14. Pluviophile
"Good shoes take you to a good man."
Aluna menoleh pada Pramitha yang menyodorkannya sepasang sepatu indah bak milik cinderella.
"Tapi ini tampak terlalu mahal dan ... terlalu tinggi," jawab Aluna yang terlihat ragu menerima sepatu milik kakak iparnya.
Pramitha tertawa. "Well, sebenarnya sepatu ini dibelikan oleh Arkhania saat dia pergi ke korea. Sedang diskon di duty free shop, katanya. Namun, tidak cocok di kakiku. Ini terlalu kecil. Sepertinya dia memang jodohmu." Istri Abimana Barata itu lantas duduk disebelah Aluna dan meletakkan sepasang sepatu indah itu dipangkuan Aluna. "Pergilah ke pesta. Aku akan sampaikan pada Bima jika kamu ada acara kantor hingga larut malam."
Aluna tersenyum dan mengangguk pelan. Ia mantap datang di acara kakak Ethan malam ini.
Kediaman Benedict Arnold, Tangerang.
"Whoooaaaaa, ajegile yah cint, jadi selir Mr. Benedict yang kesembilan juga gue mau kalo gini rumahnya, mah!" Cantika terkagum saat mobil kantor Elba's memasuki kediaman pemilik Arnold's Property.
"Aluna, ini temen lu minta di rukyah. Bibit-bibit pelakor mulai tumbuh di dalam diri dia," celetuk Donna yang sejak tadi tak henti memastikan tatanan rambutnya tampak paripurna tanpa cacat sedikitpun.
Aluna hanya tersenyum mendengar ocehan rekan kerja senasib dan sepenanggungannya di Elba's. Sejak mulai perjalanan menuju kawasan elit di Tangerang sore ini, adik Abimana sudah mati-matian menahan debar jantung yang semakin lama semakin bertabuh kencang. Apalagi saat ini. Saat ia sudah memasuki istana megah yang ia tau, pasti ada Ethan di dalamnya.
Kaki dengan sepatu cantik berwarna peach itu, melangkah pelan dan gugup menyusuri karpet merah yang menjulang menuju satu hall besar di rumah megah itu. Kulit putih Aluna tampak cantik dengan dress salem selutut tanpa lengan dan rambut yang dibuarkan tergerai. Jangan lupakan make up sederhana namun memukau hasil polesan beauty vlogger yang kini tinggal di rumahnya.
Donna dan Cantika sontak berjalan menuju tempat dimana Emily kini berdiri. Mereka mengucapkan selamat dan sedikit berbasa-basi pada anak pertama pemilik Arnold Property. Sedang Aluna, kakinya terpaku beberapa meter di belakang teman-temannya. Netranya berkeliling memindai kondisi pesta yang ia yakini, hanya orang-orang tertentu yang datang ke tempat ini.
"Selamat ulang tahun, Bu Emily," sapa Aluna dengan senyum lembut dan canggung. Bagaimanapun, wanita berambut blonde ini adalah klien, atasan dan kakak dari pria yang sudah berhasil menyusup ke dalam hatinya.
Emily tersenyum dan mengucapkan terimakasih atas kedatangan Aluna malam ini. Wanita yang tampak seperti sosialita ibu kota itu, tak segan memeluk dan berfoto bersama Aluna. "Come on, Ethan. Don't you want to join with us?" tanya Emily pada Ethan yang sejak tadi berdiri di belakang kakak semata wayangnya.
Ethan menatap Aluna. Mencari jawaban dari gestur wajah gadis yang mencuri hatinya. Aluna menunduk dan menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga. Melihat pipi Aluna yang tampak merona, entah mengapa justru ada sesuatu dalam tubuh Ethan yang bereaksi. Alih-alih menjawab pertanyaan Emily, pria ini justru sibuk menenangkan gemuruh hatinya yang mendadak porak poranda. Sial! Ini pasti ulah Pramitha yang mendandani Aluna menjadi tampak beda petang ini dan Ethan, kesulitan mengontrol emosi dan hasratnya mellihat Aluna.
"Ethan? Will you join us? Sudah banyak yang antri ingin berfoto denganku!" Emily menegur adiknya lagi.
Ethan mengangguk. Ia lantas berjalan mendekat dan berdiri disamping Aluna. Tangan pria itu terulur ke belakang pinggang Aluna dan merengkuh tubuh gadis itu untuk lebih mendekat pada tubuhnya. Aluna terkesiap. Ada rasa aneh yang menjalar. Anggara tak pernah begini dan ia bingung harus bersikap bagaimana dengan Ethan yang memperlakukannya seperti ini.
"Ethan, kenapa kamu disitu? Harusnya aku yang ditengah!" komplain Emily lagi.
"Apa posisi pun harus kamu yang atur? Sudahlah, kita hanya photo bertiga, Okay!"
Emily mendengus kecil lantas tak lagi mendebat hal kecil. Mereka kini menghadap juru photo dan tersenyum hingga satu kilatan menyilaukan netra adik Abimana itu.
"Thankyou for coming," bisik Ethan sensual di telinga Aluna. "Kamu cantik malam ini. Pramitha benar-benar tau bagaimana membuat seseorang begitu mempesona."
Aluna tak menjawab. Ia hanya tersenyum sopan dan mengangguk lantas undur diri untuk menyusul teman-temannya yang kini tengah bercengkrama bersama Ernest.
Tiga puluh menit berlalu dan entah mengapa Aluna kurang nyaman dengan keramaian yang sepertinya bukan dirinya. Hingar bingar musik, wanita dengan pakaian seksi, pertunjukan semi striptease, Ethan yang mencium pipi setiap wanita yang menyapanya, dan ... tunggu sebentar, itu Anggara!
Rasa bosan yang melanda gadis itu seketika hilang. Bagai tanaman hampir layu yang diguyur hujan, ia kini menjadi segar kembali. Ia berjalan pelan dan anggun menuju Anggara yang tampak tengah bercengkrama bersama Emily dan seorang wanita cantik. Namun langkah kaki Aluna memelan seketika kala ia menyadari bahwa ternyata Anggara ... bersama Tiara Azalea, tunangannya. "Jadi ..., ini alasannya dia ada di Jakarta minggu ini," gumam Aluna sendiri dengan wajah pias menyadari ada kecemburuan di hatinya.
"Kamu memiliki aku, Aluna. Jangan menatapnya seperti itu. Aku tidak suka."
Aluna menoleh cepat pada pria yang berbisik ditelinganya. "Tidak, kita sudah tidak boleh dekat. Aku tidak mau bertengkar dengan Mas Bima lagi," jawab Aluna pada Ethan yang kini menatapnya lekat dan sangat dekat.
"Tapi kamu sudah janji untuk membuka hati kamu untukku," balas Ethan yang maju satu langkah mendekati Aluna.
Aluna mundur. Ia tidak boleh masuk kedalam pelukan pria itu dan ketahuan jika jantungnya tengah kacau akibat aroma parfum yang menguar di indra penciumannya. "Tidak. Itu sudah tidak berlaku," cicit Aluna yang mengarahkan tubuhnya untuk kembali pada Donna dan Cantika di ujung sana.
"Ethan!" Panggilan Emily membuat Ethan dan Aluna kompak menatap si empunya acara.
Anggara Satya tampak terkejut mendapati sahabatnya ada di pesta ulang tahun teman tunangannya. Sebentar, Emily pemilik Arnold Property dan ... yah, tidak heran bukan, jika Aluna yang perusahaannya bekerja sama dengan tempat Emily bekerja juga menerima undangan? Ah ..., kenapa ia tak kepikiran?
Tanpa Aluna duga, Ethan menggenggam tangan Aluna dan menarik gadis itu agar jalan berdampingan dengannya menuju Emily. Netra Ethan memindai keterkejutan pada wajah Anggara Satya dan Tiara Azalea yang sudah beberapa tahun ini menjadi teman sosialita kakaknya.
"Ya, Emily?" tanya Ethan kala mereka sudah sampai.
Aluna gugup dan berusaha untuk tidak menyapa Anggara Satya. Pura-pura tidak kenal mungkin pilihan terbaik.
"Tiara ingin pamit pulang. Mereka tidak bisa lama-lama karena Tiara harus mengerjakan satu proyek milik negara bahkan saat matahari sudah terbenam."
Ethan tersenyum lantas menjabat tangan Anggara Satya lalu menerima pelukan Tiara yang menempelkan pipinya pada Ethan. "Ngomong-ngomong, ini siapa Ethan? Kalian terlihat dekat," tanya Tiara yang matanya tak lepas memandangi sosok Aluna dari atas hingga bawah.
"Dia Aluna," jawab Emily. "Staff programmer vendor sistim aplikasi di Arnold Property." Emily tersenyum dan Ethan entah keberanian dari mana, merangkul pundak sahabat Anggara itu. "Aluna dan Ethan memang sedang dekat di kantor. Itu yang aku tau."
Ethan menyeringai tipis melihat keterkejutan di wajah Anggara. Sudah seharusnya pria itu tau jika Aluna, juga berhak dimiliki pria lain dengan status yang lebih kuat dari sekedar sahabat.
"Staff?" Tiara bertanya dengan keterkejutan seakan-akan Ethan mengencani gadis dengan kasta yang jauh berbeda. "Sejak kapan Ethan dekat dengan wanita di kalangan budak korporat?"
Rasanya seperti dilempar batu besar. Ada sakit tak kasat mata yang Aluna rasakan dari pertanyaan tunangan sahabatnya itu.
"Sayang ..., tidak boleh begitu. Semua orang berhak tertarik satu sama lain dan menjadi dekat, bukan? Tidak peduli apa status mereka," bela Anggara yang kini menatap Aluna dengan binar seakan menanyakan banyak hal pada teman meretasnya.
"Tidak. Kami tidak sedekat itu," jawab Aluna gugup dan sedikit gemetar. "Anda benar. Saya dan Pak Ethan memang datang dari kalangan yang berbeda dan tidak seharusnya kami terlihat dekat di tempat umum seperti ini. Saya tadi hanya sedang bicara sebentar dan entah mengapa ... malah lancang mengikuti beliau kesini. Saya permisi." Tanpa menunggu Ethan yang ingin menyanggah, Aluna kini berbalik badan dan berlari kecil menuju toilet.
Jangan ada yang tau. Jangan ada yang tau jika air matanya perlahan meluruh membasahi wajah. Ia ingin sendiri. Sendiri menghapus segala emosi yang berkecamuk di hatinya saat ini.
"Luna!" pintu toiletnya di gedor Donna. "Keluar lo! Gue tau ada yang gak beres sekarang. Keluar!" Aluna bergeming. Ia belum siap menjelaskan apapun pada Donna. "Gue lihat Ethan dan Anggara Satya sahabat kuliah lo. Dan gue tau ada sesuatu yang lo sembunyiin dari gue. Sekarang keluar!"
Aluna menangis dalam diam. Haruskan ia membongkar semuanya pada Donna?
"Cerita, Lun. Gue ada buat lo disini. Ada gue dan cantika. Keluar dan kita siap mendengar semuanya dan bantu lo nanti."
Aluna mengambil napas, berdiri, lalu membuka pintu.
"Kita pulang sekarang, ya! Kita move ke kost gue dan lo bisa cerita apapun disana," ajak Donna.
Aluna mengangguk. Mata berairnya diusap penuh sayang oleh teman kuliah dan rekan kerjanya saat ini.
"Donna, boleh Aluna pulang dengan saya?" Aluna berjengit kaget dan menutup mata. Asataga! Kenapa pria ini datang disaat yang tidak tepat!?
"Anggara Satya," panggil Donna tegas seakan pria itu hanyalah mahasiswa satu angkatan mereka. Bukan pria kaya pemilik aplikasi jual beli besar di Indonesia. "Jika aku menginjinkan Aluna pulang dengan kamu, apa kamu mengijinkan Aluna menjelaskan apa yang terjadi tadi dan ... antara kalian?"
Anggara Satya mengangguk. Donna menoleh pada Aluna dan bertanya pada gaadis itu dengan gestur wajahnya. Aluna yang bimbang ... akhirnya pasrah dan mengangguk tanda menyetujui ajakan Anggara.
Donna menghela napas. "Stay safe, lun! Lo utang banyak cerita sama gue besok di kantor," ucap pecinta rasa gurih itu, lantas pergi meninggalkan mereka berdua.
"Tiara?" tanya Aluna lirih.
"Dia sudah pulang diantar supirnya langusng menuju hotel tempat meetingnya diadakan," jawab Anggara pelan dengan senyum lembut pada Aluna. "Ayo, Luna!"
Anggara berjalan mendului Aluna dan gadis itu mengikuti.
Tak seperti biasa yang tak pernah putus dari obrolan dengan topik apapun. Perjalanan mereka kali ini, hanya ditemani kebisuan dan hujan yang entah mengapa, tiba-tiba menyirami bumi malam ini.
Yang tak Aluna duga, Anggara tiba-tiba menghentikan mobilnya di tepi jalan dan mengambil satu kotak egg tart yang ternyata sudah ada di jok belakang mobilnya.
"Aku beli egg tart tadi. Niatnya mau menjemput kamu di kantor lalu kerumah atau langsung kerumahmu dan menikmati eggtart ini sama kamu."
Aluna tersenyum. "Terima kasih, Anggara. Sudah lama aku tidak menikmati ini."
"Maafkan ucapan Tiara ya. Dia hanya belum mengenal kamu lebih dalam," ucap Anggara sesal seraya menikmati egg tart favorit mereka di tengah hujan ini.
Aluna mengangguk. "Harusnya aku tidak langsung pergi dan menangis seperti anak kecil," jawab Aluna dengan tawa lirih.
Anggara mengusap ujung bibir Aluna yang terdapat remah-remah egg tart. Aluna menunduk canggung. "Thanks," ucap adik Abimana itu.
"Kamu cantik, Lun. Kelihatan beda," puji Anggara dengan senyum dan tatapan tulus pada sahabatnya. "Mau main hujan? Aku bawa baju ganti yang bisa kamu pakai. Tadinya itu buat oleh-oleh kamu, kita bisa ganti di SPBU terdekat kan nanti? Aku kangen main hujan sama kamu."
Senyum Aluna terbit dan ia mengangguk antusias. Menghabiskan sisa egg tartnya, gadis itu lantas melepas sepatu lalu keluar mobil untuk merasakan hujan yang selalu berhasil membuatnya tenang dan senang. Ya, karena saat hujanlah awal mereka menjadi dekat dan hujan adalah saat paling menyenangkan bagi mereka saat kuliah dulu.
Aluna dan Anggara berlari kecil dan tertawa di bawah awan gelap dan guyuran hujan menuju satu halte sepi di dekat mobil mereka berhenti. Sepasang sahabat itu duduk bersama dan memainkan rinai hujan yang membasahi halte sembari bercerita dan bicara lagi. Aluna lupa dengan sakit hatinya pada Tiara dan itu karena Anggara yang selalu tau bagaimana caranya menghibur gadis panti kesayangannya.
Satu yang tak Aluna dan Anggara tau, bahwa Mercedes Bens milik Emily, sejak tadi bergerak mengikuti mereka dan saat ini berhenti di salah satu tempat untuk memperhatikan gerak gerik Aluna.
Ethan dengan wajah ketat dan buku jarinya yang keras menggenggam kemudi, tak lepas memperhatikan Aluna dan tawa gadis itu yang sialnya, hanya bisa diciptakan oleh Anggara!
********
Ehem ... siapa yang nungguin akuh? Ayok ngaku! wkwkwkwkwk. Tadinya aku mau menyerah update malam ini. Mungkin besok saja karena badan lagi lelah sekali sejak siang tadi.
Ngantuk sejak siang tapi harus ngikutin atasan yang ngajak keliling jakarta hari ini. Maunya tidur di mobil aja selama perjalanan, tapi apa daya, sesebapak nyerocos mulu ngomong ngalor ngidul bikin aku harus melek ikutin obrolan dia. Maklumlah, saya hanya budak korporat seperti apa yang Tiara bilang tadi hahahaha
Sampe rumah rebahan sebentar, eh ketiduran. Bangun-bangun jam sembilan dan lanjut ketik chap ini. Aku gak baca lagi dan maap kalo ada typo dan inkonsistensi.
Happy reading. Jangan lupa vote dan komen kalian yess!!
LopLop
Hapsari
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top