part 24

Wajah Calvin nampak muram. Awan gelap menyelimutinya. Ia kembali dengan perasaan marah. Proposal yang ia tawarkan pada Mr. Hailey tidak diterima. Mr. Hailey bahkan menghinanya dengan kata-kata sarkas.

Hanya ini yang bisa kau tawarkan untukku? Ckck, kau hanya membuang waktuku.

Calvin telah membuat proposal itu sendiri agar ia bisa memuaskan Mr. Hailey, tapi siapa yang sangka bahwa proposalnya akan ditolak mentah-mentah. Ketika ia ingin menawarkan kesepakatan lain, Mr. Hailey sudah tidak ingin mendengar. Mr. Hailey memang sangat sulit didekati, jika ia berkata 'tidak' maka tidak akan ada yang bisa mengubahnya.

"Kau sudah kembali?" Briella menyambut Calvin. Ia bersiap untuk mengadukan sikap kasar Kenneth padanya.

"Aku sedang lelah. Kita bicara lagi nanti." Calvin melewati Briella begitu saja. Suasana hatinya sedang sangat buruk, ia butuh waktu untuk sedikit menenangkan diri.

Briella tercengang. Tidak percaya bahwa Calvin akan melewatinya begitu saja setelah beberapa hari mereka tidak bertemu.

"Apa-apaan kakak-beradik ini?" geramnya jengkel. Namun, ia cukup pintar untuk menempatkan diri dengan tidak mengganggu Calvin sampai Calvin bicara padanya.

Calvin masuk ke ruang kerjanya. Duduk di sofa dengan wajah muram. Ia melepaskan jasnya, kemudian melonggarkan dasinya dan menbuangnya ke sembarang tempat. Calvin membuka kancing teratas kemejanya. Ia merasa sedang tercekik saat ini.

Kenapa akhir-akhir ini semua yang ia lakukan tidak berjalan dengan baik. Masalah datang silih berganti, membuatnya sangat muak.

Calvin memejamkan matanya, tangannya bergerak memijat pelipis membuang rasa pening yang menghantamnya.

Dulu, setiap Calvin ingin menawarkan kerjasama dengan perusahaan besar proposalnya tidak pernah ditolak. Semua usahanya berjalan dengan lancar. Mata pria itu terbuka, menerawang jauh kembali ke masalalu. Masa di mana Aletta selalu membantunya setiap membuat sebuah proposal. Bukan hanya itu, setiap kali ada pertemuan dengan orang penting, Aletta selalu menyiapkan hadiah yang harus diberikan pada orang penting tersebut. Bukan bentuk sebuah sogokan, melainkan sebuah ketulusan.

Calvin ingat setiap kali ia lembur, Aletta akan membuatkan minuman hangat dan cemilan untuk menemaninya lembur. Dan ketika ia tertidur, Aletta yang akan menyelesaikan pekerjaannya. Aletta juga akan menyelimutinya dan membiarkan ia beristirahat dengan tenang.

Ketika ia terjaga, Aletta juga sudah terjaga. Entah wanita itu tidur atau tidak, tapi Aletta tidak pernah mengeluh. Setelah membantunya, Aletta mengurus semua keperluannya dan Meisie, lalu merapikan rumah. Dan tak sekalipun Aletta berkata ia lelah. Setiap ia pulang ke rumah, Aletta selalu tersenyum, kembali mengurusnya entah wanita itu sudah istirahat atau belum.

Ketika Calvin mengingat segalanya, ruang hatinya menjadi kosong.

Apa yang salah denganku? Itu hanya seorang Aletta.

Calvin menolak mengakui bahwa Aletta telah melakukan segalanya tanpa kenal lelah. Menolak mengakui bahwa keberhasilannya saat ini adalah berkat bantuan dan kecerdasaan Aletta dalam mengelola bisnis.

Menyalakan rokoknya, Calvin menghisap lalu menyemburkan asap hingga menutupi wajahnya. Calvin selalu merokok jika ia menghadapi masalah. Kebiasaannya ini sudah berhenti sejak lama, tapi akhir-akhir ini terulang kembali karena pikirannya yang kacau.

Dulu, ketika ia merokok, Aletta akan merebutnya. Mengocehinya tentang bahaya merokok, kemudian membantunya menyelesaikan masalah.

Aletta selalu memberinya perhatian meski ia tidak meminta sama sekali. Aletta selalu memulai pembicaraan ketika ia memiliki masalah, bertanya ada apa, kemudian menenangkannya.

Aletta memang tidak mengelola bisnis, tapi Aletta pandai dalam bidang itu meski tidak terjun secara langsung. Aletta memang tidak populer, tapi ia bersikap baik pada semua orang. Aletta memang tidak cantik, tapi ia pandai merawat orang di sekitarnya. Aletta pandai memasak. Aletta pandai bermain musik. Aletta pandai mencairkan suasana.

Otak Calvin memikirkan itu tanpa sadar.  Membuat relung hati Calvin terasa nyeri. Kenapa ia memikirkan tentang Aletta? Wanita itu tidak ada arti apapun baginya.

Pintu ruang kerja Calvin terbuka, sosok Briella muncul dari sana, di tangan Briella ada secangkir minuman hangat. Briella cukup pintar untuk tidak mengganggu Calvin, ia datang hanya untuk memberikan minuman pada Calvin.

"Minumlah ini." Briella meletakannya ke meja.

Mata Calvin melirik Briella. Ia diam dengan tatapan menilai. Baik ayah, ibu ataupun adiknya tidak menyukai Briella, dan menanyakan apa yang ia lihat dari Briella. Kini Calvin sedang menilai pilihannya kembali. Briella memiliki apa yang tidak Aletta miliki, kesempurnaan fisik. Briella juga mampu menyenangkan hatinya. Briella menarik dan energik. Ditambah, Briella adalah primadona. Di mana pun Briella berada, ia pasti akan menjadi pusat perhatian.

Sedang Aletta? Jika disandingkan dengan Briella, Aletta lebih terlihat seperti pelayan Briella.

Calvin tersenyum pahit. Ia tidak salah menentukan pilihan. Hanya orangtua dan adiknya yang tidak mengerti dirinya.

Briella yang ditatap aneh oleh Calvin mengerutkan keningnya. Ia mencoba menebak apa yang sedang prianya pikirkan saat ini. Kenapa ekspresinya seperti itu.

"Ada apa? Apakah ada yang salah denganku?" Briella tidak tahan dengan tatapan Calvin.

Calvin menarik Briella ke pangkuannya. "Tidak. Tidak ada yang salah denganmu."

Briella tersenyum cerah. Prianya sudah dalam suasana hati yang baik.

Calvin butuh hiburan. Dan saat ini yang bisa memperbaiki suasana hatinya hanyalah Briella.

"Aku menginginkanmu." Calvin bersuara sensual.

Briella dengan senang hati melemparkan tubuhnya pada Calvin. Ia membelai rahang Calvin dengan wajah yang menggoda. Bibir sexy Briella bertabrakan dengan bibir Calvin, saling sesap dan saling lumat.

Atmosfer di ruang kerja itu berubah menjadi sangat membara. Letupan gairah memenuhi Briella dan Calvin.  Briella melucuti pakaiannya hingga ia telanjang sepenuhnya, sementara Calvin, ia masih berpakaian lengkap.

Tanpa mereka sadari pintu terbuka. "Papa!" Suara riang Meisie terdengar. Wajah gadis kecil yang tadinya bahagia itu kini menjadi pucat.

"Meisie!" Calvin cepat menyingkirkan Briella dari atas pangkuannya. Sementara Briella yang telanjang segera memungut pakaiannya. Ia seperti seorang pelacur yang ketahuan oleh istri pelanggannya.

Ke mana pengasuh sialan itu! Briella memaki dalam hatinya sembari mengenakan pakaian.

Mata Meisie memerah. Ia menatap papanya kecewa.

Calvin mendekati Meisie. "Meisie, kenapa Meisie ke sini?" Calvin bersikap seolah ia tidak melakukan apapun.

"Apa yang Papa lakukan dengan Tante Briella?" Mata Meisie tampak berkaca-kaca.

"Tante Briella kepanasan, Papa hanya membantunya."

"Papa bohong!" Meisie meninggikan suaranya. Gadis ini sudah cukup pintar untuk dibohongi.

"Meisie, Papa tidak berbohong." Calvin masih mempertahankan bualannya.

Briella telah selesai memakai pakaiannya. Ia mendekat ke Meisie dan meyakikan Meisie. "Papamu tidak berbohong, Sayang."

"Kau wanita jahat! Kau mencoba mengisi posisi Mama! Aku tidak mau memiliki Mama pengganti sepertimu!" Meisie bersuara telak.

Calvin dan Briella terkejut kalimat itu bisa keluar dari mulut Meisie.

"Meisie, jangan bicara seperti itu." Calvin bersuara lembut. Mencoba memberi pengertian pada putrinya.

"Aku benci Tante! Jangan pernah dekati Papa lagi!" Meisie semakin memberi jarak untuk Briella.

Hati Briella tertusuk. Mendengar kata benci keluar dari mulut Briella sama seperti ada landak di kerongkongannya. Membuatnya sakit dan berdarah.

"Sayang." Briella mencoba menggapai Meisie, tapi Meisie segera mundur seakan ia sangat jijik dengan Briella.

"Papa jauhi Tante jahat ini. Aku tidak ingin punya ibu pengganti!" tekan Meisie sembari menangis.

Di luar ruang kerja Calvin, ada Qyra yang mendengarkan. Ia tersenyum tipis, ia membawa Meisie ke sana di waktu yang tepat. Kali ini ia berhasil memukul Briella lagi.

Bukankah menyakitkan dibenci anak sendiri?

Briella pantas mendapatkannya.

"Briella, pergilah dulu." Calvin tidak punya pilihan lain. Jika ia memaksa Meisie sekarang maka itu hanya akan membuat Meisie tertekan. Ia akan memberikan pengertian pada Meisie pelan-pelan sampai Meisie bisa menerima kehadiran Briella.

Briella lagi-lagi harus menyingkir. Ia kalah dengan anaknya sendiri. Menuruti Calvin, ia pergi dari ruangan itu dengan wajah yang sangat kesal.

Di dekat tangga, ia berpapasan dengan Qyra. Briella menghentikan Qyra dengan mata yang seperti ingin membakar Qyra.

"Apa saja yang kau kerjakan, hah! Kenapa kau membiarkan Meisie berkeliaran sendirian!" Briella menumpahkan kemarahannya.

Qyra tampak terkejut dengan kemarahan Briella. Ia berpura-pura tidak tahu. "Apakah terjadi sesuatu pada Nona Meisie?" Qyra bertanya polos.

Briella ingin sekali mencekik Qyra sampai mati. "Kau bisa bekerja atau tidak, hah!"

"Nyonya, saya tidak mengerti kesalahan saya di mana."

"Kau membiarkan Meisie pergi ke ruang kerja Calvin!"

"Ah, itu." Qyra teelihat mengerti ke mana arah pembicaan Briella. "Maafkan saya, Nona. Nona Meisie mengatakan ingin memberitahu Tuan Calvin mengenai pementasan hari ini, dan saya membiarkannya pergi karena itu hanya ke ruang kerja ayah Nona Meisie. Saya tidak tahu jika.... "Qyra menggantung ucapannya. Ia sengaja membuat Briella semakin jengkel padanya.

"Kau tidak becus bekerja! Kau dipecat!" Briella bertingkah seakan ia nyonya rumah.

Qyra tersenyum mengejek Briella. "Anda tidak bisa memecat saya. Saya di sini bekerja pada Tuan Calvin bukan Anda."

"Kau!" Briella hendak melayangkan tangannya.

"Jangan sakiti Bibi Qyra!" Suara melengking Meisie menghentikan tangan Briella.

Lagi-lagi tepat waktu. Qyra sangat senang menjatuhkan Briella di depan Meisie. Akan ia buat Briella tak bisa menggapai Meisie sama sekali.

"Briella, apa yang kau lakukan?" Calvin mengisyaratkan agar Briella pergi.

Briella menelan kekesalannya mentah-mentah. Ia kemudian pergi dengan wajah merah padam.






Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top