part 10

Open PO Another life : Revenge and Love @95k belum ongkir.
Yang mau bisa wa aku 085788190001 tutup PO tgl 8 feb 2020.




Mata Qyra memperhatikan Meisie dan Kenneth yang saat ini ada di tempat bermain ayunan. Wajah Meisie terlihat bahagia. Senyuman gadis kecil itu menular pada Qyra yang kini ikut tersenyum.

Sembari menunggu Qyra menopang dagunya dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain berada di meja kayu berbentuk bulat sembari ia ketuk-ketukan. Qyra telah berganti tubuh, tapi kebiasaannya masih sama. Masih Aletta yang dulu.

Tanpa sengaja Kenneth melihat ke arah Qyra. Sejenak ia terpaku. Kemudian ia menggelengkan kepalanya. Tampaknya kehilangan Aletta telah membuatnya gila. Bagaimana mungkin ia berhalusinasi bahwa Qyra adalah Aletta.

"Paman kenapa?" Meisie mendongakan kepalanya. Menatap Kenneth bingung.

Aku pasti sudah gila. "Tidak apa-apa." Kenneth kembali mendorong pelan ayunan yang dinaiki oleh Meisie.

Setelah beberapa saat Meisie berhenti bermain ayunan. Ia kembali ke Qyra dalam keadaan lapar.

"Bibi, aku lapar." Meisie merengek manja.

Qyra mengelus kepala Meisie sayang. Ia meraih Meisie dan menaikan gadis kecil itu ke bangku kayu. "Tadaa, Bibi membuatkan ini untukmu." Qyra membuka kotak makan yang tadi ia bawa untuk Meisie.

Meisie diam menatap kotak makan itu. Kemudian ia menangis tanpa suara. Membuat Kenneth dan Qyra bingung.

"Meisie kenapa?" Kenneth bertanya lembut. Ia meninggalkan sosok dinginnya ketika ia bersama Meisie, benar-benar terlihat bukan seperti Kenneth.

"Mama... hiks, Mama...," isak Meisie.

Qyra mendekap Meisie ke dalam pelukannya yang hangat. "Meisie rindu Mama?" tanya Qyra pelan. Ia tidak menyadari alasan Meisie mengingat dirinya adalah karena makanan yang ia buat. Makanan itu adalah kesukaan Meisie. Ditata seperti boneka beruang.

"Mama... Mama..." Meisie masih menyebut ibunya.

Qyra tidak mendiamkan Meisie. Ia hanya membiarkan Meisie menangis hingga Meisie lebih tenang.

Kenneth tidak bisa melakukan apapun untuk membantu Meisie agar merasa lebih baik. Ia sendiri tidak bisa mengatasi jika kerinduannya pada Aletta datang mendera.

Meisie sudah sedikit tenang. Qyra melepaskan pelukannya dan membujuk Meisie untuk makan. Meisie mengangguk, ia membuka mulut ketika Qyra mengarahkan sendok berisi nasi goreng serta udang.

Bukan hanya bentuk, rasa dari makanan itu juga sama dengan yang ibunya buat. Meisie dibuat semakin merindukan ibunya.

"Enak?" tanya Qyra sembari memperhatikan raut wajah Meisie.

"Seperti masakan Mama."

Qyra terpaku. Meisie mengingat banyak hal tentangnya. Bahkan rasa masakan yang ia buatpun Meisie hafal.

Anakku. Mata Qyra berkaca-kaca. Meisie benar-benar putrinya.

"Meisie suka?" Qyra bertanya lagi.

Meisie menganggukan kepalanya. Senyum terbit di wajah cantik Qyra. "Kalau begitu habiskan."

"Baik, Bi." Meisie kembali melanjutkan kegiatan makannya.

Qyra mengalihkan pandangannya. Ia merasa bahwa saat ini Kenneth memperhatikannya, dan benar saja. Kenneth tertangkap menatapnya.

Ada apa? Kenapa tatapannya terlihat begitu rumit? Qyra bertanya-tanya di dalam hatinya. Ia tidak mengerti kenapa Kenneth menatapnya dengan banyak emosi.

"Kenapa Anda menatap saya seperti itu?!" tanya Qyra tak suka.

Kenneth tersadar, kemudian menjawab cuek, "Kau terlalu besar kepala. Aku tidak menatapmu, tapi ke belakangmu. Ckck, apa yang bagus darimu hingga aku harus menatapmu."

Qyra sangat yakin bahwa Ken menatapnya, tapi sudahlah. Ia tidak ingin berdebat dengan manusia seperti Ken. Hanya membuang energi.

Ken mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia menolak mengakui bahwa ia memandangi Qyra. Tadi ia hanya mengingat sesuatu tentang Aletta yang juga dilakukan oleh Qyra. Kenneth pernah mendengar dari Meisie bahwa Aletta sering membuatkannya nasi goreng dengan bentuk beruang.

Apa yang aneh dari itu, Ken? Mungkin saja kakakmu memberitahukan tentang apa yang disukai dan tidak disukai oleh Meisie. Ken menyudahi pemikirannya tentang kebetulan yang baru saja terjadi.

Sepulang dari taman, Qyra menidurkan Meisie. Ia kemudian menemui Kenneth yang saat ini tengah berurusan dengan ponsel genggam yang menempel di telinganya. Dari yang Qyra dengar, Kenneth tengah memberi instruksi mengenai cara menangani pasien.

Kenneth menyadari keberadaan Qyra, tapi ia mengabaikannya sejenak. Telepon yang ia terima jauh lebih penting untuk saat ini.

Panggilan selesai. Kenneth menyimpan ponselnya. Qyra yang sejak tadi berdiri di belakang Kenneth kini membuka mulutnya.

"Saya akan keluar sebentar. Nona Meisie saat ini sedang tidur, tolong jaga dia selama saya keluar." Qyra sangat enggan bicara dengan Ken, tapi ia harus melakukannya karena tidak mungkin baginya untuk keluar rumah tanpa mengatakan apapun.

"Pergilah," balasan Kenneth sangat singkat. Ia kemudian melangkah meninggalkan Qyra dan pergi ke kamar Meisie.

Qyra tersenyum pahit. Bukankah seharusnya ia yang bersikap dingin? Pria itu terlalu arogan. Emosi Qyra meluap, tapi ia menahannya. Ia tidak akan mengacaukan misi balas dendamnya hanya karena tidak bisa mengatasi kemarahannya sendiri.

Tidak ingin semakin kesal. Qyra keluar dari kediaman Calvin. Ia melangkah menuju ke pemberhentian bus lalu menunggu sejenak.

Dahulu, ia paling suka menaiki bus. Pernah ketika ia masih remaja, ia bepergian menggunakan bus dari halte bus paling awal hingga ke halte paling akhir. Cara Qyra untuk bahagia benar-benar sederhana, seperti bermain hujan, membaca novel karya penulis favoritnya, memasak dan menyaksikan orang yang memakan makanannya makan dengan lahap, dan terakhir membantu orang lain.

Dari kesukaannya itu, ia tidak mengerti kenapa Tuhan malah memberikannya kehidupan yang sangat kejam. Ia menjalani hidupnya dengan banyak melakukan hal baik, tapi akhir dari hidupnya begitu tragis. Mungkinkah itu karena ia terlalu baik?

Pikiran Qyra terhenti ketika bus datang. Ia menaiki bus yang akan membawanya ke kediaman Gretta.

Sampai di rumah bibinya. Qyra disambut hangat oleh Gretta. Akan tetapi, Qyra tidak membalas sambutan itu. Ia masih bersikap seperti pemilik tubuh sebelumnya.

Gretta awalnya begitu cemas karena Qyra yang tidak pulang-pulang. Namun, setelah mendengar dari Laura bahwa Qyra tengah bekerja, hati Gretta sedikit tenang. Percobaan bunuh diri yang Qyra lakukan benar-benar menjadi ketakutan tersendiri bagi Gretta.

"Bibi sudah menyiapkan makanan kesukaanmu. Ayo kita makan. Laura sebentar lagi akan pulang." Meski Qyra terus bersikap dingin, Gretta tetap memperlakukan Qyra dengan sangat baik. Ia selalu mencoba membuat Qyra merasa nyaman, tapi ia selalu gagal.

Sejujurnya Gretta tidak gagal. Hanya saja Qyra yang terlalu takut akan kehilangan lagi.

"Aku pulang!" Suara Laura menyapa pendengaran Gretta dan Qyra. Wajahnya yang lembut kini menampilkan senyuman manis. Wajah Laura tidak secantik Qyra, tetapi Laura memiliki senyuman yang bisa membuat ia terlihat menarik. Ia bahkan bisa membuat atasannya tertarik padanya. Namun, Laura belum ingin menjalani hubungan yang akan membuatnya pusing, jadi ia menolak pernyataan cinta atasannya yang sampai saat ini masih menunggunya.

"Baguslah kau sudah pulang. Ayo kita makan bersama." Gretta melangkah menuju ke meja makan kecil di dapur.  Diikuti dengan Laura dan Qyra.

Usai makan Qyra menjelaskan tentang pekerjaannya. Wajah Gretta terlihat tidak begitu senang karena Qyra akan tinggal di kediaman tempat Qyra bekerja. Akan tetapi, ia mencoba  tersenyum dan berkata, "Bibi senang kau mau kembali bekerja. Sering-seringlah berkunjung ke sini."

Qyra tahu Gretta sedih karena keputusannya, ia berjanji akan sedikit memperbaiki hubungannya dengan Gretta dan Laura. Setidaknya ia bisa menyampaikan perasaan sayang pemilik tubuh sebelumnya pada dua wanita di depannya.

"Aku akan merapikan pakaianku." Qyra berdiri dari tempat duduknya lalu pergi ke kamar yang sebenarnya adalah kamar Laura. Sejak kedatangan Qyra ke kediaman itu, Laura pindah ke kamar ibunya.

"Aku akan membantumu." Laura menyusul Qyra.

Di kamar, Qyra mengambil tas yang ada di lemari. Memasukan beberapa helai pakaian dan perlengkapan lain yang ia butuhkan.

"Teleponlah aku sesekali. Ibu pasti akan sangat merindukanmu." Laura membantu Qyra menutup resleting tasnya.

"Aku akan melakukannya jika aku tidak sibuk."

Laura tersenyum. Setidaknya Qyra sudah merespon permintaannya dengan baik.

"Kau bisa kembali tidur di kamar ini. Tidur berdua dengan Bibi pasti sangat menyulitkan."

"Kau berencana untuk tidak kembali?" tanya Laura seksama.

"Aku tidak tahu." Qyra menjawab ragu. Selama ia belum menyelesaikan misi balas dendamnya maka ia tak akan kembali ke kediaman Gretta. Dan jikapun ia sudah menyelesaikan dendamnya, ia tidak ingin merepotkan Gretta dan Laura lagi.

"Ini rumahmu, Qyra. Aku tidak kesulitan sama sekali tidur di kamar berdua dengan ibu." Laura tidak ingin Qyra meninggalkan kediamannya untuk selamanya. Lain ceritanya jika Qyra menikah, maka ia tidak punya pilihan lain selain membiarkan Qyra mengikuti ke mana suaminya tinggal kelak.

Qyra tahu bahwa Laura berkata jujur. Namun, ia sungguh tidak ingin merepotkan siapapun. Ia tidak ingin berhutang. Dan masalah hutang pemilik tubuh sebelumnya ia akan membayarnya kelak. Ia berjanji untuk itu.

"Aku pergi." Qyra melewati Laura dengan membawa tas pakaiannya.

"Qyra!" Laura segera menghentikan langkah sepupunya. "Jaga dirimu baik-baik." Ia tidak bisa mengatakan apapun selain itu. Wajahnya terlihat sedih.

"Hm." Qyra hanya membahas dengan deheman. Ia kemudian pamit pada Gretta, dan reaksi Gretta juga sama dengan Laura.

Qyra meninggalkan Gretta dan Laura, lalu pergi ke jurang di mana ia ditenggelamkan. Qyra harus melakukan sesuatu di sana.

Menyalakan ponselnya, Qyra menghubungi Briella.

"Halo?"

"Tampaknya kau sedang bersenang-senang setelah membunuh orang." Qyra memandang lautan luas. Ia bahkan tidak merasa takut lagi saat melihat lautan. Ia pernah mati sekali di sana, lalu apa yang harus ia takutkan lagi?

Briella yang baru saja sampai di hotel mengerutkan keningnya bingung. Orang gila mana yang menghubunginya?

"Aku menyaksikan kau dan pria itu mendorong seorang wanita di jurang. Aku juga mendengar semuanya. Kau adalah adik tiri wanita itu dan menjadi simpanan suaminya."

Wajah Briella memucat. Ia segera menjauhka ponsel dari telinganya. Bagaimana mungkin? Ia yakin malam itu tidak ada orang di sana.

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan!" Briella mencoba mengelak.

Qyra terkekeh geli. Tidak mengerti? Maka ia akan buat Briella mengerti dengan cepat. "Malam itu hujan deras, kau mengenakan dress ketat berwarna hitam, sementara wanita itu menggunakan dress bermotif bunga. Kau adalah ibu dari anak yang bernama Mei-."

"S-siapa kau?" seru Briella terbata.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku. Yang harus kau tahu adalah aku tahu segalanya."

"Apa yang kau inginkan dariku?"

Qyra tertawa dingin. Satu-satu yang ia inginkan adalah penderitaan Briella dan Calvin.

"Aku menginginkan 5 juta Dollar dalan bentuk cash." Ini seperti ia mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.

Briella nyaris saja menjerit. "Kau gila!" Ia mendesis pelan. 5 juta Dollar? Ia tidak memiliki uang sebanyak itu. Bukankah orang yang menghubunginya saat ini terlalu memerasnya?

"Ah, 5 juta Dollar tampaknya lebih berharga dari karirmu saat ini dan juga perusahaan priamu." Qyra tahu 5 juta Dollar bukan uang yang sedikit, meski Briella model terkenal, ia yakin Briella tidak memiliki tabungan sebanyak itu. Dan Calvin? Pria itu memang pengusaha sukses, 5 juta Dollar tidak akan membuat perusahaannya bangkrut, tapi tetap saja akan mempengaruhi keuangan perusahaan. Jika tidak pintar mengaturnya, maka perusahaan akan mengalami kesulitan.

Dan Qyra yakin, ia pasti akan mendapatkan uang itu. Calvin dan Briella jelas tidak akan mempertaruhkan nama baik mereka.

"Siapa yang menelponmu?" Suara Calvin terdengar di telinga Qyra.

"D-dia...." Briella tidak tahu harus mengatakan apa hingga akhirnya Calvin mengambil ponsel Briella.

"Siapa kau? Dan apa keperluanmu dengan Briella?" Nada suara Calvin tidak bersahabat sama sekali. Ia tidak tahu siapa orang yang menelpon, tapi ketika melihat Briella pucat dan berkeringat dingin, Calvin langsung ingin melindungi wanitanya.

"Ah, kebetulan sekali. Aku tidak hanya memiliki keperluan dengan Briella, tapi juga denganmu." Qyra tersenyum segaris. Matanya menyorotkan emosi yang bergejolak. Ombak yang ia lihat saat ini sama persis dengan kemarahan yang ia rasakan.

"Katakan dengan cepat. Aku tidak memiliki waktu berurusan denganmu."

"Sayangnya, aku sangat ingin berurusan denganmu." Qyra mendesah pelan. "Aku sekarang berada di tepi jurang tempat kau mendorong istrimu."

Jantung Calvin seperti berhenti berdetak.

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Benarkah? Kenapa aku berpikir bahwa kau sangat mengerti." Qyra memelankan suaranya, ia mencoba menegaskan pada Calvin bahwa ia serius dengan ucapannya. "Malam itu, bukankah kau sangat kejam? Kau mendorong satu wanita demi wanita lainnya."

"Omong kosong." Calvin masih menyangkal.

"Haruskah aku membeberkan semua buktinya pada polisi?"

"Kau tidak akan menghubungi kami jika kau ingin membeberkannya ke kantor polisi. Dan aku tidak yakin kau memiliki buktinya." Calvin sejujurnya takut jika si penelpon benar-benar memiliki bukti. Ia akan selesai jika kebenaran terungkap.

"Baiklah, jika kau meragukanku, maka bersiaplah dunia akan mengetahui segalanya." Qyra memutuskan sambungan telepon. Harusnya saat ini ia meyakinkan Calvin agar mendapatkan 5 juta Dollar, tapi ia mengulur waktunya. Pada akhirnya nanti ia akan tetap memiliki uang itu.

Untuk saat ini ia akan membuat Calvin dan Briella merasa tidak tenang dulu, baru selanjutnya ia akan mengambil tindakan lain.

Qyra membuang sim card yang ia gunakan untuk menelpom tadi. Ia tahu Calvin orang yang cerdas, dan Calvin pasti akan melacak keberadaanya. Qyra tentu saja tidak akan membuat kesalahan seperti itu. Ia sudah cukup siap untuk bermain-main dengan Calvin.




Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top