33. Confession Failed

Calla berjalan sendirian di lorong rumah sakit. Dia berkeliling karena bosan dan lapar, akhirnya mencari makanan di kafetaria. Tidak seperti Juna yang bisa langsung pulang, Calla dirawat inap karena harus melalukan pemindaian CT scan untuk memastikan tidak ada luka dalam di kepalanya. Aman, kata dokter. Namun tetap saja, Bunda masih marah-marah. Seperti tidak ikhlas membiarkan Calla tetap berteman dengan Juna dan Raihan.

Sebenarnya Calla tidak diizinkan berteman dengan dua cowok itu lagi setelah insiden perkelahian mereka ketika SMP—yang menyebabkan Calla kena pukul. Bunda sudah bertengkar satu kali dengan papa Juna di sekolahnya terdahulu. Entahlah apa yang terjadi semalam. Bunda tidak bilang apa-apa. Raihan cuma bilang papanya bisa mengatasi Bunda. Namun, siapa tahu Raihan sengaja berbohong karena takut Calla marah pada bundanya?

Calla terkesiap ketika seorang dokter berlari dari arah depan dan hampir menabraknya. Dokter itu menggendong seorang anak perempuan—mungkin sekitar empat atau lima tahunan—yang tertawa-tawa. Di belakang, seorang suster mengejarnya.

"Aduh, jangan cepat-cepat larinya!" Suster itu masih mengejar dengan berlari, tetapi tampak aneh. Dia terlihat seperti tidak benar-benar berlari.

"Ayo, Tante Suster kejar Naira!" ujar dokter yang menggendongnya. Lalu, anak kecil di gendongannya terbahak.
Suster itu tertawa dan tidak melanjutkan larinya. "Tante Suster kalah, deh," katanya.

Dokter bersama anak kecil itu sudah berbelok ke koridor lain. Calla plonga-plongo sendiri.

"Kenapa ngajak main anak kecil di lorong begini? Bukannya bahaya?" kata Calla.

"Ah, sebenarnya bukan sengaja bermain," jawab suster. "Kami membawanya kabur."

Calla memelotot. "Apa?"

"B-bukan kabur begitu. Maksud saya, kami kabur dari ruang rawatnya. Tiba-tiba papanya dijemput polisi. Katanya dia menyekap muridnya sendiri di sekolah. Jadi mamanya minta tolong kami menjauhkan Naira sebentar."

Calla membeku. Jadi itu anaknya Pak Hari? Suster itu hendak pergi. Calla menahannya.

"Anu ... kalau boleh tahu ... anak itu sakit apa?" tanya Calla.

"Leukemia, tipe ALL. Dia harus kemoterapi selama 2 tahun 3 bulan. Sekarang baru jalan setahun, tapi papanya ...," suster itu membuang napas, " ... kasihan sekali."

Suster itu akhirnya pamitan pergi. Calla terpaku di tempatnya. Entah kenapa hatinya seperti terkoyak. Benar bahwa dia benci Pak Hari atas kesalahannya. Namun, dia tidak tega jika anak tak berdosa itu harus menanggungnya juga. Calla turut sakit mendengarnya. Berapa lama kira-kira Pak Hari di penjara kalau betulan tertangkap? Pasal penyuapan, memanipulasi nilai, serta penyekapan anak di bawah umur.
Calla kembali ke kamar rawatnya. Dia terkejut karena Juna sudah ada di depan pintu ketika dia membukanya. Bahu cowok itu merosot.

"Kamu dari mana? Bikin kaget aja!" katanya.

Calla cengengesan. "Aku cari makanan. Bunda katanya mau bawa makanan dari rumah, tapi belum datang."

Calla melongokkan kepala ke dalam. "Kamu sendirian?"

"Raihan di bawah nunggu yang lain."

Calla manggut-manggut. Juna kembali ke dalam mendahului dirinya.

"Kamu kapan pulang?" tanya Juna.

"Mungkin besok. Maunya hari ini, tapi Bunda bilang sehari lagi, deh."

Juna mengeluarkan sesuatu dari dalam paper bag. Calla seperti pernah melihat benda itu sebelumnya. Vas kaca dan ... bunga calla? Juna menaruh bunga di dalam vas yang diisi air. Persis seperti yang diberikannya waktu itu.

"Kamu ngapain bawa bunga itu?" tanya Calla.

"Buat menemani kamu sampai pulang."

"Aku gak suka bunga calla."

"Tapi aku suka."

Calla menelan ludah. Memilin ujung bajunya gelisah. "Apaan, sih, masa cowok suka bunga?"

"Bukan calla yang ini." Juna menoleh. "Calla satunya lagi."

Calla terdiam, lalu tertawa dibuat-buat. "Hahaha ... bercandanya bisa aja, deh."

"Aku gak bercanda."

Calla dan Juna saling pandang dalam diam. Hanya beberapa detik sebelum momennya rusak oleh sebuah pekikan heboh di pintu.

"Callaaaaaa!!!"

Sedetik kemudian Calla berbalik dan balas memekik. "Iyaaaaa!"

Meysha dan Rania menghambur memeluknya. Kedua gadis itu langsung mengajukan pertanyaan beruntun.

"Kamu masih ingat aku?" tanya Meysha.

"Coba tebak, aku siapa?" Rania menimpali. "Ini berapa?" Kemudian mengacungkan dua jarinya.

"Kalian ini kenapa, sih?" Calla sebal karena dianggap amnesia.

"Ah, syukurlah kepala kamu baik-baik aja." Meysha memeluknya sekali lagi.

"Mereka syok banget waktu aku bilang kepala kamu terluka." Raihan datang sambil menenteng kantong plastik.

"Tapi kepala kamu beneran gak apa-apa, kan?" Rania memastikan sekali lagi.

Calla mau menjawab, tetapi keduluan Raihan. "Paling cuma pitak alisnya." Cowok itu kemudian tergelak.

"Apa lukanya di alis?" Calla menyentuh kapas yang menutupi lukanya.

"Di atas alis, kok," jawab Juna.

Calla menoleh sedikit pada Juna. "Tetap aja. Bekas lukanya pasti ada. Aku gak bakal berani ngangkat rambut kalau begini," keluh Calla.

"Kamu tinggal pakai poni." Raihan menarik rambut Calla menutupi wajahnya. "Tinggal potong segini juga ketutupan." Tangannya membuat gerakan seperti memotong dengan gunting.

"Apa aku cocok pakai poni?"

"Emm ...." Raihan menimbang-nimbang. "Kamu lebih cocok kayak gini." Cowok itu tergelak lagi.

Calla memukul Raihan. Dikira Calla hantu apa? Masa rambut panjangnya dibiarkan menutupi wajah.
Raihan berhenti tertawa saat Juna tiba-tiba mengambil kantong plastik dari tangannya.

"Hei! Itu buat Calla!" teriak Raihan.
Juna tidak peduli. Dia pergi ke sofa dan membuka kantong plastiknya di atas meja. Dari kotaknya, Calla sudah bisa mengenali kalau itu ayam goreng Meysha. Ada dua kotak. Calla dan teman-temannya ikut bergabung.

"Gimana keadaan di sekolah hari ini?" tanya Calla sambil mengambil sepotong ayam.

"Heboh banget," jawab Meysha. "Banyak polisi. Garis kuning dipasang di sekitar gudang belakang."

"Katanya Pak Hari masih buron," timpal Rania.

Calla tidak jadi menyantap ayamnya. Dia malah memandangnya dengan sendu. "Pak Hari tertangkap di sini," katanya dengan lirih.

"Apa?" Teman-temannya kompak berujar.

"Aku tahu dari suster yang merawat anaknya."

"Anaknya dirawat di sini juga?" tanya Juna.

"Ah, iya. Memang rumah sakit ini," sahut Rania.

"Katanya dia harus kemoterapi selama 2 tahun 3 bulan. Sekarang baru jalan setahun. Gimana, ya, kalau Pak Hari jadi tersangka?" kata Calla khawatir.

"Dia udah bikin kita semua sampai kayak gini. Kamu masih khawatirin dia?" ujar Raihan terdengar kesal.

"Aku cuma kasihan sama anaknya. Sama istrinya juga. Siapa yang menanggung biaya rumah sakit kalau kayak gini?"

"Dia, kan, udah menerima banyak ua—aaah!" Raihan mengusap-usap tangannya karena kena geplakan Juna.
Mereka akhirnya terdiam. Wajahnya sama-sama bingung. Ujung mata Calla menangkap seseorang di depan pintu yang terbuka. Ketika dia menoleh, Irgy hendak pergi.

"Irgy!" Calla menaruh ayam dan bangkit dari duduknya, lalu pergi menghampiri Irgy.

Irgy tampak canggung. Dia mau pergi, tetapi Calla menahannya. Malah membawa Irgy masuk dan ikut bergabung. Raihan langsung memelotot dengan pandangan seolah mengatakan ngapain-bawa-dia-ke-sini?

"Ini ayam goreng dari kedai Meysha. Enak, loh. Cobain, deh," kata Calla basa-basi.

Irgy tidak tertarik dengan ayamnya. Cowok itu meremas jari-jarinya sendiri, tampak gelisah. Apalagi mendapat tatapan intimidasi dari teman-teman Calla.

"Kamu ... udah baikan?" tanyanya hanya menoleh pada Calla.

Calla mengangguk sambil tersenyum. "Aku gak apa-apa. Cuma luka kecil."

Irgy tertunduk dan berujar, "Aku bakal dikirim ke Jakarta hari ini juga." Jeda sejenak. "Sepertinya ini kesempatan terakhir aku ketemu kalian. Aku benar-benar minta maaf. Atas nama papaku juga."

Calla dan teman-temannya bertukar pandang.

"Kamu dipindahkan?" tanya Raihan.

Irgy menggeleng. "Dikeluarkan."

Calla membuang napas, memandang ke arah teman-temannya yang sama tampak terkejut.

Irgy mengangkat kepala dan memandang Calla lagi. Matanya tergenang. "Aku belum berterima kasih dengan benar. Terima kasih untuk hari itu. Aku akan menyimpan baik-baik komik yang kamu kasih waktu itu."

"A-apa?" Calla tertawa canggung menerima tatapan heran dari teman-temannya. "Kamu, kan, bayar komiknya sendiri."

"Tapi kamu yang rekomendasikan."

Calla tersenyum tipis dan manggut-manggut.

"Apa kamu akan hidup seperti ini lagi di tempat baru?" tanya Juna membuat Irgy menoleh.

"Juna!" Calla berteriak tertahan sambil memelotot pada cowok itu.

"Aku udah bikin kesepakatan sama Papa," jawab Irgy. "Aku akan pergi kalau dia biarin aku menjalani hidup sesuai keinginanku."

Juna menghela napas, lalu mengangguk.

"Terus ... gimana Gilang sama Bayu?" tanya Meysha.

"Katanya Gilang mau lanjut homeschooling aja. Kalau Bayu ... entahlah. Dia terus mengirim pesan sumpah serapah dan menyumpahi papaku gara-gara ngajak orang tuanya."

"Hah! Semoga mentalnya baik-baik aja," ujar Meysha. Rania menyikutnya.

"Kamu gak akan selamanya menetap di sana, kan?" tanya Calla. "Kalau pulang ke sini, hubungi kami."

Irgy mengangguk seraya tersenyum. Dia kemudian pamitan pergi. Sekarang giliran Calla mendapat tatapan—meminta penjelasan—dari teman-temannya.

"Aku terkejut ternyata kamu sedekat itu sama Irgy," kata Raihan. "Kamu sampai ngasih dia komik?"

"A-aku bilang bukan aku yang ngasih."

"Jadi kamu pulang hampir kemalaman karena jalan-jalan beli komik sama Irgy?" Sekarang Juna yang memberi tatapan mematikan.

"B-bukan begitu." Calla menggeleng. Dia kemudian menunduk sambil meringis. "Aku juga gak ngerti kenapa sampai kejadian begitu. Waktu itu aku cuma menggagalkan papanya waktu mau nampar Irgy. Enggak tahu, deh, kok sampai ke toko buku."

"Dia mau ditampar?" Meysha terkejut. "Wah, sepertinya papanya terlalu keras."

"Apa dia bakal jadi tersangka juga kayak Pak Hari? Ini efeknya domino, kan?" tanya Rania.

"Harusnya, sih," jawab Raihan. "Tapi mereka punya banyak pengacara mahal."

"Pada akhirnya yang kaya tetap berkuasa." Meysha mendengkus.
"Tapi setidaknya mereka dapat sanksi sosial," timpal Rania.

Mereka semua menghela napas lesu. Hening beberapa saat sampai Raihan kembali buka bersuara.

"Ngomong-ngomong, aku juga udah mikirin hal ini matang-matang," katanya. Raihan tampak berpikir sejenak. "Aku juga akan mengakui kesalahanku dan menerima hukuman."
Juna yang duduk di sampingnya menoleh. "Kesalahan yang mana? Jangan aneh-aneh!"

"Kamu yang aneh-aneh! Kenapa malah mengakui kesalahan yang aku lakuin? Masih untung gak mau mengakui kesalahan Pak Hari juga."

"Semuanya udah selesai, Han. Kamu enggak—"

"Tapi urusan kita belum selesai. Aku gak mau punya utang sama kamu, ya."
Juna menghela napas, hendak menyahuti lagi, tetapi Calla buru-buru menyela. "Udahlah, Jun. Beri kesempatan Raihan berbuat baik juga sama kamu."

Dua cowok itu terdiam.

"Aku gak ngerti sama love-hate brothership kalian ini." Meysha berdecak sambil geleng-geleng.

Juna tiba-tiba merogoh ponsel di saku celananya dan membuka lockscreen. Raut wajahnya berubah. Calla sampai heran sendiri. Raihan melongok sedikit melihat ponselnya, tetapi Juna buru-buru membalik benda itu. Dia kemudian pergi tanpa kata-kata.

"Juna kenapa?" tanya Calla pada Raihan.

"Heh? E-enggak tahu."

"Kamu lihat yang dia baca di handphone-nya, kan?"

"E-enggak kebaca." Raihan menggaruk tengkuknya.

_______________

Anonymous Code, winaalda©2020

All Right Reserved

15 Desember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top