8.2 Admitting a Serious Things

"Shasha, itu siapa?"

"Tolong bantuin mas, mas Zein ada gak?"

"Gak ada, dinas."

"Yauda tolong bantuin bawa ke atas, sama pinjam baju mas Seto, ya."

Aku dan mas Seto sama-sama berusaha membopong mas Bian naik ke ranjangku. Tubuhnya gak terlalu gemuk tapi gak kusangka akan seberat ini. Bajunya yang basah menambah massa beban yang harus kami tanggung. Setelah merebahkan mas Bian di ranjangku, mas Seto lekas turun mengambil pakaiannya sedangkan aku pergi ke dapur untuk memasak air. Aku maupun mas Bian sama-sama butuh meminum sesuatu yang hangat untuk meredakan hawa dingin yang melekat pada tubuh kami.

Aku sudah mengganti pakaian, dan sibuk membuat sup untuk menghangatkan badan kami. Mas Seto tengah menggantikan pakaian mas Bian untukku, untung saja dia gak menolak. Karena entah bagaimana caranya jika mas Seto keberatan akan hal itu.

Aku kembali membawa semangkuk sup hangat untukku, terdengar suara erangan mas Bian tanda bahwa kesadaran mungkin saja telah menghampirinya.

"Mas, bangun."

Mas Bian hanya mengusap matanya pelan sebelum membuka mata. Caranya mengusap mata membuatku merasa gak perlu takut padanya, sikapnya yang seperti Dani saat dipaksa bangun untuk pergi ke sekolah, terlihat menggemaskan. Dia mulai terduduk kembali terantuk-antuk, aku lekas menyodorkan teh hangat untuknya.

Mas Bian terbatuk-batuk karena mendapati teh yang masih terlalu panas untuknya, wajahnya meringis kesakitan ketika air teh membakar lidahnya meski begitu ia kembali meminum teh itu sampai habis.

"Mau makan sup?"

Mas Bian sedikit terkejut mendapatiku tengah di hadapannya. Matanya terbuka lebar memeriksa tempat ia berada saat ini, rasa gelisah sarat nampak nyata di wajah pucat miliknya membuatku mau gak mau harus menjelaskan apa terjadi.

"Makasih," ucapnya kemudian.

"Mau sup?" tawarku lagi. "Aku baru ngecharge hape, kalo sudah nyala nanti kutelpon Dito buat jemput. Hape mas rusak gak bisa nyala," lanjutku menjelaskan.

Mas Bian mengangguk, aku lekas pergi ke dapur untuk menghangatkannya sebentar. Menunggu beberapa saat sampai sup itu kembali mendidih dan membawanya untuk mas Bian yang berada di kamarku saat ini. Meski saat kembali ke kamar, aku menemukan mangkuk supku yang kosong beserta mas Bian sudah kembali tidur di ranjangku.

Sepertinya dia cukup lapar sampai harus menjeda tidurnya. Saat menjawabku tadi, ia terlihat seperti seseorang kelelahan yang sudah lama gak tidur dengan nyenyak. Aku membiarkannya sebentar seraya memastikan bahwa mas Bian gak demam. Menyelimutinya dengan selimut tebal berusaha membuatnya gak terkena flu.

Daya ponselku akhirnya terisi meski belum penuh, dan kini aku tengah berusaha menghubungi Dito meski seberapa lamapun aku mencoba, Dito gak mengangkat telponku. Aku yang mulai mengantuk memilih mengirimi Dito pesan mengenai keberadaan mas Bian dan mulai mengambil posisi untuk tidur di lantai. Gak mungkin aku meminta mas Bian untuk pindah, sesekali tidur di lantai gak akan membuatku sakit.

.

.

.

.

Saat aku terbangun pun, aku masih menemukan mas Bian terlelap di atas ranjangku. Aku bergegas mandi untuk bersiap pergi ke kampus, tentu saja sebelumnya aku tetap memasak meski mas Zein gak ada di kosan. Aku membiasakan diri untuk masak masakan rumah, dengan ini juga aku bisa sedikit meluapkan rasa rinduku atas panti. Hal yang mengingatkanku bahwa beberapa hari ini aku belum menelepon rumah, gak mengetahui bagaimana perkembangan adik-adikku serta ibu yang sibuk mengurus mereka sendirian.

Aku hanya membuat nasi goreng serta telur dadar, ditambah dengan bubur yang kubuat untuk mas Bian. Khawatir bahwa tubuhnya masih belum terlalu baik. Ka Nida memanggil-manggil namaku, mengatakan ada tamu yang mencariku. Bergegas mematikan kompor dan segera menghampiri seseorang yang mencariku.

Dito dan mas Rega tengah berdiri di ruang tamu kosan menunggu kedatanganku dengan wajah sedikit cemas.

"Sorry gue udah tidur semalem, bang Bian beneran ada di sini?" tanya Dito gak sabar.

"Di kamar, masih tidur."

Setelah mendengar jawabanku, Dito lekas menaiki tangga demi melihat temannya. Menyisakan aku dan mas Rega berdua di ruang tamu.

"Kenapa gak hubungi saya?"

"Saya gak punya nomor mas Rega."

Mas Rega mendengus kesal, dan segera meminta nomor ponselku untuk disimpan dalam ponsel miliknya. Memintaku untuk segera menghubunginya pertama kali apapun yang terjadi padaku. Aku mengangguk sebelum meminta izin untuk melanjutkan masakanku. Melewati kamar di mana mas Bian dan Dito berada, aku berpesan untuk tinggal sampai sarapan siap karena aku sudah membuatkan bubur untuk mas Bian. Dito gak keberatan karena ia senang bisa merasakan masakanku lagi. Aku tersenyum sebelum meninggalkan Dito dan mulai kembali memasak.

Gak butuh waktu lama untuk menyiapkan semuanya. Meminta Dito untuk menyiapkan meja di kamar untuk kami sarapan. Memudahkan mas Bian agar gak perlu beranjak jauh hanya sekadar untuk sarapan. Mas Rega datang menghampiriku membantu membawakan masakan untuk di tata di meja makan.

"Maaf cuma masak ini, Shasha belum ke pasar."

Dito melihatku senang, wajahnya sarat tengah menungguku datang dengan sebuah sendok yang sepertinya sudah lama ia genggam.

"Kalau mau ke pasar, ajak gue aja, Sha." Dito menawarkan diri.

"Kalo lo nganterin gue ke pasar, pasti minta dimasakkin juga, kan?"

"Betul."

Aku dan Dito bergurau di tempat kami duduk, melupakan mas Rega yang kesulitan membangunkan mas Bian dari tempatnya. Dito yang menyadarinya, bergegas membawa nasi gorengnya menuju mas Bian. Membaui nasi goreng miliknya tepat di hidung mas Bian sambil menjelaskan padaku bahwa ini adalah cara tercepat untuk membangunkan mas Bian.

"Semalem dia mabuk?" Aku mengiakan pertanyaan mas Rega.

"Pantesan agak susah," saut Dito lemah.

Aku beranjak mendekati mas Bian, mulai memencet hidungnya untuk memblokir udara masuk. Hal yang biasa kulakukan pada anak-anak di panti jika mereka sulit dibangunkan, dan akhirnya itu berhasil. Wajah terkejut mas Bian menyapaku, aku menahan tawa saat melihatnya sambil terus meminta maaf atas prilakuku barusan saat mas Rega dan Dito memekik karena terkejut.

"Wuaaah, nice try," seru Dito. "Bisa buat alternatif bangunin bang Bian," lanjutnya lagi.

Mas Rega mengajak mas Bian turun untuk makan, ia hanya menurut dan mulai menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

"Ini punya gue, bang!" Dito yang kesal karena nasi gorengnya dimakan akhirnya diam saat kuberikan milikku. Memilih memakan bubur yang akhirnya gak diakui oleh siapapun.

"Enak, Sha. Masakin gue terus ya?" Dito masih bersemangat dengan makanan yang ia santap. Aku yang mendengar hanya mengangguk mengiakan, gak masalah untukku memasak untuknya. Justru aku bahagia jika ada seseorang yang bahagia atas masakanku, memberikanku suntikan semangat untuk terus memasak setiap hari.

Setelah makan kami semua bergegas meninggalkan kamar, mas Bian dan mas Rega pulang ke rumah sedangkan aku dan Dito bergegas ke kampus. Karena sama-sama mahasiswa baru, jadwal kuliah kami cukup banyak gak seperti mas Rega dan mas Bian.

Aku dibonceng Dito menuju kampus, menikmati semilir angin bersamaan dengan celotehan Dito masih mengenai masakanku. Aku gak mengerti kenapa dia bisa sangat bersemangat hanya karena aku memasak untuknya. Akhirnya kami berpisah di pelataran parkir, berjalan pelan menuju masing-masing gedung kampus.

Perkuliahan berjalan tanpa ada sesuatu yang menyenangkan, terlalu biasa tanpa ada hal yang mencenangkan. Sampai aku menerima sebuah panggilan dari nomer yang gak kuketahui.

"Sha."

"Ya?"

"Gue Bian, bisa ketemu?"

Aku terdiam sebentar, memikirkan apa yang harus kujawab. Memikirkan apakah saat ini adalah yang tepat untuk menanyakan perihal om Bagaskara. Apakah aku cukup bisa menerima semua kebenaran yang mungkin saja malah berbalik menyakitiku. Semua kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja terjadi mulai memenuhi isi kepala sampa aku gak sadar saat menemukan mas Bian sudah ada di hadapanku.

"Sha, bisa kan?" Akhirnya aku mengangguk mengiakan ajakan mas Bian, berjalan mengikuti arah punggung mas Bian berjalan yang mengantar kami ke pelataran parkiran. Mempersilahkanku menaiki sepeda motornya sebelum mas Bian melajukan kendaraannya entah kemana.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top