12. Dia ....
Mas Bima : Kesayangan Mas ... *emoticon cium*
Aluna : Ya, Mas?
Mas Bima : Hari ini jadwalnya dedek cantik ketemu dokter Dharma.
Aluna tersenyum. Sejak dulu, Mas Bimanya tak berubah memperlakukan dia seperti anak-anak.
Aluna : Ya, aku telepon RS Krida untuk buat janji kontrol gigi
Mas Bima : Siap princess! Mas bilang Dharma biar gak pulang cepat. Minta dia traktir kopi di kedai baru belakang RS Krida.
Aluna : Luna mau pulang cepat saja. Mau kerjakan sesuatu di kamar seperti biasa.
Mas Bima : Yah ... si Dharma patah hati wkwkwkwkwk. Oke, take care dedek manis, anak cantik, kesayangan ayah ibu di surga. jangan lupa cuci tangan sebelum bekerja. hahahahhaa
"Lalu aku kesetrum karena lupa mengeringkan tangan dan memegang kabel yang voltasenya tinggi." jawab Aluna sembarangan sambil tertawa lirih.
Aluna meletakkan ponselnya setelah menghubungi RS Krida untuk mendaftarkan diri untuk janji temu dengan poli gigi. Netra gadis itu kini kembali fokus pada pekerjaannya membantu para user yang tengah menggunakan sistim aplikasi buatan Elba's.
"Donna, gue ijin balik duluan ya. Mau kontrol."
"Owh ... ngurusin pager. Itu kapan dilepasnya emang?"
Aluna tersenyum. "Semoga segera."
"Makan siang yuk! Kantin keburu rame," pinta Cantika yang baru saja datang dari ruangan Arsitek. "Eh Lun, dapet salam dari Ramadhani. Lu sombong katanya."
Aluna tersenyum lagi. "Gak ada urusan gue kesana. Bingung mau apa,"
"Temen lo yang ini gak bisa basa-basi Cantikaaa ... apalagi rumpi! Sama cowok lagi."
Cantika mengangguk. "Hooh, beda sama lu yang dari orok udah ember."
"Ini jadi makan gak kita?" Aluna menginterupsi dua temannya yang tak pernah berhenti jika sudah berdebat. "Keburu rame tadi katanya."
"Aluna makan sama saya!"
Sontak, tiga pasang mata itu menoleh pada suara yang tiba-tiba hadir ditengah mereka.
"Owh ... silahkan pak. Saya berdua aja sama Cantika gak apa kok," ucap Donna dengan senyum penuh makna.
"Saya mau makan sama Donna dan Cantika," tolak Aluna halus.
"Aluna ...," panggil Ethan dengan tatapan mata tajam seakan mengingatkan sudah sedekat apa hubungan mereka. "Makan siang dengan saya," titah pria itu pelan datar dan tak bisa ditolak.
Aluna menoleh pada rekannya lalu mengangguk menyetujui ajakan yang lebih seperti perintah itu. Tanpa sungkan, Ethan bahkan mengambil tangan Aluna dan menggandeng gadis itu berjalan beriringan dengannya menuju parkiran mobil.
All you can eat lunch buffet.
Ini sepertinya terlalu berlebihan. Bagi Aluna, nasi padang, nasi campur atau mie ayam sudah cukup untuk mengisi perutnya di siang hari. Namun Ethan justru membawanya ke dalam restaurant sebuah hotel yang memiliki meja panjang dengan berbagai macam makanan. Belum lagi stall yang mengelilingi restaurant ini.
"Kamu mau gelato? Aku ambilkan," tawar ethan pada Aluna yang kini menyendok fettucine dengan daging asap. "Atau dimsum?"
Aluna menggeleng. "Ini saja dulu," jawabnya dengan senyum penuh terimakasih. "Lagipula, bukankah ini terlalu mahal untuk makan siang, ya?"
Ethan tersenyum lantas mendekatkan wajahnya pada Aluna. "Tidak ada yang mahal jika itu untuk kamu," ucapnya lirih dengan gestur penuh kemesraan. Jari pria itu bahkan menggoda hidung Aluna yang bertugas menopang kaca mata gadis itu.
"Tapi buat saya ini berlebihan. Lain kali, di tempat yang biasa saja."
"Kamu tidak suka?"
"Bukan," sangkal Luna. "Hanya saja, akan boros jika terlalu sering kesini. Sesekali tidak apa," jelasnya santai sambil menikmati teh yang entah mengapa, terasa enak. Ia harus tetap tenang ditengah kegugupannya menghadapi perlakuan manis Ethan.
Ethan mengulurkan tangannya membelai lembut rambut Aluna. Ia bahkan tak segan menghirup aroma rambut gadis itu. "Lain kali kamu yang pilih tempatnya kalau begitu," bisik Ethan di telinga Aluna setelah melepas bibirnya dari kepala Adik Abimana.
Aluna yang membatu kala mendapat ciuman di kepalanya, hanya bisa mengangguk pelan mengiyakan ucapan pria yang tengah dekat dengan dirinya. Sebentar, apakah ... pria dan wanita jika dekat, memang begini? Ia dan Anggara sudah dekat selama bertahun-tahun. Namun Anggara ... tak pernah berlaku seintens dan seintim ini dengan dirinya. Tapi kenapa Ethan ...?
Aluna sungguh tak mengerti. Namun ia mencoba memahami kali ini.
"Aluna." panggilan itu menyadarkannya dari lamunan sesaat.
"Iya?"
"Apa Pramitha tau tentang kedekatan kita?" Ethan membuka pertanyaan yang seketika membuat kening Aluna berlipat.
"Apa Mbak Mitha harus tau?"
"Ya ... dia kakak kamu, kan? Bukankah biasanya setiap kakak tau apa yang terjadi pada adiknya?"
Aluna menggeleng. "Tapi saya tidak ingin orang tau tentang hubungan ini. Kecuali Donna dan Cantika yang memang sudah tau karena Bapak yang tak pernah menutupi."
"Kenapa?"
Aluna menghela napas, lalu menatap Ethan dalam. "Boleh 'kan, jika saya masih ragu dengan bapak dan hubungan kita? Saya ... hanya tidak ingin terlalu ramai jika banyak orang yang tau tentang kita. Saya kurang nyaman."
"Padahal sudah satu bulan lebih saya mendekati kamu."
"Apa waktu jadi masalah?"
Ethan menggeleng. "Tidak. Tenang saja," ucapnya lembut seraya tersenyum manis pada Aluna. Namun senyum itu harus pudar seketika saat netra Ethan melihat sosok wanita yang berdiri beberapa meter di belakang Aluna.
Veronica? Sial! Mau apa dia disini?
Wanita dengan bodycon dress yang membentuk tubuh menggoda itu, menatap Ethan dengan binar seakan mengancam. Bibir merah menyalanya menyeringai penuh arti pada adik Emily itu.
Ethan berusaha tampak biasa saja. Seakan tak mengetahui jika ada teman berbagi malamnya di tempat ini. Ia tidak boleh terkejut dan membuat Aluna curiga. Pria itu bahkan memutus kontak matanya dengan Veronica dan kembali memperhatikan Aluna. Tangan Ethan juga kerap membersihkan saus-saus yang tertinggal di sudut bibir Aluna.
Netra Veronica, kini mengarah pada sosok Aluna yang masih duduk tenang di salah satu meja. Bibirnya tersenyum dengan binar penuh prihatin melihat sosok wanita yang kini sedang Ethan manjakan. Supermodel ini bahkan sempat mengerling pada Ethan saat pria itu menatapnya lagi. Kerlingan yang sarat akan pesan penuh rahasia diantara mereka.
******
"Lah, pak, Aluna ijin pulang cepat hari ini. Saya sudah info Pak Ernest bahkan saat makan siang. Emangnya Luna gak bilang Bapak kalo dia mau ngurusin pager?"
"Pager?" Kening Ethan menyernyit mendengar penjelasan Donna tentang mengapa Aluna tidak ada saat Ethan ingin mengantarnya pulang.
Donna menyengir penuh canda, "Pager giginya Luna," jawab Donna dengan senyum setengah tawa. "Dia kontrol behel tiga bulanan di RS Krida. Tempat dulu Mas Bima kerja sebelum dikawinin sama Golden Hospital."
Ethan tersenyum sedikit masam. Entah karena mendapati Aluna pergi tanpa pamit, atau Donna yang menyebut nama Abimana dan Golden Hospital dalam informasinya.
"Yasudah, terimakasih Donna. Saya susul Aluna saja. Jam berapa dokter giginya praktek?"
"Dokter Afgan itu ..." Donna mengetuk jarinya di bibir, tampak berfikir, "Biasanya emang sore sih, setau saya. Namanya dokter Dharma, Pak. Tapi mukanya nerd-nerd cute gitu kayak afgan. Cocok deh kalo disandingin sama Luna! Eh ... maksudnya, tapi Luna kayaknya gak suka kok sama dia," cerocos Donna yang emang beneran ember dari lahir. "Bapak jangan kuatir. Aluna gak pernah bales kode-kodenya si Afgan kok, eh maksud Donna dokter Dharma. Eh ... gue ngomong apa sih!" Si budak micin itu menepuk wajahnya agar berhenti bicara yang tidak-tidak.
Ethan menaikkan satu alisnya menatap Donna yang tampak salah tingkah.
"Pokoknya Bapak kalo mau nyusul Luna ya sono gih, ke RS Krida. Cari poli gigi dengan dokter Dharma. Itu dokter yang udah lima tahun ini handle giginya Luna."
"Oke, terimakasih." Ethan mengangguk lalu beranjak meninggalkan Donna yang masih memukul pelan mulut bocornya itu.
RS Krida Jakarta
Ethan berjalan santai menuju poli gigi yang sudah diarahkan oleh security yang ia lewati tadi. Ia tak sekalipun merasa terganggu meski banyak orang yang menatapnya penuh kagum. Bahkan, tak sedikit yang terang-terangan menegur dirinya atau berbisik membicarakan dirinya.
Nasib seleb memang begitu.
Namun demi Aluna dan hati gadis itu, ia tak akan menutupi status apapun baik siapa dirinya dan apa hubungannya dengan Aluna. Dia akan menunjukan pada dunia bahwa Ethan Arnold yang selalu dikelilingi wanita cantik bertubuh seksi, kini sedang dekat dengan gadis yang ia yakin tak sedikitpun orang kira.
"Permisi," sapa Ethan pada petugas pendaftaran poli gigi. "Pasien Aluna Barata sudah selesai kontrol atau belum ya?" tanya Ethan lagi.
Wanita dengan rabut disanggul rapih dan berseragam itu terpana sesaat sebelum akhirnya tersadar saat Ethan berdehem menegurnya lagi. "Owh ... sedang diruangan dokter Dharma. Mau menyusul masuk atau menungu?" tawarnya malu-malu dan canggung.
"Saya tunggu saja. Dimana ruang prakteknya?"
Si petugas menunjuk satu pintu yang tertutup. "Disana. Bapak bisa menunggu di bangku tepat di depan pintu itu."
Ethan mengangguk lantas beranjak menuju tempat yang ditunjuk. Lima menit hingga lima belas menit Ethan tetap duduk di kursi tunggu itu namun Aluna belum juga keluar dari ruang praktek itu. "Lama sekali, sih!" keluh Ethan sendiri. Namun penantian itu tak lagi lama, saat akhirnya daun pintu itu terbuka dan Aluna keluar dari sana.
"Sayang," Ethan menyapa Aluna dan menghampiri gadis itu.
Aluna terkejut mendapati Ethan ada di hadapannya saat ini. "Kenapa bisa...?" lirih Aluna bertanya.
Ethan tersenyum lantas mengusap pelan kepala Aluna. "Donna yang kasih tau. Ayo, aku antar pulang," ajak Ethan yang kini menggenggam tangan Aluna dan menggiringnya menjauhi ruangan dokter yang kata Donna mirip afgan itu. Persetan. Tetap ia yang lebih tampan dan kaya!
"Ta ... tapi ..." Aluna berhenti dan menolak kaitan tangan mereka.
"Aluna!"
Ethan dan Aluna menoleh lagi pada asal suara di ruang praktek itu dan kini bukan hanya Luna yang terkejut, Ethan juga.
"Mas ... ini ...," tergagap Aluna mencoba menjelaskan pada kakaknya.
"Kenapa ada dia?" tanya Ethan berbisik penuh amarah dan dendam.
Aluna menoleh pada Ethan dengan tangan yang masih berusaha melepas kaitan mereka. "Mas Bima memang selalu menemani saya kontrol. Sesibuk apapun dia," jelas Luna pelan lalu netra gadis itu kembali pada kakaknya yang menatap genggam tangan mereka penuh amarah. "Ini ... ini ... itu Mas. Ini ..."
"Lepas, Aluna!" perintah Abimana tegas. Pria berjas putih itu bahkan maju dan merebut Aluna dari Ethan. Kini mata pria itu terpejam seraya menarik napas dalam seolah memendam gejolak amarah yang tiba-tiba meluap. "Semoga Mas salah. Semoga Mas salah saat mendengar dia memanggil kamu sayang!?" tanya Abimana mendesis dan Aluna mendadak ingin menangis.
"Dia ... dia ... Ethan. Ethan ... dia ..." Aluna tergagap dengan mata yang tak bisa fokus menatap binar tajam kakaknya.
"Aluna kekasih saya. Kami tengah dekat dan sangat dekat," jawab Ethan dengan santai dan seringai menantang Abimana.
"Bajingan kamu!"
"Mas!!!"
**************
Sabtu minggu libur yess! Kecuali aku lagi bengong dirumah baru deh aku nulis lagi wkwkwkwk...
Happy reading! Votes dan komennya naikin yah dari yang kemarin wkwkwk Aku syukak sama antusias kalian di cerita ini wkwkwkwk makin bakar semangat. Hassyyeekkkk ....
LopLop
Hapsari
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top