Golden University, New York
"Jadi hari ini, kita akan mengenal empat sifat dasar manusia."
Alicia duduk termenung di kursinya yang berada di sudut kelas. Matanya memang menghadap lurus ke depan, tapi pikirannya mengawang entah kemana sejak tadi.
"Sebuah teori mengatakan, manusia memiliki empat karakter dasar. Yaitu koleris si pemimpin, plegmatis yang cinta damai, saguinis yang senang bergaul dan melankolis yang selalu terencana."
Sejak berbicara dengan Nicholas kemarin, perasaannya menjadi tidak enak. Gadis itu terpaksa menolak permintaan detektif Nicholas hanya karena merasa tidak enak pada kekasihnya, Ace.
Alicia tahu betul, Ace tak akan suka jika tahu Alicia membantu Nicholas dalam kasus pembunuhan lagi meski perasaannya terus didera keingintahuan dan rasa bersalah.
"Di dalam diri manusia, kita akan menemukan setidaknya dua sifat dasar tersebut," kata Mrs. Portman sambil menepuk-nepuk pundak Alicia. Sehingga Alicia sadar, sejak tadi dosennya itu sudah menjelaskan materi sambil berkeliling kelas. "Tugas kalian untuk pekan depan adalah tuliskan sifat dasar apa yang mungkin ada di dalam diri kalian dan kalian harus menjabarkannya secara rinci tentang itu. Mengerti semuanya?"
"Mengerti," jawab seisi kelas dengan kompak.
Dan wanita berparas cantik itu tersenyum hangat pada seluruh siswanya di kelas sebelum mengatakan, "Kalau begitu, kelas akan berakhir di sini." Ia kembali berjalan ke mejanya. "Kalian sudah boleh pergi."
Lalu orang-orang ini mulai meninggalkan kelas dengan perasaan senang. Betapa bersyukurnya mereka, memiliki seorang dosen yang baik hati karena memberikan mereka tugas yang ringan dan memperbolehkan mereka pulang dengan sangat awal.
Tapi saat Alicia hendak pergi meninggalkan kelas, Mrs. Portman tiba-tiba memanggilnya. "Alicia."
Dan Alicia sontak menghentikkan langkahnya sebelum sampai ke pintu dan berbalik. "Ya, Nyonya?" Ia-pun menghampiri dosen cantiknya itu. "Ada sesuatu yang bisa kubantu?"
Namun wanita yang menggunakan blazer biru tuanya itu hanya tersenyum. "Kau melamun di kelasku. Apa ada sesuatu yang mengganggumu lagi, Alicia?"
"Ah, soal itu...," Alicia menunduk malu, merasa tidak enak pada sang dosen.
"Mari bicara sambil berjalan keluar," ajak Mrs. Portman yang langsung diiyakan oleh Alicia.
Keduanyapun berjalan meninggalkan kelas bersama. Dan jika sedang bersama seperti ini, keduanya tampak seperti adik dan kakak karena usia Mrs. Portman sendiri terbilang masih cukup muda. Ia baru berusia dua puluh tujuh dan wajahnya yang dipoles make up sederhana, membuatnya terlihat sangat natural dan awet muda.
"Aku hanya merasa tidak enak pada temanku karena menolak untuk membantunya, Nyonya," ungkap Alicia berterus terang. "Aku jadi memikirkannya terus."
"Perasaan bersalah itu mungkin muncul dan dianggap biasa, tapi jika diabaikan terlalu lama, mungkin hal itu akan memengaruhi kehidupanmu di masa mendatang, Alicia," tutur Mrs. Portman lembut. "Tindakan selanjutnya yang harus kau lakukan adalah setidaknya meminta maaf padanya atau memperbaiki keadaan."
Lalu gadis berambut hitam itu mengangguk paham. "Aku sungguh ingin membantunya, tapi aku khawatir jika hal buruk justru akan datang, Nyonya," ucapnya cemas.
Dan lagi-lagi, senyuman hangat itu muncul dari kedua sudut bibir sang dosen. "Tidak ada yang salah dengan melakukan hal baik," kata Mrs. Portman sembari memberikan sebuah permen cokelat pada Alicia. "Selama niatmu baik, untuk membantu sesama dan tidak merugikan orang lain. Kenapa harus takut?"
Dan Alicia langsung menerima permen kecil itu. "Terima kasih atas saranmu, Nyonya. Maaf karena aku tidak fokus pada materi hari ini," ucap Alicia merasa bersalah.
"Ah, sudahlah, lupakan itu. Kalau begitu, aku akan kembali ke kantor utama," pamit Mrs. Portman secara tidak langsung. "Jangan lupa kumpulkan tugasmu pekan depan, ya."
"Baik, Nyonya."
Dan wanita yang menggulung rambutnya dengan pita berwarna hitam itupun akhirnya pergi. Arah tujuan mereka memang berlawanan, sehingga Alicia harus memutar agar bisa menemukan gerbang kampus dan pulang siang itu.
Tapi sesuatu yang tak terduga justru mengejutkan Alicia. Begitu sampai di gerbang utama, ia melihat Brittany berdiri menunggunya bersama seorang pria yang tak asing.
Dan pria itu adalah Nicholas.
"Hai, Alicia," sapa Brittany antusias. "Aku senang sekali kita punya jadwal pulang lebih awal hari ini."
Tapi ucapan Brittany barusan tidak lebih menarik perhatiannya daripada keberadaan Nicholas di hadapannya. Mereka beradu tatap tanpa mengucapkan apapun. Dan suasana canggung tampaknya langsung menyelimuti keduanya.
"Kenapa kalian kaku sekali?" Brittany melihat Alicia lalu ke Nicholas. "Kalian 'kan sudah lama tidak bertemu, kenapa malah diam-diam begitu?"
Nicholas akhirnya berdeham, memecah suasana kikuk di antara mereka. "Bagaimana kabarmu, Alicia?"
Dan Alicia hanya mengangkat kedua bahunya cepat. "Kurasa baik." lalu sebuah pemberitahuan pesan masuk ke ponselnya.
Aku tidak bisa menjemputmu karena harus menghadiri rapat dadakan. Hati-hati di jalan, aku akan menghubungimu nanti. -Ace.
"Apa itu Ace?" tanya Brittany penasaran.
Dan Alicia-pun mengangguk mengiyakan. "Dia tidak menjemputmu, ya?" Lalu wajah Brittany berubah senang. "Kalau begitu, kebetulan sekali. Ayo kita pergi bertiga dan berjalan-jalan sebentar."
"Tapi..."
Gadis berambut pirang itu kembali memohon, kali ini dengan ekspresi sedihnya yang kentara sekali dibuat-buat. "Kita sudah lama tidak pergi bertiga. Kumohon, Alicia. Sekali ini saja," ucapnya mendramatisir.
Yang tampaknya berhasil membuat Alicia menimbang sejenak permintaan Brittany barusan. Ia melirik Nicholas sebentar sebelum akhirnya mengiyakan ajakan Brittany. "Tapi tidak lama."
"Ya!" Brittany bersorak senang. Ia lalu menarik tangan Alicia dan Nicholas menuju mobil Nicholas. "Kemana kita hari ini? Mall? Bioskop? Gym? Oh, tidak tidak. Bagaimana jika kita makan es krim saja di kedai Paman Chuck?" Nicholas menggeleng tak habis pikir, sementara Alicia hanya menunjukkan ekspresi datar seperti biasa. "Ayolah, apa kalian setuju dengan ideku?"
Akhirnya, Nicholas melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kedai susu dan es krim milik Paman Chuck yang terletak di pinggiran kota New York. Sebuah kedai sederhana yang dikenal sudah berdiri selama bertahun-tahun itu menyuguhkan berbagai macam olahan susu dan es krim. Seperti susu segar, yoghurt, karamel, pudding, waffle dan lain-lain.
Alicia-pun menjatuhkan pilihan pada es karamel kesukaannya dan pudding. Sedangkan Brittany memesan waffles dan gelato tiga rasa. Tapi Nicholas, hanya memesan secangkir kopi cappucino karena beralasan tidak sedang ingin makan siang itu.
"Omong-omong, sudah berapa lama ya kita tidak pergi bersama seperti ini?" tanya Brittany.
Gadis berpipi chubby itu tahu kedua temannya itu pasti masih merasa canggung sehingga hanya diam dan menatap pesanan mereka masing-masing. Maklum, setelah Alicia resmi menjadi kekasih Ace, banyak hal yang berubah darinya. Alicia mulai menjauh dari Nicholas dan tidak banyak bergaul dengan teman pria di kampus.
"Mungkin setahun yang lalu," kata Nicholas akhirnya.
Membuat Alicia mendongak, menatap lurus tepat pada netra cokelat terang milik pria itu.
"Ah, kau benar, Nic." Brittany lalu menjentikkan jarinya. "Kalau begitu, jangan lewatkan kesempatan ini. Aku akan menambah waffle dulu, kalian tunggulah di sini."
Setelah Brittany berlalu pergi, Nicholas dan Alicia hanya saling bertukar tatap tanpa mengucapkan apapun. Rasa bersalah, canggung dan bingung tiba-tiba saja muncul di benak Alicia. Ia tidak tahu harus mengatakan apa, sehingga memutuskan untuk meminum es karamelnya saja.
Tapi Nicholas tidak bisa menahan diri. "Alicia?"
Dan gadis itu langsung menoleh ke sumber suara.
"Soal permintaanku kemarin...," Nicholas menggantung kalimatnya di udara. Alih-alih bimbang dalam melanjutkannya, Nicholas akhirnya tetap bersuara. "Tidak bisakah kau mempertimbangkannya?"
Alicia terdiam. Tidak berani membuka mulutnya barang sedikitpun.
"Aku--maksudku, kami, sungguh membutuhkan bantuanmu sekarang," ujar Nicholas gugup. "Karena tidak memiliki bukti dan hanya ada satu saksi mata yang tidak banyak berpengaruh, kurasa mungkin dengan mendikte kronologi, kita bisa menemukan pelakunya." Ia tiba-tiba terkekeh geli. "Tapi jangan salah paham. Aku tidak memaksamu untuk melakukan ini karena aku ingin."
Iris biru dan cokelat terang itu kembali bersitatap. Terlalu banyak kata-kata yang justru tersirat di sana dibandingkan dengan apa yang Nicholas utarakan barusan.
"Aku merasa, mungkin, aku masih punya kesempatan untuk mengusut kasus ini sendirian tadinya," sambung Nicholas. "Tapi sepertinya, bakatmu akan sangat membantu. Ditambah lagi, sekarang kau sedang menempuh pendidikan kriminologi yang berkaitan dengan banyak tindak kriminal di dunia ini, bukan?"
Alicia tak banyak bereaksi seperti biasanya. Ia hanya mengaduk-ngaduk es karamelnya hingga sebagian besarnya mencair.
"Jadi, maukah kau membantu kami untuk satu kasus saja, Alicia?" tanya Nicholas penuh harap.
Tiba-tiba gadis itu tercenung. Ia menelan salivanya dengan susah payah sebelum akhirnya berkata, "Aku akan membantumu dengan satu syarat."
Salah satu alis Nicholas naik ke atas. "Satu syarat?"
"Jangan beri tahu Ace tentang ini."
~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top