5. Implementasi Aluna
Kantor Pusat Arnold Property, Jakarta.
"Selamat datang tim sistim developer Elba's IT Solutions. Perkenalkan saya Ratu, staff general affair Arnold Property. Meja ini telah kami siapkan untuk anda-anda dalam membantu kami mengembangkan sistim teknologi informasi di kantor ini ..." dan bla bla bla yang wanita dengan rok sepan super ketat serta belahan hampir paha itu katakan.
Aluna tak begitu mendengarkan dengan detil apa saja yang wanita itu sampaikan. Intinya yang ia tangkap, Mbak Ratu-Ratu itu memberi tahu perihal fasilitas apa saja yang akan tim Aluna dapatkan selama bertugas di kantor properti ini.
Netra berkaca mata itu meneliti satu meja besar dengan beberapa kursi yang melingkari. Sebentar? Kita berenam nantinya, termasuk junior programmer, projek manager, dan Pak Ernest jika dia sedang visit, akan duduk bersama dan bekerja disana? Bersama?
"Mbak, satu meja di pojokan itu, buat kita bersama? Maksudnya buat satu tim kita bersama?" tanya Donna yang akhirnya mengutarakan pemikiran Aluna yang tak berani gadis itu suarakan.
Ratu tersenyum manis ala-ala pegawai profesional. "Arnold Properti mengusung konsep millenial office, Mbak. Jadi, semua pegawai disini bekerja dengan sistim berbagi meja. Tidak ada kubikel lagi. Bahkan, semua pegawai disini boleh berpindah tempat. Tidak ada kepemilikan pribadi atas satu lokasi kerja."
"Maksudnya?" Cantika bertanya antara bingung dan takjub. Maklum, baru kali ini mereka mendapat klien dengan skup bisnis multinasional.
Ratu lagi-lagi tersenyum ala-ala resepsionis hotel. "Mari ikut saya berkeliling kantor ini," tawarnya yang diangguki seluruh programmer Elba's IT Solutions. "Disini, kita bebas mau bekerja dimana. Dekat jendela, dekat pantry, diruang meeting jika ruang tersebut sedang tidak digunakan, atau di meja manapun yang sekiranya membuat pegawai kami nyaman." Ratu memulai penjelasannya yang sepertinya, sudah ia jelaskan sesaat lalu.
"Di sofa itu, boleh?" tanya Donna menunjuk satu set sofa dekat jendela yang menghadap luar gedung.
"Boleh, tapi dimohon untuk tidak membawa makanan yang berpotensi mengotori kulit sofa."
"Mampus lo!" ucap Cantika tanpa suara. Perempuan itu senang karena Donna tidak bisa bebas mengkonsumsi Monosodium Glutamat disini.
"Kantin karyawan ada di satu lantai tepat dibawah sini. Kami anjurkan untuk menggunakan tangga sebagai akses menuju kesana." Ratu melanjutnya office tour-nya. "Sedang disana, adalah refreshing corner untuk para pegawai jika mereka sedang frustasi atau memerlukan ide dan inspirasi. Refreshing corner dilengkapi dengan kursi pijat dan aromatheraphy---"
"Keren!" potong seorang junior programmer memalukan. Maklumlah, fresh graduate.
Ratu tersenyum jumawa. "Terimakasih," ucapnya santun namun penuh kebanggaan. "Kita tau sendiri bukan, jika Arnold Property memiliki banyak arsitek dengan terobosan dan ide-ide yang brilian? Kita bisa lihat bagaimana properti kami yang selalu memiliki konsep berbeda. Yah ..., karena Mr. Arnold benar-benar memberikan kami fasilitas untuk bekerja dengan baik."
Penjelasan Ratu terhenti sementara saat salah satu pintu terbuka. Beberapa pria berbaju santai dan ... Ethan, keluar dari sana. Owh sebentar, ada wanita berambut pirang yang juga keluar dari ruangan itu.
"Selamat pagi Pak Ethan, Ibu Emily," sapa Ratu dengan hormat dan kesopanan melebihi ambang batas.
Sesaat, mata Ethan terpaku pada Aluna yang berdiri bersama teman-temannya, sebelum mengangguk membalas sapaan pegawai seksi itu. Entah mengapa, hati aluna mendadak berdebar. Bukan, ini bukan debaran jatuh cinta. Ini lebih pada perasaan was-was dan firasat tidak baik yang mungkin saja akan dia terima dari pemilik kantor ini. Tatapan mata Ethan padanya berbeda. Entah, Aluna tak bisa menerka apa isi hati pria itu. Ya Tuhan, sepertinya mendapat tugas disini adalah ujian dari Tuhan melalui Ernest.
Tenang, Luna ... Tenang. Kalau dia kurang ajar, lapor Pak Ernest saja. Aluna membatin seraya mengambil napas panjang agar tetap tenang.
"Welcome to Arnold Property!" Cantika berucap semangat saat mereka menyelesaikan tur singkat kantor property ini dan sudah berada di meja yang Ratu sediakan. "Si Blonde tadi, calon istrinya Ethan ya? Kayaknya deket banget."
"Sembarangan! Itu mpoknya Ethan. Emily Atmadja Arnold. Beda rambut bukan berarti beda rahim," sahut Donna yang tengah membuka laptopnya. "Sebelum kita mulai implementasi kesini, gue sempet kepo-kepoin keluarga Arnold."
"Rajin bener lu," timpal Cantika. "Luna, mata lu serem banget. Anak lu sakit?"
"Eh?" Aluna yang baru saja log in pada aplikasi milik Arnold Property buatannya, menoleh pada Cantika. "Enggak, anak-anak sehat," tuturnya.
"Mata lo kayak panda yang gak dikasih makan. Hitam dan cekung. Perasaan kita gak pernah lembur deh selama dua bulan pengembangan sistim aplikasi milik Arnold ini."
"Lagi susah tidur aja," dusta Aluna. Padahal selama hampir tiga bulan ini, sejak pengembangan aplikasi dimulai, aluna hanya tidur kurang dari enam jam setiap hari. Pulang dari kerja di Elba's, dia akan sibuk dikamarnya untuk membantu Anggara Satya memonitor aplikasi Mitra dagang. Lalu, ia akan secara santai dan profesional, berhubungan dengan Angga untuk membahas bugs dan vurnerable yang terdapat pada laman jual beli yang berhasil menjadi salah satu unicorn di Indonesia ini.
Aluna, bukan hanya programmer yang Ernest jaga demi Elba's. Gadis berambut panjang ini juga hacker handal yang menjadi pegangan Anggara untuk membantu melindungi aplikasi jual beli daring miliknya dari para pencuri dan penipu.
"Cobain refreshing corner, gih!" Donna melirik pada satu ruangan di pojokan lantai ini.
"Nanti aja," jawab Aluna.
"Sekarang aja! Kata Ratu-Ratu tadi, ada green tea disana dan aromatheraphy. Musik dengan headphone juga disediakan disana. Lu bisa duduk di kursi pijet, sambil minum hot green tea. Kali jadi seger." Donna memang pintar membujuk. Harusnya dia menjadi marketing alih-alih programmer dengan jutaan micin dijari lentiknya.
"Boleh deh," jawab Aluna akhirnya. "Kita mulai perkenalan aplikasi ini ke user, setelah jam makan siang kan?"
Donna dan Cantika mengangguk. "Santai aja. Sekarang masih jamnya kita persiapan. Lo santai aja, biar kita yang siapin semuanya. Tinggal nanti pas mulai perkenalan aplikasi sama user, lo ikutan."
Aluna tersenyum lantas mengucapkan terimakasih pada rekan kerjanya. Tak apa, kan? Toh projek manager mereka belum datang. Pak Ernest dan projek manager akan datang siang nanti tepat saat implementasi dimulai.
Aroma harum menenangkan langsung menyergap indra penciuman Aluna kala memasuki ruang dengan suasana tenang itu. Ia duduk di satu kursi empuk, dengan seduhan teh hijau tanpa gula dan mulai memainkan tablet dengan ribuan lagu yang tersedia disana. Musik klasik, sepertinya boleh juga. Batin Aluna saat memainkan salah satu tablet yang ia ambil dari satu rak disana.
"Eh, Sorry!" Seorang pria berpakaian santai menyapa Aluna saat netranya mendapati Aluna yang terperanjat akan kehadirannya. "Boleh gabung? lagi penat nih, butuh inspirasi," ucap pria itu lalu masuk dan duduk pada satu kursi pijat. "Karyawan baru?" tanyanya setelah menghidupkan kursi pijat itu.
"Vendor sistim aplikasi," jawab Aluna datar.
"Owh ... yang nanti siang mau dikenalin ke kita-kita ya? Aku Ramadhani, panggil aja Rama. Salah satu dari puluhan arsitek di kantor ini."
"Aluna. Mungkin kita akan bekerja bersama beberapa kali. Karena pada sistim aplikasi ini, ada aplikasi yang kami rancang untuk arsitek juga."
"Bagus deh! Biar kerja kita cepet. Revisi buat kita itu, udah kayak sholat fadhu. Sehari bisa lima kali. ACC nya udah kayak lebaran. Dalam setahun, udah bagus kalo design kita dua kali di-ACC dan dapet apresiasi."
Aluna tersenyum. "Tetap semangat saja!" jawab Aluna seadanya. Adik ipar Pramitha bukanlah gadis yang mudah berbasa basi atau memperpanjang obrolan. Bicaranya, selalu langsung pada inti masalah tanpa campuran topik lain agar terkesan sebagai lawan bicara yang menyenangkan.
Mereka diam dan sibuk dalam dunianya masing-masing. Arsitek itu memejamkan mata. Mungkin relaksasi sambil mencari inspirasi? Sedang Aluna, gadis itu justru memikirkan kakak iparnya.
Pramitha, istri dari Abimana Barata, kakak Aluna satu-satunya. Anak pemilik rumah sakit yang memilih kakaknya sebagi suaminya. Alih-alih Ethan, yang jelas lebih kaya dan tampan dari kakaknya. Apa yang membuat beauty vlogger itu memilih kakaknya ketimbang Ethan? Apakah Pramitha adalah alasan tatapan Ethan yang terkesan membencinya selama ini selama beberapa kali mereka bertemu?
Harus bagaimana ia bersikap pada Ethan nantinya? Apakah ia harus bercerita pada Abimana atau Pramitha tentang dirinya yang kini satu gedung dengan mantan kekasih kakak iparnya? Atau ... ia harus memilih menjalani ini seorang diri tanpa orang lain tau apa yang ada dalam hatinya?
Ceklek
Lamunan Aluna seketika terhenti dan ia terhenyak kala sosok yang dilamunkan berdiri tegap didepannya. Ethan Arnold menatapnya tajam. Ramadhani bahkan seketika undur diri sesaat setelah menyapa Ethan dan berjalan cepat kembali ke meja kerja.
Aluna mengerjap. Mendadak bingung harus bersikap bagaimana. Lidah dan otaknya juga kaku karena tak terbiasa berbasa-basi ketika bertemu dengan orang baru. Apalagi orang yang sepertinya sudah tidak suka pada dirinya dari awal mereka bertemu.
"Setahu saya, jadwal perkenalan dan implementasi baru dimulai siang nanti. Ernest berkata bahwa timnya akan datang pagi untuk melakukan persiapan. Ini belum jam makan siang dan belum tiga jam kamu berada di kantor ini. Tapi ..." Netra Ethan menatap tajam pada cangkir teh dan tablet yang Aluna pegang. "Saya rasa penilaian Ernest tentang kamu, salah. Tenyata, kamu tidak lebih dari karyawan pemalas yang hanya menikmati fasilitas tanpa memberikan kontribusi layak untuk perusahaan."
Aluna membeku. Bukan hanya tubuhnya, tapi juga hatinya sesaat sebelum akhirnya pecah karena ucapan menyakitkan pria berdarah campuran itu.
"Maaf," cicit Aluna pada akhirnya sebelum ia meletakkan cangkir dan mengembalikan tablet pada rak yang tersedia. Gadis itu keluar ruangan dan kembali menuju meja dimana rekannya tengah sibuk dengan modul dan alat presentasi untuk siang nanti.
Ethan menyeringai antara puas dan senang melihat Aluna yang ternyata bukan tipikal wanita pemberani, penggoda, dan banyak basa-basi seperti wanita yang selama ini berada di sekitarnya. Tampaknya, adik ipar Pramitha itu sangat mudah untuk di bully dan diperlakukan spesial. Balas dendam Ethan, bisa dimulai dari Aluna, sebelum sampai pada Abimana, kakaknya.
.
.
Presentasi, perkenalan, dan implementasi awal sistim aplikasi Arnold Property dari Elba's IT Solutions berjalan sukses. Aluna, meski tidak seperti Donna dan cantika yang selalu memberikan senyum pada pengguna aplikasi, tak pernah berhenti bergerak membantu para pengguna yang tengah menguji coba aplikasi buatan tim Elba's
"Mbak Luna, sering-sering bantu di divisi kita ya!" Ramadhani bahkan sudah bersikap santai seakan mereka sudah kenal lama. "Beberapa junior arsitek suka gaptek soalnya," keluhnya yang hanya Aluna beri senyum tipis sebagai jawaban.
"Aluna akan ada di Top Management," jawaban itu membuat Aluna seketika menoleh pada Ernest yang tengah menemaninya membantu para arsitek mengenali aplikasi baru mereka. "Mungkin Donna atau junior programmer kami yang akan standby di ruangan ini," lanjut Ernest pada arsitek muda itu.
"Yah ...," suara Ramadhani seakan penuh kecewa.
"Top Management?" tanya Aluna lirih dengan sorot mata penuh tanya pada atasannya.
Ernest hanya mengangguk singkat lalu melanjutkan memberi tutorial pada sekumpulan junior arsitek disana. Tangan Aluna yang tengah memegang modul tebal buatan Cantika, mendadak sedikit gemetar mengetahui fakta dari atasannya saat ini.
Top Management? Apa itu berarti dia harus standby di dekat Ethan?
*******
Happy Reading! Jangan lupa Vote yess!!
LopLop
Hapsari
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top