanya mengangguk.
"Aku akan melakukan apapun. Tetapi jangan menyentuhnya lagi sedikit saja..."
.
.
"Aku benar-benar akan membunuh orang itu."
Tony bergumam sambil mempersiapkan semua yang harus disiapkan olehnya. Untuk berjaga hal yang tidak diinginkan pada Peter, ia juga membawa prototype dari senjata yang ia buat di Afghanistan dan juga surat kepemilikan perusahaan Stark.
Heck! Sebelum ini apapun yang dikatakan oleh Obadiah, ia tidak akan membawanya, namun Peter berbeda... Peter adalah anak yang... ia adalah anak yang pantas untuk mendapatkan banyak kebahagiaan. Ia adalah intern dari Tony. Ia adalah... ia adalah seseorang yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.
Ia akan melakukan apapun untuk menyelamatkan Peter bahkan jika itu harus membunuh dirinya. Ia tidak akan lagi bisa melihat anak itu tewas didepannya tanpa ia bisa melakukan apapun.
"Apa yang akan kau lakukan dengan semua itu?" Suara itu membuatnya sadar jika masih ada seseorang disana. Steve. Atau yang ia tahu adalah cucu dari Steve dan juga Peggy yang ikut masuk dengan mereka berdua. Ia tidak berani menatapnya, ia tidak bisa menatapnya langsung saat ini.
"Aku akan membawa ini sebagai pilihan terakhir jika Peter harus selamat."
...
"Maaf jika aku lancang. Tetapi, kurasa itu bukanlah sesuatu yang benar. Jika kau sampai membuang perusahaanmu atau bahkan memberikan apa yang ia inginkan, apakah ia akan membebaskan Mr. Parker begitu saja?" Tony tampak sedikit menghentikan pekerjaannya namun tidak menatap kearah Steve. Ia tahu Steve benar, namun ia tidak bisa melakukan ini tanpa rencana cadangan saat ia bahkan tidak memiliki bantuan apapun.
"Aku harus melakukannya jika ingin memastikan Peter baik-baik saja. Aku tidak akan bisa menghentikannya sekaligus benar-benar menyelamatkan Peter dan memastikannya selamat secara bersamaan."
"Kalau begitu biar aku membantumu," dan kali ini, Tony tampak menatap dengan dahi berkerut kearah Steve yang menatapnya dengan tatapan tanpa ragu, "aku akan membantumu untuk menyelamatkan Mr. Parker."
"Jangan bodoh," ia ingin sekali, namun ia sadar jika Steve didepannya bukanlah Steve yang ia kenal. Bukanlah Steve yang merupakan super soldier, seorang kapten Amerika. Pemuda didepannya ini hanyalah manusia biasa, seorang guru yang sangat bertanggung jawab hingga perhatian dengan murid yang lama tidak masuk, "kau bukan super soldier la--seperti kakekmu..."
"Aku sadar aku bukan kakekku. Dan aku tahu aku tidak akan bisa melakukan banyak hal," Steve mendekat dan menatap iris mata Tony yang sedikit bergetar. Ia tidak mengerti kenapa pria ini sangat mirip dengan Steve yang ia kenal. Suara, hingga sifat keras kepalanya, "tetapi aku sangat peduli pada Mr. Parker. Dan..."
...
"...dan kau melihatku saat ini seperti sedang meminta tolong padaku."
.
.
'Aku akan mencoba untuk memancingnya keluar dan menjauh dari Peter. Dan yang harus kau lakukan hanyalah membebaskannya dan membawanya ke tempat yang aman. Jangan memperdulikanku.'
Steve Rogers tidak pernah bertemu dengan Tony Stark secara langsung seperti sekarang. Ia mengerti jika kakeknya dan juga ayah dari Tony Stark adalah sahabat baik. Namun, baginya Tony Stark seolah sangat jauh dari jangkauan. Ia tidak mungkin menemui dan mengatakan jika ayahnya dan kakeknya adalah teman baik dan berteman begitu saja. Bagaimanapun ia hanya orang biasa, seorang anak yatim piatu yang tidak memiliki keluarga.
Namun, saat ia melihat Tony pertama kali, entah kenapa ada satu tatapan yang diberikan pria itu yang membuatnya tidak bisa lepas dari pikiran Steve sedikitpun.
'Aku tahu ini nekat. Bahkan aku bukan pahlawan super atau apapun itu. Tetapi,' ia menghela napas. Ia sadar tatapan dari Tony saat itu padanya seolah pria itu akan menangis. Seolah kedatangannya membuka sesuatu yang ada dipikirannya, 'aku tidak bisa melepaskan tatapan itu dalam pikiranku.'
Dan ia menggeleng, melihat bangunan didepannya yang tampak gelap. Satu tempat dimana entah bagaimana Tony mengetahui jika Peter berada disana. Sementara Tony berada ditempat dimana Obadiah memintanya untuk menemuinya.
"Saya akan memandu anda untuk menemukan Mr. Parker, Mr. Rogers," ia tersentak dan tampak menatap kearah earphone yang ia kenakan.
"Uh, jadi kau... Friday. Jika kau membantuku untuk menemukan Mr. Parker, bagaimana dengan Stark?"
"Mr. Jarvis akan membantunya secara manual Mr. Rogers, dan sebaiknya anda bersembunyi, karena ada yang akan datang mendekati anda," mendengar itu, Steve tampak segera menoleh kekiri dan kekanan sebelum mengambil sebuah pipa yang tergantung diatas dan mengangkat tubuhnya hingga menaiki sebuah peti barang besar. Tempat yang mereka tuju memang tampak seperti sebuah gudang yang dikawal oleh beberapa orang disana.
Steve adalah guru olah raga, tentu ia sudah terbiasa untuk bergerak dengan bebas terutama hanya untuk melakukan hal seperti tadi.
"Friday, apakah ada jalan teraman yang bisa kutempuh? Kurasa aku tidak akan bisa menghindar dari mereka."
"Saya akan menunjukkan rute tercepat pada anda," Steve mengangguk dan tampak segera bergerak dengan intruksi dari Friday. Hingga ia selesai dan sampai di depan pintu masuk, ia kembali akan bergerak masuk saat suara sesuatu membuatnya berhenti.
"Siapa kau?" Dalam bahasa Afghanistan yang kental. Steve tidak mengerti yang mereka katakan, namun ia tahu yang ada di belakang kepalanya saat ini dan bersuara tadi adalah sebuah pistol. Ia refleks mengangkat kedua tangannya.
"Maaf, aku tidak mengerti apa yang kau katakan," ia tampak mengangkat bahu dan segera bergerak menarik tangan itu dari bahunya dan menarik tubuh orang itu hingga ia melakukan bantingan punggung. Belum selesai sampai situ, ia segera memelintir tangan orang itu dan merebut pistol yang ada di tangan pria itu dan menodongkannya begitu saja, "tetapi kurasa jawabanku adalah 'aku tidak peduli'?"
Dan ia segera memukul tengkuk belakang orang itu dengan pegangan pistol sebelum orang itu bisa berteriak memanggil orang-orang disana.
Ia menghela napas, tampak menyingkirkan sosok pria itu yang tampak pingsan sebelum bergerak menuju ke tempat masuk gudang itu.
"Detak jantung anda sangat tenang untuk orang yang baru saja ditodong oleh pistol Mr. Rogers."
"Benarkah? Kukira aku baru saja mati karena jantungku copot. Ini tempatnya bukan?" Ia melihat sebuah ruangan yang tampak berdinding tebal dan menggunakan kata sandi untuk membukanya. Steve akan mendekat saat ia seolah menyadari sesuatu, "Friday, kau yakin tidak ada penjaga yang berada didekat sini?"
"Penjaga terdekat ada pada jarak 10 meter dari gedung Mr. Rogers."
Oke, itu sedikit aneh mengingat bangunan itu tampak cukup besar dan kenapa hanya diluar yang pengawasannya ketat. Ia tampak menggelengkan kepalanya, yang bisa ia lakukan hanyalah membuka pintu dan menyelamatkan Peter.
"Saya sudah menghack sistem ruangan ini," suara Friday menyadarkannya, dan tampak pintu geser didepannya terbuka. Ia bisa melihat ruangan itu gelap, namun satu lampu menyorot pada sosok yang terikat disana, tampak menunduk dan mengenakan sebuah jaket yang familiar.
"Mr. Parker?"
Suara itu membuat pemuda didepannya tampak segera bergerak dan menoleh cepat.
"Mr. Rogers?! Kenapa anda disini!"
"Tentu saja menyelamatkanmu, aku akan segera--"
"JANGAN MENDEKAT!"
Peter tampak berteriak, dan Steve menghentikan langkahnya. Namun, saat itu ia sudah berada di dalam ruangan itu dan pintu geser tertutup segera membuatnya menoleh ke belakang.
"Friday, ada apa?"
"...da...lombang... haya... h...us..."
Suara itu terputus-putus hingga ia mendengar suara nyaring yang memekakkan telinganya membuat ia harus membuang earphone itu sebelum suara itu memekakkan telinganya.
"Sial. Aku akan kesana Mr. Parker!"
"Tidak, kau tidak mengerti Mr. Rogers!" Steve tidak mengerti memang. Apa yang membuat Peter tampak mencoba untuk menghindarinya hingga ia mendekat dan menyadari sesuatu yang membuatnya membulatkan matanya.
.
.
"Seharusnya aku ingat saat kejadian ini. Terlalu banyak hal yang terjadi membuatku melupakan hal sepele seperti ini."
Tony sendiri bergumam saat ia sedang berpegangan pada rangka atap bangunan disana. Ia melihat Obadiah yang tampak merancang kostum yang hampir sama seperti Iron Man miliknya. Sama seperti yang dimiliki Obadiah di masanya dulu. Ia melupakan rancangan dari Yinsei yang tertinggal di goa saat itu.
"Sir, saya sudah siap untuk meluncurkan daya listrik yang anda inginkan," ketimbang Pepper di masanya dulu, Jarvis yang membantunya. Dan saat ini ia berada di bawahnya sedang melakukan finishing untuk melontarkan aliran listrik bertegangan tinggi keatas.
"Ada apa dengan sikap lembekmu itu Tony? Kau sudah mengecewakanku dan juga ayahmu. Menghancurkan perusahaan Stark? Tidak cukup untuk mengajukan seorang bocah sebagai internmu? Aku sudah cukup dengan Jarvis yang selalu mempengaruhimu," Tony menggeram pelan, ia sudah menganggap Jarvis sebagai ayahnya menggantikan ayahnya yang tewas karena terbunuh dulu. Dan itulah kenapa ia tidak terima saat Obadiah juga mengikut sertakan Jarvis bahkan menjelek-jelekkan Peter di depannya.
"Tidak apa Sir, anda tidak perlu marah dengan perkataan Mr. Stane," Tony tampak menghela napas dan mengangguk. Ia tampak memperhatikan Jarvis dan kemudian mengangguk. Jarvis baru saja akan menekan tombolnya saat Obadiah kembali melanjutkannya sambil menembaki Tony.
"Kau seharusnya membuang anak itu seperti ibunya."
Dan gerakan Jarvis terhenti karena itu. Ia menoleh dengan segera pada Obadiah dan Tony yang mengerutkan dahinya.
"Apa maksudmu?" Tony tidak mengerti.
"Kau tidak tahu? Oh J, aku tidak tahu jika kau bisa menyembunyikan rahasia itu dari seorang Tony Stark! Kukira kau menjadi perhatian pada anak itu karena kau menyadari hal itu," Tony tampak semakin bingung dan Jarvis tampak mengeratkan genggaman tangannya. Tony menyadari hal itu, "Peter Parker adalah anakmu Tony. Ia adalah anak harammu dari hasil hubungan gelapmu dengan pelacur itu."
Tony tampak menegang, ia tampak membulatkan matanya. Dan saat ia sadar, sebuah ledakan listrik tampak menyerang Obadiah dan kali ini ia berhasil menghindar dari itu. Jarvis tampak menekannya dengan segera dan tampak menatap tajam kearah Obadiah.
"Aku tidak akan membiarkanmu menghina Tuan Muda Peter lebih dari itu," Jarvis menggeram pelan, Tony tampak menatapnya sebelum ia menyadari jika tempat itu akan meledak begitu saja dan akan membahayakan Jarvis dan dirinya. Berbeda dari sebelum ini, kostumnya kali ini masih bisa terbang, dan dengan segera ia mengangkat tubuh Jarvis dan membawanya terbang sebelum tubuh Obadiah membuat ledakan dahsyat dari kostumnya yang terjatuh.
Setelah beberapa saat mencari tempat yang aman, Tony turun dan menurunkan Jarvis. Tidak peduli dengan kekacauan dan beberapa orang yang memotretnya dalam kostum tersebut.
"Jelaskan padaku."
Jarvis terdiam, tampak baru saja akan membuka mulut saat handphonenya berbunyi. Ia mengambil handphone miliknya dan tampak melihat ID Calling dari nomor darurat Steve yang diberikan jika ada sesuatu yang menyangkut hal darurat dan ia tidak bisa mengakses Friday.
"Rogers?"
"Stark, aku menemukan Peter..."
"Lalu apa yang kau tunggu? Aku akan menemuimu di menara," Tony harus mendengarkan penjelasan dari Jarvis, namun Peter lebih penting dari apapun yang terjadi disini.
"Ada... satu masalah."
"Apa?"
"Kurasa, kami terjebak disini. Friday tidak bisa dihubungi dan," entah kenapa jeda itu tampak menyakitkan untuknya, "ia meletakkan bom pada jaket yang dikenakan Mr. Parker Stark..."
...
"...apa?" Tony seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Steve. Bom? Obadiah mengenakan bom pada Peter?
"Hanya ada 5 menit sebelum bom meledak. Aku tidak bisa sembarangan mengutak atiknya, dan kami terjebak disini," satu-satunya yang membuat handphone itu berfungsi adalah karena jaringan yang berbeda dari yang digunakan Tony pada Friday.
"Tidak... kau bisa melakukan sesuatu! Dan Peter... oh god jangan katakan saat ini ia belum memiliki kekuatan itu! Kalian harus pergi dari sana, Steve! Peter!" Tony tampak panik, ia tidak bisa kehilangan keduanya untuk kedua kalinya. Untuk kesekian kalinya. Tangannya gemetar, dan hanya ada suara bisikan mereka sebelum suara hening.
"M...Mr. Stark?"
'I don't feel so good...'
"Pete, katakan padaku. Kumohon katakan padaku kalau ini hanya sebuah lelucon. Katakan padaku kau baik-baik saja..."
"A...aku tidak tahu Mr. Stark... tetapi Mr. Stane mengatakan tidak seharusnya aku ada disini... tidak seharusnya aku berada didekatmu... bahkan tidak seharusnya aku lahir... aku hanya akan membuat anda semakin kacau..."
'I-I don't know what's happening...'
Tony mengeratkan giginya, tampak isi kepalanya dipenuhi oleh memori yang tidak pernah hilang dari kepalanya.
"Kumohon... jangan katakan kau akan meninggalkanku. Kau adalah sesuatu yang paling berharga untukku Peter... anakku... kumohon..."
Ada isakan pelan yang terdengar dari sebrang sana, hingga isakan itu berubah menjadi tangis kecil dari pemuda yang bahkan baru berusia 12 tahun itu.
"Aku... aku tidak ingin pergi Mr. Stark... aku tidak ingin mati..."
'I don't wanna go...'
"Peter--"
"Tetapi... maafkan aku... maafkan aku Mr. Stark..."
'I'm sorry...'
"Maafkan aku..."
...
"...dad."
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top