13. Jaga jarak

"Honey bee, stop!" Pramitha sudah tidak tahan. Wanita itu akhirnya bersuara setelah lebih dari tiga puluh menit mendengar Abimana tak henti menginterogasi adiknya.

Sedang Aluna, hanya menunduk di sofa ruang kerja Bima. Aluna, pada akhirnya mengakui bahwa ia tengah dekat dengan mantan kekasih kakak iparnya. Sejak ia bertugas di Arnold Property dan sudah satu bulan lebih ini kedekatan mereka.

"Sayang. Bukan begitu," sela Abimana lagi pada istrinya. "Masalahnya ini Ethan yang pernah menjadi masalah diantara kita!"

"Tapi itu dulu. Who knows sekarang memang Ethan tertarik pada Luna?" sanggah Mitha pelan seraya mengelus rahang suaminya. "Untung saja Aluna memeluk kamu yang hampir saja baku hantam lagi. Aku tidak rela kamu berurusan lagi dengan kode etik, Honey."

Abimana menggeleng tegas dengan mata yang masih memancarkan amarah. "Aku tidak yakin. Pria itu pemain wanita. Aku tau," ucap Bima penuh kencang, lantang, dan penuh keyakinan. "Dia bahkan pernah--"

Aluna semakin menunduk dan kali ini, juga menutup matanya. Bagaimana tidak, ucapan Abimana terhenti mendadak karena istrinya itu, tiba-tiba membungkam bibir si spesialis anak penuh hasrat dan mendalam. Tidak peduli bahwa ada orang lain diruangan itu selain mereka.

"Tapi pada akhirnya, kamu yang memenangkan aku," ucap Pramitha tersenggal setelah melepas pagutan penuh hasratnya. "Cepat mandi. Aku butuh kamu malam ini. Entahlah ... ini karena hormon kehamilan atau karena kamu yang selalu pulang larut malam sampai aku tak sanggup menahan rindu." Kali ini, Mitha mengecup sekilas bibir Abimana yang hanya bisa diam dan luluh menatap wajah istrinya.

"Aluna," panggil Bima

"Ya?" jawab Aluna yang masih menunduk.

"Bilang pada pria itu untuk tidak lagi mendekati kamu." Abimana beranjak dari kursi kerjanya lantas berjalan keluar melewati Aluna yang masih terdiam.

"Aluna," Kali ini Pramitha yang memanggilnya lembut.

Aluna mendongak dan tersenyum canggung pada kakak iparnya.

"Maafkan aku untuk kejadian barusan. Aku harus melakukan itu agar emosinya mereda. Bima hanya ... sedang lelah mengurus dua rumah sakit sekaligus dan itu karena aku yang tidak boleh bekerja selama hamil. Maaf."

"Bukan salah Mbak Mitha. Wajar Mas marah mendapati adiknya diam-diam dekat dengan pria. Apalagi dia...," Aluna tak berani melanjutkan kalimatnya.

"Maaf juga karena Ethan adalah masa laluku. Itu pasti menganggu." sesal Pramitha dengan wajah penuh prihatin pada Aluna. "Tapi untuk sementara, meski mungkin akan terasa berat, bisakah kamu mengikuti apa yang Bima pinta?"

Aluna tak bisa menjawab. Ia hanya terdiam menatap wanita yang menjadi belahan jiwa kakaknya. Di wajah cantik itu, juga tersirat permohonan dan harapan seakan hanya itu yang bisa membuat sang kakak bahagia.

Lalu, bagaimana dengan hatinya yang nyatanya, juga merasa bahagia karena kenyamanan yang Ethan berikan selama ini?

**********

Aluna : Jangan jemput saya besok. Mas Bima marah besar.

Ethan : Kamu tidak melakukan kesalahan. Dia tidak berhak marah.

Aluna : Tolong bantu saya dengan tidak mendekati saya lagi.

Aluna mengehela napas. Jika memang itu yang bisa membuat hubungannya dengan Bima baik, ia akan lakukan. Toh, sebelum dia ditugaskan di Arnold Property, memang tidak ada Ethan di hidupnya kan?

Panggilan vidio call masuk di ponsel Aluna. Anggara Satya.

"Ya, Anggara! Aku baru saja membuka laptop dan siap meretas dan menjelajah sistim Mitra Dagang," sapa Aluna dengan senyum ceria. "Hei .., kamu sedang apa? Itu bukan ruang kerjamu!" tanyanya lagi saat memperhatikan bukan ruang kerja Anggara tempat pria itu berada. Namun kamarnya.

"Aku mau nyanyi. Dengarkan ya!" Mata Aluna menatap layar dimana Anggara mengambil gitar dan mulai memainkan satu lagu yang menjadi favorit Aluna.

Aku takut kamu sedih, kamu hilang, kamu sakit.

Aku ingin kau disini. Disampingku ... selamanya.

Aluna menutup mulutnya dengan satu tangan dan mata gadis itu tiba-tiba berair. Lirik lagu ini, lirik lagu saat mereka harus berpisah setelah kelulusan.

"Jangan menangis Aluna! Tadi aku mengantar adikku wisuda. Lalu teringat kamu yang menangis dan memintaku mendengar lagu ini karena kamu sedih kita harus berpisah."

Aluna teringat peristiwa itu. Saat ia wisuda dan tak ada Abimana yang mendampinginya. Ia menangis dalam pelukan Anggara yang juga memakai toga yang sama dengan dirinya. Aluna yang tak mampu berucap terus terang tentang perasaannya, hanya memberikan ponsel yang tengah memutar lagu itu. Anggara seketika paham. Aluna akan kesepian tanpa dirinya.

"Hei Sist, toh pada akhirnya kita hanya terpisah Jakarta Bandung. Setiap hari pun tak pernah putus komunikasi, kan? ini berkat Mitra Dagang!" ucap Anggara lagi setengah bercanda seraya meletakkan kembali gitarnya pada salah satu sisi ranjang. "Oke .. oke ... kita balik ke pekerjaan saja. Aku akan pindah ke ruang kerja dan kita mulai meretas Mitra Dagang bersama-sama. Kabari aku jika kamu menemukan temuan mencurigakan untuk aku lawan balik,ya!"

"Iya," jawab Aluna parau disela isaknya.

"Oya, kabar baik! Minggu depan aku ke Jakarta lagi. Ada undangan yang harus aku hadiri. Kita makan malam lagi ya!"

"Iya, jemput aku saja seperti kemarin."

"Jangan nangis lagi! Aku on the way ruang kerja ini. Lanjut di chatting ya!"

Aluna yang masih terisak, hanya mengangguk sebelum panggialn vidio call itu terputus. Ia kini mengambil air mineral botol yang ada di meja kerja kamarnya. Namun, tangisan tadi ... mengapa ada wajah Ethan yang muncul saat ia mendengarkan Anggara menyanyikan lagu itu?

Oh Tuhan ..., jangan bilang jika Aluna mulai merasa bahwa ethan adalah salah satu pemecah sepinya saat ini.

Fokus Aluna ... Fokus! Masih ada Anggara yang setia mengisi hari-hari kamu, bukan? Kalian juga dekat meski hanya sahabat. Fokus Aluna ... Fokus. Fokus pada Mitra Dagang dan penghasilan darinya untuk membelanjakan keluargamu di panti asuhan. Anggara tak pernah perhitungan memberikan imbalan untuk jasamu melindungi aplikasinya dari para peretas culas! Fokuslah pada Anggara dan turutilah Abimana. Kamu pasti bisa!

*******

Sudah satu minggu Aluna berusaha menghindar dari Ethan. Meski pria itu masih terus mengikutinya kemanapun, paling tidak, Aluna sudah mampu menolak ajakan-ajakan Ethan untuk makan diluar atau diantar jemput lagi. Aluna yang tadinya sudah membuka hati sedikit demi sedikit untuk pria ini, kini menutupnya lagi demi hubungannya dengan sang kakak.

"Anjaaayyy!! Kata Pak Ernest kita boleh ikutan dia dateng ke acara ini cuy!" Cantika meletakkan satu undangan di meja kerja tim Elba's

"Apaan?" tanya Donna antusias. "Gue juga ikutan?" tanyanya lagi seraya membuka undangan itu. "Demi kutek gue yang tadi pecah!!! Ini beneran kita boleh dateng ke acara ulang tahun Bu Emily!?" Donna mendadak histeris.

Cantika mengangguk semangat sedang Aluna tampak biasa saja.

"Lun! Beli baju sono! Eh, pinjem baju Mpok lu bisa kali? Tinggal beli sepatu, seksi deh lu," usul Cantika.

Aluna bergeming.

"Lun!" Donna menegur temannya yang ternyata sejak tadi, hanya diam memandangi layar kerjanya. Aluna tengah melamun atau terlalu fokus dengan pekerjaan yang sedang tidak menumpuk?

"Eh, apa? Undangan Bu Emily?" Aluna menatap Donna yang memegang undangan. Ia tau itu undangan apa, karena tiga hari lalu, Ethan sudah mengajaknya dan ia menolak. " Aku sebaiknya tidak ikut," jawab Aluna yang kini memandang nanar pada kertas cantik itu.

"Kenapa?"

"Sepertinya Mas Bima akan melarang." Ya ... Aluna tentu tak berani melihat emosi kakaknya lagi. Lebih baik begini. Kembali ke tempat semula. Tanpa Ethan di hidupnya.

Cantika menggeleng, "Wahai gadis dua tujuh tahun yang sudah lima tahun kerja di Elba's. Bilanglah pada dokter yang selalu menemani kamu kencan dengan dokter Dharma si Afgan itu, kalo ada dua peri yang akan jagain cinderella dan dijamin dia tidak akan pulang malam."

Donna mengangguk menyetujui. "Apalagi ada Pak Ernest, dijamin dipantau mampus kita. Gak boleh norak disana!"

Aluna mengendikkan bahu. Sejujurnya ia mau, tapi ia takut.  "Kapan acaranya?"

"Besok," info Donna yang masih membuka undangan itu.

"Aku usahakan datang. Aku bicarakan dulu dengan Mas Bima."

Ini sudah jam pulang dan tim Elba's satu per satu beranjak meninggalkan gedung Arnold's Property. Begitupun Aluna yang kini tengah mengemasi barang-barangnya.

"Aluna," pangil Ethan sore ini. "Pulang bareng aku saja."

Aluna menggeleng menolak Ethan. Entah yang keberapa.

"Ya Tuhan ... suami Pramitha itu sungguh brengsek! Bisa-bisanya dia--"

"Dia kakak saya, jika anda lupa," sela Aluna cepat. "Dan si brengsek yang mungkin Bapak benci saat ini, adalah satu-satunya pria yang saya miliki."

"Tapi ini hidup kamu, Luna!"

"Dan saya hidup dengan dia. Dia yang melindungi dan menjaga saya sejak orang tua kami meninggal. Saya harap Bapak dapat memahami." Aluna bicara dengan wajah dan suara yang datar. Namun tak ada yang tahu jika hatinya teremas perih mendapati ia harus menyudahi sesuatu yang baru saja ingin ia mulai.

"Aku antar. Hanya sampai depan rumah."

Aluna menggeleng lagi. "Terimakasih," ucap gadis itu sebelum meninggalkan Ethan dan berjalan kearah lift untuk turun menuju lobby.

Ethan mengejar. Ia berkeras meyakinkan Aluna bahwa Abimana tidak berhak ikut campur dalam hubungan mereka yang baru saja terjalin erat. Namun Aluna seperti robot yang terprogram menuruti segala perintah kakak sialnya itu. Sial .. Sial .. Sial ..!!! Ethan benci berurusan dengan Abimana Barata!

Yang paling menyebalkan adalah, Ethan menyadari bahwa rencananya kini gagal total! Hatinya justru kerap mendamba Aluna dan sikap introvert gadis itu yang penuh misteri. Aluna dan segala kejutan yang ada di hidupnya dan Aluna yang ternyata ... bukan sembarang gadis seperti kebanyakan wanita yang ia temui.

Pintu lift terbuka. Ethan masih saja bicara panjang lebar membujuk Luna untuk tidak mendengarkan apa permintaan kakaknya. Aluna yang sejak tadi mencoba untuk menekan perasaan dan emosinya, hanya terus melangkah dan memasang wajah datar seakan tak mendengar apa-apa.

"Aku akan mengantarmu, Aluna. Jika suami Pramitha ada, aku akan bicara pada---"

"Aluna!" Ethan terdiam. Ternyata sudah ada Abimana berdiri di lobby gedung ini menunggu adiknya. "Ayo pulang," ajak pria itu tegas dengan mata yang tertuju tajam pada Ethan.

"Jika siap, bicaralah sekarang. Jika tidak, saya pamit pulang duluan." Aluna bicara lirih tanpa menatap Ethan yang hanya terdiam bagai patung mendapati Abimana disini. Jujur ia belum siap berdebat dengan pria itu.

Jadi, yang Ethan lakukan saat ini hanyalah, menatap Aluna yang melangkah menjauhi dirinya dan menggandeng lengan kakaknya erat.

Ethan mendengus kesal seraya mengusap wajahnya kasar. Bagaimana caranya agar Aluna tak lagi menjaga jarak darinya?

Abimana sungguh brengsek!

*******

Selamat malam minggu ... jangan lupa vote dan komennya yess!!!

Happy reading!


LopLop

Hapsari












Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top