10.1 Bab Lainnya dalam Bagian Baru.
"Gue aja yang anter." Entah sudah ke berapa kali Dito menawarkan diri untuk mengantar Shasha pulang. Bian yang kelihatan jenuh akhirnya mengiakan permintaan Dito, dan duduk kembali tepat di sisi gue.
"Hati-hati," ucap Bian sebagai persetujuannya.
"Shasha pulang dulu, akhir pekan nanti Shasha kabarin kalo udah siap pindah."
Gue masih pura-pura gak tertarik dan terus mengamati interaksi Bian dan Shasha yang mulai membaik. Gak seperti yang gue lihat terakhir, ada perasaan bahagia karena akhirnya Bian bisa melangkah maju untuk menyelesaikan masalahnya. Meski tinggal bersama gak sepenuhnya gue yakini benar adanya.
"Nanti gue bantu beres-beres, kabarin aja."
Shasha kembali mengangguk atas ucapan Bian, dan setelahnya gak lupa untuk tersenyum ringan. Shasha mulai berpamitan pada Juan, Zul dan gue untuk segera kembali ke kosan. Zul dengan riang melambaikan tangan mengantar kepergian Shasha, diiringi langkah ringan Dito yang berjalan di sisi Shasha dengan wajah sumringah. Membuat gue berpikir, akhirnya kami punya satu hari dimana semua orang terlihat bahagia.
"Kok bisa dia di sini?" Juan memulai pembicaraan yang gue yakini sudah ditahannya sejak panggilan Dito sore tadi.
"Ya gitu," jawab Bian singkat.
"Lo yakin, bang? Tinggal bersama gak semudah kelihatannya, kalian sama-sama gak punya ruang bernapas untuk sekadar melepas penat," ucap Zul menambahkan.
"Gak tahu, tapi gue udah bilang. Kalo dia gak mau, gue bisa pindah selama dia mau tinggal di sini."
Gue sedikit bernapas lega mendengar penjelasan Bian, gak menyangka banyak hal yang sudah dipikirkannya mengenai masalah yang tengah dihadapinya. Membuat gue merasa gak harus khawatir, dan bisa percaya bahwa Bian tahu apa yang harus dilakukannya nanti.
"Setelah ini, mau apa?" tanya gue akhirnya.
"Ya.... Nyokab, bikin dia mau menerima Shasha. Setelah itu gue baru bisa bernapas lega."
Bisa gue lihat wajah keruh Bian yang kembali menyapa kami, dari apa yang terlihat bisa gue bayangkan bahwa ini benar-benar gak mudah.
"Nyokab masih belom mau diajak ngomong?" Bian menggeleng atas pertanyaan Zul.
"Pelan-pelan aja, Yan. Gimana juga nyokab sama kagetnya sama lo, dia mungkin masih gak nerima."
"Ya jelas, siapa juga yang bisa langsung nerima gitu aja?" sahut Juan memotong ucapan gue.
Kami memutuskan untuk gak melanjutkan pembicaraan, membiarkan Bian bernapas lega sebentar dan mulai membahas hal lain. Zul akhirnya izin undur diri karena dia harus pergi menemui Ema, Juan juga pulang karena menurutnya sudah gak ada yang bisa dilakukannya di sini. Menyisakan gue dan Bian yang sama-sama terdiam menatap layar Televisi.
"Ga." Gue menoleh, melihat wajah orang yang tadi memanggil nama gue.
"Kalau ada apa-apa, gue titip Shasha ke lo ya?" lanjutnya lagi.
"Maksudnya?"
"Gak pa-pa. Lo mau nginep?"
"Gue harus nginep?" tawar gue.
Bian menggeleng. "Balik aja, gue ke kamar ya. Thanks buat hari ini," lanjutnya meninggalkan gue sendirian. Membuat gue memutuskan untuk pulang ke kosan.
Jalanan mulai sepi seiring dengan larutnya malam. Cuma ada kelap-kelip cahaya sebagai penerang jalan gue untuk pulang ke rumah. Gue berpikir untuk menepikan mobil sebentar untuk sekadar menikmati udara malam. Meski bintang-bintang gak kelihatan tertutup awan besar yang hampir menutupi sebagian bulan di langit gak mengurangi indahnya langit malam kali ini. Setelah dirasa cukup gue kembali melajukan mobil ke arah kosan.
"Baru balik?" tanya Juan yang gue lihat tengah sibuk dengan buku tebal di tangannya.
"Ya, belom tidur?"
"Masih sibuk." Juan memperlihatkan sebuah buku besar ke gue, membuat gue tertawa karena mengerti bahwa mungkin malam ini Juan gak akan tidur. "Mau kopi?" tawar Juan lagi.
"Gak usah, gue mau mandi nanti bikin sendiri aja." Gue memutuskan masuk ke kamar untuk mandi, setelah itu beristirahat menunggu pagi yang sebentar lagi datang.
Hari demi hari berlalu, gak ada perbedaan yang signifikan dari hari ke hari. Kami semua kembali pada aktifitas masing-masing.
"Gak gitu Ga. Pokoknya nanti kudu ketemu lagi."
Gue mengangguk. "Iya, kabarin aja kapan mau diskusi lagi. Gue cabut Key," lanjut gue lagi.
Meninggalkan area gue belajar berjalan ke arah kantin fakultas ekonomi bisnis. Tempat dimana Bian meminta kami untuk berkumpul, Shasha telah menghubungi Bian mengabari kalau besok dia mulai membawa barang-barangnya ke tempat Bian. Sudah ada Juan dan Bian yang menunggu gue datang, meninggalkan Zul dan Dito yang masih punya jadwal perkuliahan.
"Besok kan? Ya ke kosan dia besok aja. Bukannya dia masih ada kelas?" Juan terlihat keberatan.
"Makan dulu ajalah," ajak Bian.
Suasana hening mengintai, beberapa patah kata muncul memecah keheningan meski pada akhirnya kami makan dalam diam. Kami semua sudah menghabiskan semua makanan yang dipesan, Dito dan Zul pun sudah datang menghampiri dimana kami tengah berkumpul.
"Loh udah kelar?"
Gue mengangguk, Bian tersenyum meledek Dito yang mulai memasang wajah teraniaya.
"Jahat banget," ucap Zul menimpali.
"Kalo gue nunggu kalian, gue yang kelaperan." Bian menyangga kepalanya malas, menatap Dito yang mulai mencuri minuman gue.
"Bagi bang."
"Kalo ijin itu sebelum diminum, ini udah abis baru ijin." Juan gak mau kalah mengerjai Dito.
Zul yang terlihat gusar mulai meninggalkan kami untuk memesan makanan, Dito yang tersadar mulai berlarian mengejar langkah kaki Zul yang semakin menjauhi meja kami meski gak lama kemudian mereka sudah kembali lagi membawa nampan berisi makanan pesanan mereka.
"Jadi?" tanya Juan yang masih bingung apa yang diinginkan Bian dari kami.
"Ntar malem nginep ya?"
Kami berempat hanya terdiam menanggapi permintaan Bian. Menginap bukanlah sebuah hal baru untuk kami, tapi senyuman di wajah Bian yang mengindikasi ada sesuatu dibaliknya membuat kami serempak berpikir. Apa yang ingin dilakukannya kali ini?
Entah apapun itu, gue harap semuanya akan baik-baik saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top