part 17

Kenneth baru saja selesai melakukan operasi. Saat ini ia tengah memeriksa perkembangan pasiennya melalui komputer.

Lagi-lagi Kenneth mendengar staf di rumah sakit membicarakan tentang Briella. Bukankah sudah lebih dari dua minggu? Apa mereka tidak bosan membicarakan topik yang sama setiap harinya?

"Aku semakin penasaran dengan pria yang menjadi kekasih Briella. Dia haruslah tampan dan kaya." Seorang perawat sibuk melihat ponselnya.

Sekilas mata Kenneth menangkap foto yang memperlihatkan Briella tengah mencium seorang pria di depan pintu hotel.

"Bisa aku pinjam ponselmu?" Kenneth fokus pada ponsel si perawat.

Kikuk, perawat itu menyerahkan ponselnya. Jantungnya berdetak kencang hanya karena Kenneth bicara padanya.

Kenneth tidak tertarik sama sekali dengan berita tentang Briella, ia hanya tertarik pada pria yang bersama Briella.

Tidak mungkin. Kenneth mengenal postur tubuh pria itu. Terlebih jam tangan yang dikenakan olehnya. Jam itu hanya dibuat untuk satu orang, dan orang itu adalah Calvin. Kenneth memberikan jam itu pada Calvin ketika Calvin berulang tahun lima tahun yang lalu.

Kenneth mengembalikan ponsel yang ia pinjam. Ia kembali ke ruangannya untuk mengganti pakaian, kemudian pergi dari sana. Pikirannya berkecamuk, dadanya bergejolak tak karuan.

Di dalam mobilnya, Kenneth mengingat Briella yang mengunjungi kakaknya ketika ia bertamu ke kantor kakaknya. Tidak, tidak mungkin kakaknya menjalin hubungan dengan Briella. Ini pasti salah.

Kenneth mencoba menyingkirkan pikiran buruk yang memenuhi otaknya.

Setengah jam perjalanan, Kenneth sampai di depan perusahaan kakaknya.

"Mr. Calvin ada di ruangannya?" Kenneth bertanya pada sekertaris Calvin.

"Ada." Sekertaris Calvin menjawab cepat.

Kenneth masuk ke dalam ruangan kerja kakaknya.

"Ken?" Calvin mengerutkan keningnya. Apa yang membawa adiknya datang ke kantornya tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

"Kebetulan aku ada keperluan di sekitar sini, jadi aku memutuskan untuk mampir sebentar." Kenneth duduk di sofa.

Calvin melangkah menuju ke sofa, ia tidak menyadari bahwa saat ini Kenneth tengah melihat ke arah tangannya.

Sangat kebetulan, hari ini kakaknya mengenakan jam tangan yang ia berikan. Jadi tidak ada kemungkinan jam itu hilang atau apapun.

Dada Kenneth makin berdetak tak karuan. Ia masih tidak ingin mempercayai tentang hubungan kakaknya dengan Briella. Mungkin itu hanya kesalahan, mungkin hanya...

Kenneth tertegun. Kesalahan? Di foto itu Briella dan kakaknya berciuman di sebuah hotel. Tak akan ada kesalahan, mereka benar-benar memiliki hubungan.

Tapi sejak kapan?

Pertanyaan itu berputar liar di benak Kenneth. Tidak, hubungan mereka pasti baru dimulai setelah Aletta tiada.

Ketika Kenneth ingin mempercayai pikirannya, ia malah semakin ragu.

Sekertaris Calvin masuk, meletakan minuman di meja.

"Kak, aku lupa ada pekerjaan penting. Aku pergi sekarang." Kenneth berdiri lalu pergi.

Calvin menggelengkan kepalanya. Sepertinya belajar terlalu keras membuat adiknya jadi pelupa.

Sepanjang mengemudikan mobilnya, Kenneth terus memikirkan tentang Calvin dan Briella. Ketika ia memikirkan kakaknya dan Briella berhubungan di belakang Aletta, hatinya merasa sangat sakit. Kenneth masih berharap bahwa ia salah.

Kakak tidak mungkin melakukan hal seburuk itu. Kenneth mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Kini ia tidak tahu harus melakukan apa. Mencari tahu kebenarannya, atau memilih mempercayai pikirannya sendiri. Kenneth tidak siap kecewa jika kakaknya benar-benar mengkhianati Aletta.

***

"Bagaimana? Apakah kau menemukan keberadaan pria itu?" Qyra menghubungi seorang detektif swasta untuk mencari pria yang dibayar oleh Calvin untuk menjadi selingkuhannya.

"Saat ini aku sedang mengikutinya."

"Bawa dia padaku."

"Baik."

Qyra menutup panggilan itu. Tatapannya sedingin es. Upayanya untuk menemukan komplotan Calvin telah membuahkan hasil. Uang memang bisa menyelesaikan banyak masalahnya.

Sementara itu di tempat lain, Calvin juga telah menemukan orang yang Qyra bayar untuk mengikutinya. Kini orang itu tengah disiksa oleh orang Calvin.

"Aku sungguh tidak tahu siapa orangnya. Dia hanya memberiku perintah lewat telepon, lalu membayarku dengan mengirimkan uang melalui kurir, kemudian aku mengirimkan hasil fotoanku melalui email." Pria itu masih pada jawaban yang sama. Ia tidak berbohong sama sekali, memang seperti itulah kenyataannya.

Calvin yang duduk memandangi orangnya bekerja kini bangkit dari posisinya. Orang yang ia cari benar-benar cerdik. Ia menggunakan metode yang sulit untuk dilacak. Namun, Calvin tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan menemukan wanita itu cepat atau lambat.

"Habisi dia." Calvin memberi perintah seolah nyawa pria yang babak belur itu tidak ada artinya.

"Tuan, ampuni aku." Pria itu memelas.

Calvin mengabaikannya dan pergi. Begitulah cara Calvin memberi balasan pada orang-orang yang telah membuat masalah dengannya.

Selama ini tangannya masih bersih, ia hanya memberi perintah pada orangnya untuk melakukan pembunuhan. Satu-satunya nyawa yang ia renggut langsung hanyalah Aletta.

***

"Bisakah kau temani Meisie pada hari pementasan di sekolahnya? Kakak memiliki rapat penting yang tidak bisa ditinggal." Calvin meminta tolong pada Kenneth lagi.

"Kapan?"

"Lusa."

"Baiklah."

"Terima kasih, Ken. Kakak sangat mengandalkanmu."

"Hm." Ken hanya membalas dengan deheman.

Calvin menutup panggilannya. Kali ini ia tidak berbohong. Ia memang memiliki pertemuan yang penting, bahkan sangat penting. Orang yang akan ia temui adalah pimpinan sebuah perusahaan yang sudah lama ingin ia ajak kerjasama, dan baru kali ini Mr.Hailey memiliki waktu untuk mendengarkan rancangan usahanya.

Calvin sudah mengerahkan banyak usaha agar Mr. Hailey menyetujui proposal kerjanya, mulai dari mengirimkan barang antik hingga ke wanita cantik.

Jika ia berhasil menjalin kerjasama dengan Mr. Hailey, keinginannya untuk membangun tower 100 lantai di pusat kota S akan berjalan dengan lancar. Sejak dulu Calvin memiliki mimpi membangun tower itu. Ia ingin memandangi keindahan kota S dari lantai teratas tower.

***

Kenneth kembali bersandar pada kursinya setelah meletakan ponselnya di meja. Ia menutup mata, pikirannya seperti benang kusut. Masih tentang kakaknya dan Briella.

Semakin ia tidak ingin mencari tahu, semakin batinnya bergejolak.

Rasa bersalah begitu menyiksanya. Membuat ia tidak bisa tidur dengan tenang.

"Meski kenyataannya akan mengecewakan, aku harus mencari tahu kebenarannya." Kenneth akhirnya memutuskan pilihannya. Ia tidak boleh menjadi pengecut.

Dan saat Kenneth telah menentukan pilihannya, Kenneth tidak tahu apa yang akan ia temui selanjutnya.

Ponsel Kenneth kembali berdering. Ia segera meraih ponselnya dan menjawab panggilan dari Dave, teman sekelasnya semasa sekolah menengah atas yang berprofesi sebagai detektif swasta.

"Orang itu sudah ada padaku, Ken. Harus kuapakan dia?" tanya Dave.

"Jangan lakukan apapun, Dave. Aku akan segera ke sana."

"Baiklah."

Kenneth menyambar kunci mobilnya dan pergi meninggalkan ruang kerjanya.

Sampai di tempat Dave, Kenneth bergegas turun. Ia masuk ke dalam setelah Dave membukakan pintu untuknya. Tempat kerja Dave yang dipenuhi alat-alat canggih.

Selain sebagai detektif swasta, Dave juga melakukan beberapa pekerjaan ilegal. Melakukan banyak penipuan yang membuatnya menghasilkan jutaan dollar.

Di sofa, seorang pria sudah duduk dengan kedua tangan terikat.

"Aku akan meninggalkan kalian berdua." Dave menepuk pundak Kenneth lalu pergi.

Kenneth melangkah ke sofa. Ia mengambil kursi dan duduk di depan pria yang terikat.

"Siapa kau?" Pria itu menatap Kenneth tajam.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku." Kenneth membalas dingin. Ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukan foto Aletta pada pria itu. "Kau kenal wanita ini?"

"Aku tidak kenal." Pria itu menjawab asal.

Kenneth tersenyum tipis. Ia terlihat mengerikan dengan seyuman itu. "Lihat sekali lagi dan katakan yang sejujurnya. Aku tidak memiliki banyak kesabaran untuk bermain denganmu."

Hanya kata-kata saja mampu membuat lelaki yang terikat itu merasa merinding. Jika Kenneth bukan dokter, ia sangat cocok menjadi mafia. Semua orang pasti akan takut padanya.

"Aku benar-benar tidak kenal wanita itu. Aku melihatnya hanya sekali. Waktu itu aku diberikan uang oleh seseorang dan diminta untuk berpose tidur dengannya tanpa busana."

"Siapa orang yang membayarmu?"

"Aku bekerja hanya untuk mencari uang, bukan untuk mengetahui identitas orang yang membayarku." Dengan kata lain pria ini tidak mengenal siapa yang membayarnya.

"Jika kau sudah tidak memiliki hal yang ingin diketahui lagi. Maka bebaskan aku." Pria itu bicara seolah ia tidak melakukan kesalahan.

Kenneth mendengus pelan. "Kau seharusnya tidak menerima uang dari pekerjaan menghancurkan hidup orang lain."

"Hidup ini kejam, Tuan. Jika aku tidak melakukan pekerjaan ini maka aku tidak akan bisa bertahan hidup."

Kenneth ingin sekali menjahit bibir pria menjijikan di depannya. Sayangnya, Kenneth tidak suka mengotori tangannya untuk menghajar sampah seperti pria itu.

Ken mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Dave. Temannya itu segera masuk selang beberapa saat dari panggilannya.

"Aku sudah selesai dengannya, Dave. Hajar dia lalu berikan dia uang untuk berobat."

Wajah pria yang terikat menjadi pucat. "T-tuan, biarkan aku pergi."

"Tak ada yang menahanmu, sialan! Kau hanya perlu di sini sebentar lagi." Dave menyeret pria itu menjauh dari Kenneth. Ia melemparkannya ke orangnya sembari menyelipkan uang ke saku pria itu sebagai kompensasi dari rasa sakit yang akan pria itu rasakan.

"Awasi setiap gerak gerik pria itu, Dave. Aku masih membutuhkannya untuk memberitahu semua orang bahwa Aletta dijebak."

"Baik, Ken."

"Terima kasih sudah membantuku."

"Tidak perlu berterima kasih, Ken. Jika kau membutuhkan sesuatu yang lain, jangan sungkan." Dave memiliki hutang nyawa pada Kenneth, jadi apa yang ia lakukan saat ini masih belum bisa membalas jasa Kenneth yang telah menyelamatkan adiknya dari penyakit kanker tahun lalu.

"Ya." Kenneth bangkit dari tempat duduknya. "Aku pergi dulu."

"Ya. Sampai jumpa lagi."






Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top