part 16
Calvin meraih handuk kecil yang ada di keningnya.
Aletta. Ia membuka matanya, dan yang ia temukan bukan Aletta melainkan Briella.
"Kau sudah bangun? Bagaimana kepalamu? Masih sakit?" tanya Briella khawatir.
"Sudah lumayan membaik." Calvin mengubah posisi berbaringnya jadi duduk.
"Aku akan meminta pelayan membuatkan bubur untukmu."
"Hm."
Briella pergi. Calvin melihat handuk kecil yang ia genggam. Perasaanya tiba-tiba menjadi sedikit hampa.
Kenapa ia mencari sosok Aletta? Calvin merasa mungkin ia sudah mulai gila karena banyak masalah yang ia hadapi.
Briella kembali dengan semangkuk bubur dan air minum di nampan. Ia duduk di ranjang dan menyuapi Calvin.
Kerongkongan Calvin tidak bisa menelan bubur itu. Perutnya menjadi mual ketika ia memaksa untuk makan. Rasa bubur itu tidak sama dengan yang sering Aletta masak ketika ia sedang sakit.
"Cukup." Calvin menolak untuk melanjutkan makan.
"Kau baru makan dua suapan, Sayang. Kau perlu makan agar memiliki tenaga." Briella membujuk Calvin. Ia mencoba menyuapi kekasihnya lagi.
Calvin mengatup mulutnya rapat. Briella menyerah. Ia membawa kembali bubur itu ke dapur.
Di dapur, Qyra melihat Briella kembali dengan bubur yang tidak berkurang. Tidak boleh seperti ini. Akan tidak menyenangkan jika ia memberikan pembalasan saat kondisi Calvin buruk. Ia ingin Calvin merasakan badai yang ia datangkan ketika pria itu sehat, tapi tidak bisa melakukan apapun.
Seperginya Briella, Qyra membuatkan Calvin bubur. Ia melakukannya bukan karena masih sayang, tapi murni demi kepuasannya sendiri.
Usai masak, Qyra membawa bubur itu ke kamar Calvin. Ia mengetuk pintu, dan yang membuka pintu kamar adalah Briella.
Tatapan tak suka langsung menghujam Qyra. Terlebih ketika Briella melihat bubur yang Qyra bawa.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Saya membuatkan Tuan bubur." Qyra sengaja bicara sedikit keras agar Calvin mendengar suaranya.
Bau bubur itu sampai ke penciuman Calvin. Bau yang tidak asing di hidungnya, dan sekarang membuatnya lapar.
"Calvin tidak ingin makan." Briella hendak menutup pintu, tapi suara Calvin menahannya.
"Biarkan dia masuk!"
Qyra tersenyum tipis. Ia menunjukan wajah menangnya di depan Briella lalu segera masuk melewati Briella yang tidak terima.
"Saya membuatkan bubur untuk Tuan. Silahkan dimakan selagi hangat." Qyra menyodorkan nampan ke depan Calvin.
Calvin meraih mangkuk di nampan, kemudian ia memakan bubur yang Qyra buatkan. Ia tertegun sejenak. Rasa bubur itu sama persis dengan masakan Aletta. Bagaimana bisa?
Tanpa sadar, Calvin menghabiskan bubur itu. Ia kenyang sekarang, dan Briella makin kesal. Calvin tidak menghabiskan bubur yang ia bawakan, tapi malah menghabiskan yang dibuat oleh Qyra.
Apakah Calvin sudah mulai termakan rayuan Qyra?
"Terima kasih." Calvin meletakan mangkok yang ditangannya kembali ke nampan.
"Sama-sama, Tuan." Qyra undur diri.
"Kau sangat keterlaluan, Calvin!" geram Briella setelah Qyra pergi.
Calvin menatap Briella heran. "Apa yang salah denganmu?"
"Kau menyukai pelayan itu, hah!"
"Kau sangat tidak masuk akal, Briella." Calvin kembali berbaring. Ia terkesan tidak peduli dengan kemarahan Briella.
"Kau menghabiskan bubur dari pelayan sialan itu, tapi tidak memakan bubur yang aku bawakan!" geram Briella.
Calvin memutar bola matanya malas. "Kau mempermasalahkan itu? Harusnya kau senang melihatku bisa makan."
"Jangan pernah berpikir untuk bermain di belakangku, Calvin. Aku akan menghancurkan wanita itu!"
Calvin tertawa geli. "Briella, yang benar saja. Kau cemburu pada Qyra?"
Briella makin marah. Apakah saat ini Calvin menganggapnya sebagai lelucon.
"Kemarilah." Calvin meminta Briella untuk mendekat.
Briella mendekat seperti yang Calvin katakan. Jemarinya segera digenggam oleh Calvin. "Jika kau berpikir akan ada satu wanita yang bisa membuatku berpaling darimu, maka kau salah. Di sini...," Calvin menunjuk ke dadanya. "Sudah dipenuhi olehmu. Aku tidak memiliki tempat lain lagi. Jadi, hentikan pemikiran konyolmu."
Kali ini Calvin tidak bertengkar dengan Briella. Ia mencoba melunakan Briella dengan kelembutannya. Hubungan mereka selama hampir dua bulan ini tidak terlalu harmonis, dan Calvin ingin memperbaikinya.
Briella menatap Calvin seksama. Memastikan keseriusan dari ucapan laki-lakinya.
"Aku hanya mencintaimu, baik dulu, sekarang ataupun nanti," imbuh Calvin.
Briella melunak. Kemarahannya berkurang. Namun, ia masih tidak akan membiarkan Qyra. Wanita itu harus keluar dari rumah ini maka ia baru bisa tenang.
***
Calvin sudah sembuh, Briella selalu berada di sisinya, merawatnya hingga ia merasa lebih baik. Selama Briella merawatnya, Calvin sempat membandingkan Briella dan Aletta. Cara Briella merawatnya tidak sebaik Aletta.
"Kau mau memakai dasi yang mana?" Briella mengambil dua dasi dengan motif dan warna berbeda.
Keduanya tak cocok untuk pakaian Calvin saat ini. Tak ada yang salah dengan pilihan Briella, hanya Calvin saja yang tidak puas. Briella memiliki selera yang tinggi, ia mengerti tentang fashion dengan baik, tapi kali ini Calvin tidak menyukainya.
Calvin meriah dasi berwarna gelap. Ia memakainya sendiri sembari melihat pantulan dirinya di cermin. "Yang ini lebih cocok." Calvin mengalihkan pandangannya ke Briella.
"Kau benar." Briella membenarkan letak dasi Calvin.
Pandangan Calvin mulai mengabur, yang ia lihat saat ini bukan Briella melainkan Aletta. Setiap pagi Aletta memang melakukan hal seperti ini. Memilihkan pakaian untuknya, dari kaki hingga kepala. Dan Calvin tidak pernah mengeluh akan pilihan Aletta. Ah, lagi-lagi ia memikirkan Aletta. apa yang salah dengannya?
"Calvin, kau mendengarkan aku?" Suara Briella menyadarkan Calvin.
"Ah, apa yang kau katakan?" Calvin kembali fokus pada Briella.
Briella menghela napas. "Aku hanya mengatakan bahwa aku akan pergi ke Kota D untuk melakukan pemotretan dan kembali lusa."
"Ah, baiklah."
"Kau akan baik-baik saja, kan?" tanya Briella menatap lurus ke mata hangat Calvin.
"Aku mungkin akan merindukanmu, tapi itu bukan masalah besar. Aku bisa menyusulmu jika tidak tahan." Calvin tersenyum lembut.
"Aku akan mengabarimu setelah aku sampai di kota D." Briella memakaikan jas ke tubuh Calvin.
"Ya."
Briella mendekatkan wajahnya ke wajah Calvin, ia mencium bibir Calvin beberapa saat. Dan mereka berhenti sebelum ciuman mereka berubah menjadi hasrat yang membara.
"Aku pergi dulu." Calvin mengecup kening Briella.
"Hm. Hati-hati di jalan."
Seperginya Calvin, Briella menghentikan Qyra yang hendak mengantar Meisie ke taman kanak-kanak.
"Menyingkirlah. Aku akan mengantar Meisie." Briella mendorong Qyra menjauh. Ia segera menggenggam tangan Meisie.
"Tidak mau. Meisie mau pergi dengan Bibi Qyra." Meisie memberontak dari Briella.
Briella berjongkok, ia memandang Meisie lembut. "Sayang, biar Tante yang antar Meisie ke sekolah."
"Tidak mau! Meisei mau Bibi Qyra." Meisie kembali memberontak.
Sejak awal Briella memang kesulitan mendekati Meisie. Ketika Aletta masih hidup juga seperti itu. Meisie seperti takut melihatnya padahal ia tidak bersikap kasar pada Meisie. Ia bahkan terus mencoba mendekati Meisie dengan perlahan dan penuh kelembutan, tapi tetap saja, Meisie terlalu jauh untuk ia gapai.
Dan sekarang, ia harus melihat Meisie dengan mudahnya dekat pada Qyra yang baru ia kenal hampir dua bulan. Bukankah ini sangat mengesalkan baginya?
Briella melepaskan tangan Meisie. Ia tidak ingin menggunakan metode kasar lagi, Meisie akan semakin jauh padanya. Meski ia benci kalah dari Qyra, tapi kali ini ia biarkan Meisie pergi dengan Qyra.
Qyra tersenyum mengejek Briella. Ia sengaja memprovokasi Briella, dan ia yakin Briella tak akan berani menunjukan wajah marahnya karena ada Meisie di sana.
"Jalang sialan!" geram Briella tertahan.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top