5. Sandi Kotak Satu

Seminggu mau berlalu begitu saja tanpa ada perkembangan yang berarti. Belum ada petunjuk apa-apa lagi selain kata sapaan yang ditemukan di tembok ruang ekskul pramuka. Raihan menghela napas panjang melihat Calla yang bertopang dagu dengan wajah serius. Alisnya nyaris bertemu. Apa yang dipikirkan gadis itu sebenarnya?

Raihan merogoh ponsel dari saku celana dan memilih sibuk bermain game. Dia mengumpat setiap kali kalah. Suaranya terdengar bergema di dalam kelas yang hening. Maklum, jam istirahat. Kelas sudah pasti kosong. Ketika sedang serius-seriusnya, seseorang mengambil ponsel dari tangan Raihan secara tiba-tiba. Raihan mendongak sambil melongo. Calla memandangnya sebal.

"Apa-apaan, sih?" Raihan berdecak dan merebut kembali ponselnya, tetapi Calla mengacungkan benda itu tinggi-tinggi.

Raihan menghela napas dan bangkit dari duduknya, sehingga dia bisa mengambil ponsel itu dengan mudah dari tangan Calla.

"Kalau kamu mau main-main sama aku, tumbuh tinggi dulu, gih!" Raihan mengetuk kening Calla dengan ponselnya.

"Lagian kamu berisik banget. Aku lagi mikir," cerocos Calla sambil mendongak menatap Raihan.

"Mikir apa, sih, sampai dahi kamu berkerut kayak nenek-nenek?" kata Raihan gemas.

Calla mencondongkan wajahnya dan berbicara pelan. "Apa maksud dia bilang hello?"

Raihan termenung dan menggaruk hidung. "Entahlah."

Calla membuang napas, lalu pandangannya beralih pada Meysha. Raihan mengikuti arah pandangan Calla. Meysha terlihat sedang sibuk dengan buku-bukunya. Menulis sesuatu, mengamati buku lagi. Begitu seterusnya.

"Dia masih bisa belajar dalam keadaan seperti ini," gumam Calla yang masih terdengar oleh Raihan.

"Dia gak kelihatan cerdas," sahut Raihan yang kemudian mendapat pukulan dari Calla.

"Kalau bicara jangan keras-keras!" Calla memekik tertahan sambil memelotot, sementara Raihan mengusap-usap lengannya sambil meringis.

"Aku dengar, kok," ujar Meysha membuat Raihan dan Calla kompak menoleh.

"Memangnya aku harus apa?" Meysha memandang Raihan dan Calla bergantian.

Raihan menoleh pada Calla. Gadis di sampingnya hanya menggaruk tengkuk. Seperti mau bicara, tetapi tidak juga bersuara.

"Enggak ada yang harus kamu lakukan. Sana belajar lagi!" Raihan menggerak-gerakkan tangan seperti sedang menyuruhnya pergi.

Raihan kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan bermain game. Gerakan tangannya terhenti ketika Calla berbicara sesuatu.

"Hari ini dia belum kasih petunjuk lagi," ujar Calla. "Kalau mau kasih petunjuk jangan tanggung-tanggung, dong."

Raihan geleng-geleng. "Ya mana mungkin dia kasih petunjuknya sekaligus. Enggak seru, dong?"

Raihan terlonjak ketika Calla tiba-tiba menduduki kursi di hadapannya. Gadis itu menatapnya penuh selidik. Terlunjuknya berada di depan hidung Raihan.

"Kamu ... mencurigakan," ujar Calla.
Raihan membuang napas yang dia tahan selama beberapa detik karena keterkejutannya. Kemudian, dia tertawa.

"Mencurigakan apanya?" Raihan menjawab sambil kembali pada game-nya.

"Kamu menjawab seperti pelaku di ruang ekskul."

Raihan tertegun dan menoleh pada Calla. "M-maksud kamu?"

"Kamu seolah mau bilang, segitu aja dulu petunjuknya. Satu kata yang bikin gempar. Nanti lagi main-mainnya."

Raihan tertawa. "Astaga. Kamu berasa udah jadi seorang detektif, ya? Apa kamu merasa jadi Conan sekarang?"

Calla berdecak. Raihan kembali menatap ponselnya, tetapi dia merasa gelisah karena Calla terus memandangnya.

"H-hei! Berhenti lihatin aku kayak gitu!" kata Raihan nyaris berteriak.

"Kenapa kamu gugup?"

"Y-yang gugup siapa?" Raihan memalingkan wajah Calla dengan tangannya agar memandang ke arah lain. Terdengar helaan napas dari gadis itu.

"Terserahlah! Aku pasti akan menangkap kamu nanti," kata Calla sambil berdiri.

"Ya udah sini, tangkap aku!" Raihan merentangkan kedua tangannya. Satu pukulan mendarat lagi di lengannya.
Calla berlalu. Raihan tertawa kecil sambil melanjutkan permainan cacing di ponselnya. Beberapa saat kemudian, kehebohan Calla mengalihkan perhatian Raihan. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Calla sedang berdiri di depan pintu lokernya. Gadis itu perlahan berbalik. Kedua tangannya memegang sesuatu. Mulutnya terbuka lebar. Matanya membeliak.

"Ada apa?" Raihan terheran-heran.

"Orang itu ... dia ngasih petunjuk lagi."

Raihan terdiam beberapa detik. Belum sempat bicara, dia keduluan oleh Meysha.

"Petunjuk apaan?" Meysha berujar sambil menghampiri Calla.

Raihan bangun dari tempat duduknya dan ikut menimbrung. Memeriksa sebuah kertas yang ada di tangan Calla. Mata Raihan terbelalak. Tampak deretan sandi kotak satu di sana. Ditulis menggunakan tinta merah. Raihan mengerutkan dahi membacanya.

"W-e-l-c-o-m-e." Raihan mengeja kode-kode itu.

"Welcome apanya? Dia lagi belajar bahasa Inggris? Kemarin hello, sekarang welcome," gerutu Meysha.

Calla grasah-grusuh mencari sesuatu di dalam saku jasnya. Gadis itu menelepon Juna saat itu juga dan memberitahukan semuanya. Tak butuh waktu lama, Juna sudah berlari ke sana. Dia buru-buru merebut kertas dari tangan Calla dan membacanya baik-baik.

"Anonim?" Juna mengerutkan dahi membaca nama pengirimnya.

"Wah, namanya keren juga." Raihan tertawa, membuat semua orang menoleh padanya. Namun, ekspresi curiga mereka membuat Raihan gelagapan.

"K-kenapa?" Raihan menatap teman-temannya bergantian.

"Kamu dapat ini dari mana?" tanya Juna pada Calla.

"Dari dalam lokerku."

"Dia tahu password kamu?"

Calla terbelalak. Kedua tangannya menutup mulut yang menganga. "Ya ampun! Dia tahu password-ku!"

Calla berbalik menghadap lokernya. Dia memeriksa gembok yang dilengkapi kombinasi angka untuk membuka kuncinya. "Aku gak pernah kasih tahu siapa pun tentang password-nya," ujar Calla.

"Kalau cuma setipis ini doang bisa dia masukkan tanpa membuka gembok. Kamu lihat celah ini?" Raihan menunjuk celah yang memisahkan loker atas dan bawah.

Calla menoleh pada Raihan. Raihan jadi gelagapan sendiri.

"K-kenapa? Apa? Dari tadi lihatin aku kayak gitu terus, sih?" protes Raihan.

"Kamu benar-benar mencurigakan, deh, Rai."

Raihan terdiam, menoleh bergantian pada Juna dan Meysha yang juga menatap penuh selidik padanya. Raihan tertawa menyembunyikan kegugupannya. Dia kemudian menyentil kening Calla.

"Kamu jangan bicara sembarangan! Mereka jadi ikut-ikutan curiga juga, kan?" kata Raihan. Juna masih menatap padanya. Raihan menghela napas dan membuang muka kesal.

"Tapi ngomong-ngomong ... apa maksudnya dia bilang welcome?" tanya Meysha.

"Selamat datang," jawab Juna. "Selamat datang di lingkaran permainan konyolnya."

Juna terus menatap pada Raihan. Raihan menegakkan tubuh dan balik menatapnya sengit. Suara punggung Calla yang berbenturan dengan pintu loker mengalihkan perhatian keduanya. Gadis itu menjambak rambutnya sendiri.

"Dia mau apa, sih, sebenarnya?" ujar Calla kesal.

"Kita ikuti saja permainannya," jawab Juna yang kemudian menoleh lagi pada Raihan. "Kita lihat mau sampai mana dia."

"Kamu ini lagi bicara sama siapa?" Raihan berujar, kesal karena Juna terus membuatnya tidak nyaman.

"Aku sedang bicara pada kalian semua."

Juna kemudian keluar dari kelas. Raihan membuang napas kasar melihat punggungnya menjauh. Dia pun ikut beranjak dari tempatnya. Belum genap tiga langkah, lengannya sudah ditahan oleh Calla.

"Mau ke mana?" tanya gadis itu.

Raihan melepas tangannya sedikit kasar dan menjawab dingin. "Keluar," katanya.

"Aku ikut." Calla berjalan lebih dulu di depan Raihan, tetapi dia berhenti karena Raihan tidak melanjutkan langkahnya. Gadis itu berbalik.

"Kenapa?" tanya Calla.

"Aku gak akan menghajar Juna, kok," ujar Raihan yang kemudian berjalan melewati Calla.

Raihan berjalan di lorong sembari melonggarkan dasinya. Tiba-tiba dia merasa sesak. Kancing kemeja paling atas bahkan sampai dibuka. Raihan berdiri di beranda kelas lantai dua yang tampak seperti balkon. Menumpukan kedua tangannya di atas tembok pembatas dan menghela napas dalam-dalam. Dia perlu udara segar untuk menormalkan pernapasannya.
Seseorang yang tiba-tiba bersandar di tembok pembatas mengalihkan perhatian Raihan. Dia hanya menoleh ke kanan sebentar. Setelah tahu itu adalah Meysha, Raihan kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Sepertinya hubungan kalian gak terlalu baik," ujar Meysha yang membuat Raihan menoleh. Keduanya beradu pandang beberapa detik. "Kamu sama Juna," kata Meysha lagi.

Raihan membuang napas dan melengos. "Kamu siapa, sih? Mau tahu aja urusan orang."

Meysha berdecak. "Ah, iya juga, sih. Kenapa juga aku peduli?"

Meysha berbalik dan ikut menaruh kedua tangannya di atas tembok pembatas. "Tapi dalam situasi seperti ini seharusnya kita kompak, kan?"

Lagi-lagi Raihan menghela napas. "Kenapa juga aku harus ikut-ikutan melakukan hal konyol seperti ini?"

"Tapi ngomong-ngomong ...." Meysha diam sejenak. " ... apa di sekolah ini ada masalah?"

Raihan menoleh. "Maksud kamu?"

"Dia gak mungkin melakukannya tanpa alasan, kan?"

Raihan terdiam.

"Ya, kecuali kalau memang cuma iseng. Senganggur apa, sih, dia?" Meysha berdecak.

Raihan berlalu karena merasa tidak tertarik dengan topiknya. Meysha mengejar dan menjajari langkahnya. Di sebuah belokan koridor, Raihan menemukan Pak Daniel dengan Pak Agus sedang berbicara. Sejurus kemudian, Raihan menarik Meysha untuk bersembunyi di balik tembok. Meysha melongok hendak memeriksa, tetapi telunjuk Raihan mendorong dahinya. Dia kemudian meletakkan telunjuk itu di bibirnya sendiri. Dengan gerakan pelan Raihan mengintip, diikuti Meysha di belakangnya.

"Mereka sedang apa?" tanya Meysha pelan.

Raihan berdesis, isyarat agar Meysha diam.

"Pokoknya saya tidak akan mengizinkan Pak Daniel dan anak-anak itu pergi memeriksa kamera CCTV lagi," ujar Pak Agus.

"Tapi, Pak—"

"Saya tidak menerima protes. Ini akibat dari ulah Anda sendiri."

Pak Daniel mengangguk lemah, kemudian Pak Agus meninggalkannya. Ekspresi Pak Daniel tampak kesal. Tinjunya mendarat di tembok.

"Apa-apaan? Kenapa kita gak boleh memeriksa CCTV?" ujar Meysha.

"Wah, enggak beres, nih, Pak Gundul."

Meysha menoleh. "Pak Gundul?"

"Pak Agus. Siapa lagi?"

Raihan ikut menoleh pada Meysha, lalu mereka sama-sama terlonjak karena wajahnya berdekatan. Mereka gelagapan sendiri, lalu pergi memilih jalan berlawanan. Raihan menggelengkan kepala cepat-cepat karena tahi lalat di hidung Meysha ikut ke mana pun matanya memandang.

_______________

Anonymous Code, winaalda©2020
All Right Reserved
06 November 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top