Shadow #5 - Autopsi (1)
Golden Hospital, New York.
"Korban dinyatakan tewas karena kehabisan napas dan gagal jantung."
Kini Nicholas menatap jasad yang hampir seluruh bagiannya tertutupi kain putih di hadapannya dengan gusar. Dokter forensik sudah melakukan otopsi dan menjabarkan semua hasilnya pada Noel sebelum ia datang tadi.
"Mungkinkah dia mati tercekik?"
Dan Noel-pun mengangguk. "Dokter menduga, pelaku mungkin mencekik korban menggunakan sesuatu berbahan elastis dengan sangat kuat," tambahnya. "Bekas jeratan di lehernya juga menunjukkan bahwa dia dicekik berulang kali hingga seluruh organnya berhenti berfungsi dan akhirnya mengalami gagal jantung."
Keterangan Noel barusan kontan membuat Nicholas menggelengkan kepalanya. "Penjahat itu bukan hanya ingin melihat korban mati, tapi ia menginginkan lebih." Matanya yang cokelat terang itu menatap Noel lurus-lurus. "Ia ingin melihat korbannya menderita sebelum mati."
Sontak saja Noel bergidik ngeri. "Kata-kata itu terdengar lebih mengerikan saat kau yang mengatakannya, detektif."
Lalu Nicholas menggumam pendek. "Kau bilang, ia mungkin dicekik dengan sesuatu yang elastis. Menurutmu, pelaku menggunakan apa?"
"Kurasa satu-satunya bahan elastis yang terbesit di pikiranku hanyalah stocking, Detektif."
"Stocking?"
Tapi Noel justru tersenyum canggung. "Maaf mengecewakanmu, Deketif. Tapi kurasa aku sangat merindukan kekasihku dan yang paling kuingat darinya adalah dia selalu menggunakan stocking itu," ungkapnya malu-malu.
"Tidak, tidak," sela Nicholas, menahan pembicaraan. Kemudian, iris cokelat terang itu kembali melihat sang korban sekali lagi. "Mungkin kau benar kali ini, Noel." Tubuhnya mendekat dan memperhatikan sekali lagi garis biru yang melingkar jelas pada leher korban. "Apakah kau sudah memeriksa data pribadi dan catatan kriminal korban?"
Lagi, Noel harus membuka jurnal kecilnya yang disimpan dalam saku celana untuk menjawab pertanyaan atasannya itu. "Korban bernama Natalie Heele, usia dua puluh tujuh, korban hanya tinggal bersama ibunya di kawasan 1st Avenue, Manhattan. Sebelum bekerja menjadi aktris broadway di Teater Town Square, korban bekerja sebagai perawat di Golden Hospital." Noel menjeda napasnya untuk sekadar membalik halaman kertas yang berikutnya. "Menurut catatan kepolisian, korban tidak memiliki masalah apapun dan terdaftar secara resmi di kewarganegaraan Amerika."
"Dia sempat menjadi perawat?" Nicholas memicingkan matanya curiga pada mata korban yang sudah tertutup. "Kedua profesi itu sungguh berlawanan. Ada apa dengannya?"
Kemudian Nicholas berpaling dan menatap Noel yang berdiri di sebrangnya dengan serius. "Bagaimana dengan para saksi yang kuminta?" tanya Nicholas.
"Seluruh anggota teater yang mendaftar sebagai peserta konser pekan depan sudah kami kumpulkan di kantor polisi. Bagaimana jika kita menemui mereka sekarang?"
Dan Nicholas-pun langsung mengangguk tanpa ragu. "Ide bagus."
***
Kantor kepolisian kota New York memang identik dengan para petugasnya yang cekatan, disiplin dan tegas. Tapi tampaknya, orang-orang yang dijadikan saksi dalam kasus ini sudah kehilangan kesabaran mereka.
Mereka terus menggerutu, mengoceh dan berteriak kesal karena investigasi tak kunjung dimulai meski waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, satu jam sebelum penampilan rutin mereka di pusat teater.
Lalu sosok Nicholas muncul di sana dan mulut-mulut berisik itu mendadak bungkam. Pesona detektif berambut hitam kecokelatan itu ternyata mampu meluluhkan suasana panas yang sudah terjadi sejak siang.
"Maaf membuat kalian menunggu terlalu lama," kata Nicholas dengan lantang. Ia berdiri di antara kelima saksi dengan wibawa penuh. "Mari kita mulai investigasinya sekarang."
Dan Noel bereaksi sigap. Ia memanggil nama seorang saksi dan memintanya masuk ke dalam ruangan Nicholas, sementara sisanya diminta untuk menunggu di luar ruangan.
Sekarang, hanya ada Nicholas dan seorang saksi bernama Julia. "Kenapa lama sekali, Detektif? Kau tahu kami harus bersiap-siap, bukan?" Ia menyilang tangannya di dada. "Jadi, cepat ajukan pertanyaanmu dan aku bisa segera kembali ke pusat teater," titahnya ketus.
Tapi Nicholas justru mendecih tak senang. "Orang tidak sabaran sepertimu pasti sudah membunuh seseorang di luaran sana," ucapnya sarkas.
Mata biru gadis itu memutar malas. "Jika kau menuduhku membunuh Natalie, kau salah besar. Karena justru akulah yang membantu Natalie lolos dalam seleksi awal konser musikal sebesar itu," ungkapnya sombong. "Lagipula, aku tidak ada urusan dengannya. Kami mengambil peran yang berbeda pada seleksi pentas."
"Apa maksudmu?"
Julia hanya mendengus pendek dan memandang detektif muda itu dingin. "Apa kau melihatku seperti gadis feminim yang baik hati dan akan menolongmu seperti malaikat? Apa aku sungguh terlihat seperti itu, detektif?"
Benar juga. Julia, atau saksi pertama yang diperiksa Nicholas memang terlihat ketus dan angkuh. Gadis itu akan lebih cocok memerankan tokoh antagonis dalam sebuah drama.
"Lalu, kapan terakhir kali kau bicara dengan Natalie? Tampaknya kalian dekat," tebak Nicholas.
"Hubungan kami hanya sebatas di atas panggung. Ia memberiku banyak uang untuk meloloskannya dalam konser musikal itu," tukasnya santai. "Tidak mungkin aku menolaknya, bukan?"
Nicholas sontak saja menatap gadis berusia dua puluh dua tahun itu dengan pandangan ngeri. "Selain berhati dingin, kau juga materialistis rupanya," katanya. Yang hanya dibalas dengusan pendek dari Julia.
"Apa aku sudah bisa keluar sekarang?"
"Ya, sebaiknya kau keluar sebelum kau kuras habis isi dompetku," usir Nicholas. Dan gadis itu tampak dengan senang hati meninggalkan ruangan. Ia bahkan melambai dan menyibakkan rambutnya dengan angkuh sebelum menutup pintu.
Selanjutnya, Noel memanggil seorang pria berusia dua puluh tujuh bernama Pete untuk masuk menggantikan Julia. Pria berkacamata itu langsung dipersilakan duduk di hadapan Nicholas sekarang.
"Apa kau akan tampil juga nanti malam?" tanya Nicholas.
Pete membenarkan posisi kacamatanya dan memandang sang detektif gugup. "I--iya, aku--aku akan ta--tampil nanti," ujarnya bersusah payah. Diinterogasi di depan seorang detektif adalah hal baru untuknya dan Pete sungguh tidak bisa menutupi kegugupannya sekarang.
"Pete, tenanglah. Aku hanya akan memberimu beberapa pertanyaan dan kau hanya perlu menjawabnya dengan jujur. Mengerti?"
Pete mengangguk, meski kedua lututnya gemetaran sekarang. Bahkan jika boleh jujur, pria berkaus merah itu ingin pergi ke kamar mandi untuk sekadar buang air. "Ba--baiklah, baiklah, Detektif."
"Apa benar saat itu Natalie sedang pergi untuk beristirahat?"
Dan Pete mengangguk. "Dia bilang akan pergi membeli sushi. Dia sangat suka memakan makanan itu, bahkan dia pergi membeli sushi sampai empat kali seminggu," ujarnya.
Nicholas lalu mencatat keterangan Pete pada buku laporannya. "Apakah Natalie sering menggunakan stocking?" tanyanya lagi.
"Apa? Stocking?" Pete menggumam pelan sementara keningnya berkerut dalam. Ia terlihat sedang mengingat-ingat kembali sesuatu. "Kurasa malam itu... ya, Natalie menggunakan stocking. Tapi memang agak aneh karena biasanya dia tidak menggunakan hal semacam itu."
Nicholas menaikkan satu alisnya. "Jadi, maksudmu, dia hanya menggunakan stocking pada hari itu?"
Kemudian Pete mengangguk cepat. "Aku baru menyadarinya sekarang."
Mata Nicholas menatap lurus-lurus Pete. Berusaha mencari setitik kebohongan yang mungkin tersirat di sana. Tapi hasilnya nihil. Pete sepertinya jujur soal stocking itu.
"Apa Natalie memerankan tokoh yang mengharuskannya menggunakan stocking?" tanya Nicholas lagi.
"Tidak, detektif." Pete lalu berdeham. "Apa--apa aku sudah bisa kembali ke pusat teater sekarang?"
"Oh, tentu." Nicholas-pun bangkit, mengucapkan terima kasih pada pria berkacamata itu dan mempersilakannya meninggalkan ruangan.
Setelahnya, ia kembali duduk dan menghela napas panjang. Pengusutan kasus ini hanya membuat kepalanya semakin pening. Tidak ada barang bukti, tidak ada cctv, bahkan sidik jari-pun tidak tertinggal pada tubuh korban. Bagaimana bisa?
Merasa kehabisan kesabaran, Nicholas-pun meraih ponselnya di dalam saku celana dan menekan nomor seseorang. Ia butuh bantuan orang itu sekarang dan tidak mampu menampiknya.
"Halo, Alicia?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top