part 15

9 hari menuju close po yes.
Yang belom ikutan PO, kuy ikutan.
Harga 95k free popsocket.

Minat chat me by WA 0857 8819 0001

************

Kehidupan Briella setelah fotonya dan Calvin tersebar menjadi makin tidak tenang. Ia bahkan tidak bisa meninggalkan kediamannya karena wartawan yang berjaga di sana. Jika saja prianya bukan Calvin maka ia tak akan sekacau ini. Ia benci terlibat scandal padahal ia sendiri yang memilih jalan itu.

Di kediaman orangtua Calvin, saat ini Moreno dan Delillah merasa makin kecewa dengan Calvin. Apakah Calvin berniat melemparkan lumpur ke wajah mereka?

"Aku tidak tahu bahwa aku memiliki anak tidak berbakti seperti Calvin." Sorot mata Moreno memperlihatkan riak kemarahan yang mendalam. "Apa sebenarnya yang ada di otak Calvin?" Makin lama Moreno makin menderita kekecewaan. 

"Berhentilah memikirkannya, Sayang. Kesehatanmu menurun karena kau terlalu banyak pikiran." Delillah menenangkan suaminya. Ia juga kecewa pada Calvin, tapi ia tidak bisa apa-apa. Calvin memiliki sifat yang sama kerasnya dengan Moreno, jadi sulit untuk mengubah pendirian Calvin.

"Apa yang Papa pikirkan?" Suara Kenneth mengejutkan Delillah dan Moreno.

Kenneth duduk di sofa. Ia baru saja selesai mandi, rambutnya terlihat belum kering sepenuhnya. Mata Kenneth menatap Delillah dan Moreno, menunggu jawaban atas pertanyaannya.

"Papa memikirkan Meisie. Cucuku yang malang. Dia pasti sulit melewati hari-hari tanpa Aletta." Delillah berbohong pada putranya. Ia meminta maaf pada Kenneth dalam hatinya, bagaimanapun Delillah tidak bisa memberitahu Kenneth tentang perselingkuhan Calvin dan Briella. Ia tidak tahu harus memulai dari mana.

Delillah tahu cepat atau lambat Kenneth akan mengetahuinya, dan Delillah berharap ketika saat itu tiba putra keduanya tidak akan kecewa padanya dan juga suaminya yang menyembunyikan tentang itu.

"Meisie pasti bisa melaluinya. Dia gadis yang kuat," balas Kenneth menghibur ayah dan ibunya.

Delillah mendesah pelan. "Mama berharap dia akan selalu kuat."

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" Delillah mengalihkan pembicaraan.

"Seperti biasanya." Kenneth tidak pernah memberi rincian kegiatan hariannya. Ia hanya menjawab singkat dan seadanya.

"Kau menemukan seorang wanita yang cocok denganmu di sana?" Delillah mulai lagi.

Kenneth benci topik ini. Haruskah ia pergi sekarang? Tapi menghindar dari topik ini juga tidak akan menyelesaikan masalah. Ibunya terlalu gigih, dan akan terus menanyakan hal yang sama.

"Tidak."

"Kenneth, kau sudah 28 tahun. Pikirkan tentang pasanganmu. Kau tidak mungkin hidup sendirian." Moreno ikut bicara.

"Aku pasti akan menemukan wanita yang tepat, Pa. Jangan mendesakku." Kenneth menjawab acuh tak acuh.

"Sebenarnya tipe wanita seperti apa yang kau sukai? Mama dan Papa memberikan pilihan yang banyak untukmu, tapi tidak satupun yang kau sukai. Kau tidak gay, kan?"

Kenneth melotot. "Ma, yang benar saja." Ia tidak terima. Kenapa ibu dan kakaknya sama saja.

"Lalu?" Moreno menaikan alisnya. Mendesak anaknya dengan tatapan tegas.

"Menikah itu bukan main-main, Pa, Ma, dan aku tidak ingin menyesali keputusanku. Saat ini aku dalam pencarian."

"Sampai kapan?" tanya Delillah lelah.

"Ya, sampai aku menemukan yang cocok."

Delillah dan Moreno menghela napas bersamaan. Mereka lelah menunggu Kenneth menemukan pasangan, tapi mereka juga tidak bisa memaksa Kenneth. Mereka tahu menikah tanpa cinta hanya akan berakhir buruk. Contoh nyata sudah ada di depan mata mereka. Menyebabkan seseorang mengakhiri nyawa sendiri karena pernikahan yang tidak berdasarkan cinta.

"Jangan mendesah seperti itu," keluh Kenneth.

"Kenapa? Apakah sekarang bahkan mendesah pun kami dilarang?" ketus Delillah.

Kenneth berdecih. "Mama ingin ikut seleksi pemain drama?"

"Anak nakal ini." Delillah menyentil dahi Kenneth.

"Nah, seperti itu. Tertawa dan tersenyumlah, lelahku selama bekerja hilang karena senyuman dan tawa Mama."

"Cih! Pandai sekali mulutmu." Delillah  bersidekap.

"Pa, apakah aku salah bicara?" Kenneth meminta bantuan dari ayahnya.

"Kau benar kali ini. Senyum dan tawanya memang membawa kebahagiaan." Moreno menatap istrinya penuh cinta.

"Lihatlah, wajah Mama memerah." Kenneth menggoda Delillah.

Delillah memegang kedua pipinya. "Anak dan Ayah pandai sekali menggoda wanita."

Kenneth tersenyum kecil. Jika ia bisa memiliki kehidupan berumah tangga, maka ia ingin rumah tangganya kelak seperti ayah dan ibunya. Saling mencintai, harmonis dan bahagia.

Ken mendesah dalam hati. Apakah masih bisa ia mencintai wanita lain setelah kehilangan besar yang ia alami? Ken tersenyum pahit, dalam 7 tahun saja ia tidak bisa melupakan Aletta, lalu bagaimana ia bisa menemukan wanita lain jika bayang Aletta menetap di hatinya tanpa mau beranjak barang sedikit saja?

***

Dua minggu berlalu, setelah foto berpelukan di hotel, kini foto Briella berciuman yang memenuhi media online.

"Sebaiknya kau berlibur untuk sementara waktu, Briel." Kimmy, ibu Briella, memberi saran pada putrinya yang kelihatan mulai stress.

"Ini bukan saatnya, Ma." Briella mendesah putus asa.

"Kau tidak bisa terus seperti ini. Karirmu akan hancur jika tidak segera diselesaikan."

"Aku ingin menyelesaikannya lebih cepat dari yang Mama bayangkan. Akan tetapi, aku tidak memiliki jalannya."

Kimmy memperhatikan kuku-kukunya yang mengenakan cat baru. "Biarkan saja orang tahu bahwa kau menjalin hubungan dengan Calvin."

Briella menatap ibunya tidak percaya. Sedang yang ditatap terlihat begitu santai. Baru saja ibunya mengkhawatirkan tentang karirnya, dan sekarang ibunya memberi saran yang akan menghancurkan karirnya. Sejujurnya, saat ini bukan masalah karirnya yang ia cemaskan. Ia lebih memikirkan bagaimana jika perbuatannya dan Calvin ketahuan. Dunia pasti akan mengutuknya.

"Ada apa?" Kimmy melirik Briella sejenak. "Setelah Mama pikir, kau tidak perlu memikirkan karirmu. Hidupmu akan dijamin oleh Calvin. Kau tidak perlu bersusah payah. Kau tinggal menikmati hidup seperti yang Mama lakukan." Kimmy kemudian tersenyum bangga.

"Jika aku membeberkan hubunganku dengan Calvin, bukan hanya karirku yang akan selesai, tapi juga bisnis Calvin. Nama baik Calvin akan tercoreng, kemudian bisnisnya tidak berjalan lancar. Bukannya menikmati hidup, yang ada aku akan menderita." Briella menggelengkan kepalanya. Ide ibunya tidak akan pernah ia gunakan. Hubungannya dengan Calvin memang harus diungkapkan, tapi bukan saat ini, atau dalam waktu dekat ini.

Mereka sudah sepakat untuk menunggu satu atau dua tahun lagi. Setidaknya itu akan membuat semua orang memaklumi hubungan mereka tanpa menghakimi.

"Hidupmu sangat rumit, Briella. Sainganmu sudah tewas, tapi kau masih tetap jadi bayangan." Kimmy masih memperhatikan kuku-kukunya yang terlihat cantik. Ia sangat menyukai cat yang ia gunakan sekarang.

Wanita berambut sebahu itu memang menyukai keindahan. Ia rela membuang banyak uangnya demi keindahan itu. Uang yang tentu saja ia dapatkan dari warisan ayah Aletta. Mungkin jika harinya tiba, Kimmy akan jadi gelandangan karena kesukaannya itu.

Briella mendesah untuk kesekian kalinya. Bagaimana bisa ia punya ibu yang bicaranya terlalu jujur tanpa melihat situasi. Ia membutuhkan semangat, tapi ibunya malah memperjelas kedudukannya.

"Ah, Mama memiliki pertemuan dengan teman main golf. Mama harus pergi sekarang." Kimmy berdiri lalu meninggalkan Briella sendirian.

Gaya hidup membuat Kimmy sering mengabaikan Briella. Dahulu, ketika Kimmy masih menjadi pelayan, Briella memiliki banyak waktu dengan ibunya. Namun, setelah statusnya berubah, Briella kehilangan sosok Kimmy yang selalu ada untuknya.

Briella butuh tempat berbagi keluh kesah, sayangnya Kimmy tidak memiliki waktu untuknya.  Akan tetapi, Briella tidak mengeluh. Ia benci menunjukan bahwa ia lemah, meskipun itu pada ibunya sendiri.

Tidak mau terkurung di rumahnya, Briella melihat situasi, di depan kediamannya masih terdapat beberapa wartawan. Briella menghela napas lalu menutup kembali tirai jendelanya.

"Kenapa mereka begitu gigih?" Briella berdecak kesal.

Briella mengganti pakaiannya. Ia mengenakan masker dan topi, lalu pergi dari kediamannya. Semenjak ia menjadi perbincangan khalayak ramai, Briella menyewa empat penjaga yang akan menemaninya ke mana pun.  Merekalah yang bertugas untuk menjauhkan wartawan dari Briella.

Hanya dengan cara itu ia bisa melewati para wartawan tanpa harus berurusan dengan mereka.

Mobil Briella menuju ke kediaman Calvin. Ia tidak takut jika orang akan curiga. Ia bisa berdalih mengunjungi keponakannya. Semua orang juga tahu bahwa Briella sangat menyayangi keponakannya. Briella sering terlihat bersama dengan Meisie ketika Aletta masih hidup.

Briella sampai di kediaman Calvin. Ia turun dari mobilnya dan pergi ke kamar Meisie. Ia butuh seseorang yang bisa memperbaiki suasana hatinya, dan Meisie bisa melakukannya. Senyuman Meisie bisa membuatnya merasa kuat.

"Nona Meisie sedang tidur, sebaiknya Anda tidak mengganggunya." Qyra menahan Briella yang hendak masuk ke kamar Meisie.

Briella menatap Qyra tajam. Berani-beraninya pelayan seperti Qyra mengaturnya. "Siapa kau, hah?! Bertingkahlah seperti pelayan saja!"

"Saya hanya meminta Anda untuk tidak mengganggu tidur Nona Meisie. Apakah itu sangat sulit?" tanya Qyra berani.

"Pelayan kurang ajar?" Briella hendak melayangkan tangannya ke wajah Qyra, tapi segera ditangkap oleh Qyra. "Beraninya kau! Lepaskan tanganku!" bentak Briella.

Qyra menghempaskan tangan Briella.  "Ternyata Nona Meisie benar, Anda memang orang yang kasar."

"Apa yang terjadi di sini?" Suara Calvin menginterupsi pertengkaran antara Briella dan Qyra.

"Pelayan sialan ini berani mengaturku." Briella mengadu pada Calvin. Ia segera mendekat pada kekasihnya yang terlihat lelah.

Calvin sedang tidak enak badan. Ia memilih kembali ke rumah karena ia pikir rumah adalah tempat yang paling tenang, tapi apa yang terjadi saat ini membuatnya makin sakit kepala.

"Jangan membesarkan masalah, Briella. Aku sedang tidak enak badan." Calvin memijit pelipisnya.

"Membesarkan masalah?" Briella berseru tak percaya. "Dia kurang ajar,  dan kau sebut aku membesarkan masalah?!"

"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak bermaksud kurang ajar. Saya hanya mengatakan pada Nona Briella untuk tidak mengganggu Nona Meisie yang saat ini sedang tidur." Qyra menjelaskan tanpa terkesan membela diri.

"Kau dengar itu?" Atensi Calvin kembali pada Briella. "Jika kau ingin menemui Meisie kau bisa menemuinya setelah dia bangun."

Briella semakin geram. Calvin lebih membela si pelayan daripada dirinya.

"Sudahlah, jangan memperpanjangnya. Aku butuh ketenangan." Calvin melewati Briella. Ia sadar Briella masih tidak terima, tapi saat ini ia benar-benar lelah dan malas meladeni Briella.

"Aku akan membuat perhitungan denganmu nanti!" Briella meninggalkan Qyra.

Qyra tersenyum sinis. "Buatlah perhitungan denganku jika kau memiliki banyak waktu." Ia menatap punggung Briella yang makin menjauh.





Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top