Shadow #24 - Teori Kamuflase

Golden University,  New York.
"

Milles berkata bahwa ia melihat seseorang menguntit Mrs. Portman malam itu."

Alicia langsung mencebik dan menyilang kedua tangannya di dada setelah mendengar ucapan Brittany barusan. "Jadi seseorang sudah mengikutinya selama ini," tukas Alicia. "Gerakannya sungguh terencana rupanya."

Brittany menyesap vanilla latte yang masih mengepulkan uap panas pada permukaannya, sebelum melanjutkan, "Tapi siapa yang berani mengikutinya di kampus? Kau tahu bahwa kampus kita memiliki keamanan tinggi, bukan?"

Alicia kontan menggumam pendek. Brittany benar, pikirnya. "Mungkin ia menggunakan seseorang di dalam kampus." Ia lalu menatap Brittany; meminta peretujuan. "Seseorang yang bisa masuk dan keluar tanpa dicurigai. Wajah dan sidik jarinya juga dikenali pada sistem keamanan."

"Mungkinkah para staff dan dosen?" Brittany kemudian menggeleng putus asa. "Kalau iya, kemungkinannya banyak sekali. Kita memiliki belasan dosen dan staff di kampus yang tak mungkin bisa kita periksa satu persatu, Alicia."

Dan gadis berambut hitam itu-pun mengangguk setuju. "Kau benar lagi kali ini, Britt."

Sejak lima belas menit yang lalu, Alicia dan Brittany sudah duduk di sudut cafetaria kampus. Kebetulan, kelas terakhir mereka berakhir di waktu yang sama hari ini. Jadi keduanya memutuskan untuk bersantai sejenak selagi membahas kematian Mrs. Portman yang masih menjadi sebuah misteri.

"Mungkin ini sebuah teori kamuflase," tebak Alicia tiba-tiba. Yang membuat Brittany berkerut kening seketika. "Akan lebih sulit mengamati korban jika jarak terlalu jauh. Tapi pelaku mungkin melakukan penyamaran agar mempermudah langkahnya dan menghindarinya dari kecurigaan orang lain."

"Maksudmu, dia menyamar?" tanya Brittany. "Tapi menjadi siapa?"

Ya. Menjadi siapakah pelaku itu saat berkamuflase?

Namun belum sempat pertanyaannya sendiri terjawab, sosok Nicholas tiba-tiba muncul dan mengejutkan Alicia.

"N--nic?"

"Hai, Nic!" sapa Brittany, yang tampak biasa saja dengan kehadiran detektif muda itu. Ia bahkan langsung menunjuk kursi di sebelah Alicia dengan percaya dirinya. "Kau bisa duduk di sana," katanya mempersilakan.

Alicia tentu melotot lebar ke arah Brittany karena ulahnya itu, yang ternyata segera disadari oleh Nicholas. Tapi bukannya berusaha menghindari, ia justru tersenyum kecil dan buru-buru duduk di sebelah Alicia. "Halo, Alicia," sapanya dengan santai.

Namun jauh di dalam benak Alicia, ia sungguh merasa terganggu dengan kehadiran Nicholas yang tiba-tiba seperti itu. Gadis itu bahkan tak bisa berhenti menatap tajam ke arah Brittany dengan iris birunya itu sekarang.

Ia akhirnya menoleh ke arah Nicholas. "Halo... Nic?" suaranya terdengar canggung sekarang.


"Jadi, Nicholas kemari karena aku memintanya untuk mengantarku berbelanja," jelas Brittany tanpa aba-aba. Ia lalu tersenyum jahil pada Alicia. "Dia sangat bersemangat saat tahu kau bersamaku."

Alicia lalu tersenyum kikuk. "Tapi aku tidak akan ikut kalian berbelanja, bukan?" Netra birunya lalu menatap Brittany lalu ke Nicholas bergantian.

Sementara Brittany dan Nicholas hanya saling melempar pandangan heran. Yang jelas membuat Alicia semakin salah tingkah.

"Tenang, Alicia," ucap Nicholas dengan suaranya yang dalam. Ia kemudian menatap gadis bertubuh kurus itu dengan pandangan yang serius. "Kau tidak perlu ikut dengan kami. Tapi sebagai gantinya, ada beberapa pertanyaan yang harus kutanyakan langsung padamu."

Manik biru itu tercenung sesaat. Dan detik setelahnya, barulah Alicia mengerti bahwa suasana di antara mereka mendadak berubah serius. "Ada apa, Nic?" Ia melirik Brittany sekilas. "Sepertinya kau serius sekali."

Pria berusia dua puluh lima yang telah cukup lama menjadi seorang detektif itu-pun akhirnya menghela napas panjang. Karena setelah ini, Alicia mungkin akan memandangnya dengan cara yang lain;cara yang tak pernah Nicholas harapkan. "Apa pendapatmu ... jika Ace ternyata terlibat dalam kasus pembunuhan Mrs. Portman?" tanyanya dengan hati-hati.

Terjadi keheningan di sana. Mungkin sekitar beberapa detik, sampai akhirnya Alicia mendengus geli dan berkata, "Apa? Bisa kau ulang pertanyaanmu, Nic?" Ia lalu tertawa pendek dan melihat Brittany. "Sepertinya aku sedang tidak fokus dan salah dengar barusan. Iya, 'kan, Britt?"

Namun Brittany tak berani bereaksi sedikitpun. Ia memilih diam dengan pandangan yang Alicia tak mengerti. Dan langsung berpaling pada Nicholas setelahnya.

"Alicia, Ace mungkin terlibat dalam kasus ini," tutur Nicholas lagi.

"Tidak mungkin!" sela Alicia cepat. Ia menatap iris cokelat terang milik Nicholas lurus-lurus. "Kau harus berhati-hati dengan ucapanmu itu, Nic."

"Tapi aku serius--"

"Kubilang tidak!"

Nicholas mendesah kasar dan memijit pelipisnya frustrasi. "Kau harus mendengarkan aku lebih dahulu, Alicia!" sentaknya.

Yang membuat atmosfer di antara mereka semakin menegang. Beberapa pasang mata yang duduk di sekitar mereka juga sempat ikut melihat keributan yang dibuat Alicia dan Nicholas, sebelum akhirnya mereka kembali pada aktifitasnya masing-masing dan mengabaikan pertikaian barusan.

Alicia kemudian memilih berpaling, menatap cup es karamel miliknya yang tinggal setengah tanpa minat.

"Alicia, beri aku kesempatan untuk berbicara," pinta Nicholas dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya. "Sekali saja. Kumohon?" kali ini dengan penuh harap.

Meski berat, Alicia akhirnya mengembuskan napasnya dan mengiyakan permintaan Nicholas. "Kuberi waktu tiga menit untuk menjelaskan."

Nicholas tersenyum lega dan melirik Brittany yang juga tengah memperhatikannya. "Begini, menurut catatan yang didapatkan oleh Noel. Ace merupakan salah satu tamu VVIP yang hadir di hari kematian korban pertama--"

Alicia menoleh cepat. "Maksudmu, Natalie Heele?"

Yang langsung diiyakan oleh detektif tampan itu. Rahangnya yang tegas dengan bentuk hidung sempurna, membuat pesona Nicholas tak dapat terbantahkan lagi meski rautnya sedang serius sekarang. "Lalu dia juga ada dalam pertemuan kolega Rich Greek yang berlangsung di Sunshine Cafe," sambungnya.

Kata demi kata yang keluar dari mulut Nicholas tentang Ace, mungkin benar. Tapi Alicia tak bisa hanya diam dan membenarkan tuduhan Nicholas tanpa sedikitpun pembelaan. Bagaimanapun juga, Ace adalah kekasihnya. "Jadi menurutmu, mungkin Ace adalah tersangkanya?"

"Mungkin Ace memiliki keterkaitan dengan para korban," kata Nicholas mengoreksi.

"Ace tidak mungkin mengenal mereka, Nic," sergah Alicia. Ia kemudian menoleh ke arah Brittany. "Kau juga tidak berpikir bahwa Ace adalah tersangkanya, 'kan, Britt?"

Tapi gadis berpipi chubby itu langsung menampilkan raut bingung di wajahnya. Ia menggigit bibirnya dan menggumam panjang. "Aku ... kurasa ...,"

"Hanya karena kau dekat dengan Nicholas, bukan berarti kau harus selalu mengiyakan perkataannya, Britt!" pekik Alicia tak terima.

"Hey! Kenapa kau meneriakiku?" sahut Brittany tak terima. "Mungkin Nicholas benar soal Ace."

Namun buru-buru Alicia menggeleng. "Tidak, Britt." Ia menatap Brittany dan Nicholas bergantian. "Kalian berdua adalah saksi ketika Ace menyelamatkanku dari seorang pembunuh beberapa tahun lalu. Bagaimana bisa, seseorang yang menyelamatkanku dari pembunuh, kini justru menjadi pembunuh?" Alicia mendengus pendek dan beranjak dari kursi. "Kalian pasti bergurau."

Ia hendak pergi;meninggalkan kekacauan yang berlangsung di hadapannya. Tapi Nicholas-pun ikut bangkit dan menahan tangannya, sehingga tattoo burung yang melekat di sana sejak lama dapat terlihat jelas sekarang. "Jika kau ingin membelanya, pastikan bahwa dia bersamamu saat pembunuhan itu berlangsung, Alicia."

Mata mereka beradu, tapi Alicia membungkam mulutnya sendiri. Tak ada satupun kata yang hendak meluncur dari bibirnya untuk sekadar membantah. Ia hanya diam dan menatap iris cokelat bercahaya itu lebih dalam.

Nicholas kemudian menambahkan, "Aku akan membawamu pada kebenaran. Jadi berjanjilah untuk tidak membenciku saat hari itu datang, Alicia." []



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top