24. Melarikan Diri Bersama Musuh
Calla bergegas memasukkan alat-alat tulisnya setelah bel pulang berbunyi. Dia tidak membiarkan Raihan dan Meysha menahannya lagi. Calla berlari ke luar kelas dan pulang lebih dulu. Dia baru memelankan langkah setelah tiba di halaman. Calla membuang napas kasar. Apa dia tidak kekanak-kanakkan? Namun jika kembali, sudah tanggung. Gengsilah. Biarkan saja mereka merasa bersalah lebih lama lagi.
Calla keluar dari gerbang sambil celingukan, mencari mobil jemputannya. Belum terlihat. Dia malah melihat Irgy bersama papanya di pinggir jalan. Terlihat sedang adu mulut. Calla tiba-tiba ingat dengan ucapan Irgy di atas pohon. Apa ada hubungannya? Calla terbelalak ketika papa Irgy mengangkat tangannya. Irgy mau ditampar!
"Irgy!"
Refleks, Calla berseru dan berlari menghampiri cowok itu. Seketika tangan papanya Irgy turun.
"Mau pulang?" Calla tersenyum pada Irgy. Cowok itu terlihat terkejut.
"Halo, Om." Calla menyalami tangan papanya Irgy. "Saya Calla, teman seangkatannya Irgy."
"Oh, halo, Calla. Mau pulang juga?" Orang itu tersenyum lebar seolah tidak terjadi apa-apa.
"Iya. Tapi jemputannya belum datang."
"Oh, begitu, ya?"
"Oh, iya." Calla beralih menatap Irgy. "Kamu bilang mau rekomendasiin tempat les."
"Hah?" Irgy mengangkat alis. Ekspresinya tampak bingung.
"Aku ke sana bukan buat ngalahin kamu." Calla berdecak. "Lagian, otak kita gak bakal selevel. Cuma biar ayahku berhenti ngomel-ngomel aja kalau aku pergi les."
"A-apa maksud—"
"Irgy bilang tempat lesnya sangat bagus." Calla menyela sambil menatap papanya Irgy. "Ini akan sempurna untuk menutup mulut Ayah."
"Tolongin, dong. Selamatkan aku." Calla beralih memandang Irgy sambil mengatupkan kedua tangan, memohon. Irgy masih memandangnya terheran-heran.
Papa Irgy tergelak. "Kebetulan Irgy mau langsung ke tempat les. Mau sekalian ikut sekarang saja?"
"Oh, ya?" Calla tersenyum lebar dengan mata yang—semoga saja—terlihat berbinar.
"Kalau gitu saya harus hubungi Pak Ruslan biar enggak perlu ke sini."
"Hubungi sambil jalan saja, ya."
Calla mengangguk sambil tersenyum. Papanya Irgy membukakan pintu. Calla masuk sambil tersenyum berterima kasih. Irgy masih plonga-plongo kalau tidak disuruh masuk oleh papanya.
Sepanjang perjalanan, Irgy terus menoleh pada Calla. Wajahnya seolah ditempeli ribuan tanda tanya. Calla hanya tersenyum menanggapi tatapan Irgy, lalu beralih menatap ponselnya mengirim pesan pada Pak Ruslan.
"Eh, kamu udah bukunya?" tanya Irgy tiba-tiba.
Calla menoleh dengan wajah bingung. "Buku apa?"
"Ada buku yang harus kamu pegang kalau mau masuk ke tempat itu."
"Oh, ya?
"Mmm." Irgy mengangguk. "Pak, berhenti di toko buku depan aja, ya. Nanti biar kami pergi pakai taksi online."
Papa Irgy yang duduk di samping sopir menoleh ke belakang. "Kamu yakin mau pakai taksi?"
"Iya."
Mobil yang mereka tumpangi akhirnya menepi di depan sebuah toko buku. Irgy melambaikan tangan pada papanya sebelum mobil itu berlalu. Setelah itu, Irgy pergi begitu saja meninggalkan Calla.
"Hei! Toko bukunya sebelah sini." Calla menunjuk tokonya.
"Masuk aja sana sendiri!"
"Eh, kamu yang bawa aku ke sini."
"Kamu sendiri? Kenapa mau dibawa sama aku? Kamu jadi cewek gak punya kewaspadaan sama sekali, ya? Menumpang mobil orang sembarangan. Masih untung bukan mobil penculik."
Napas Calla menyembur. Iya juga. Kenapa pula dia refleks melakukan itu? Padahal, hubungannya dengan Irgy tidak terlalu baik. Mengingat anak itu adalah musuhnya Juna. Maksud Calla cuma mau menghentikan papanya. Eh, kebablasan.
"Tapi, kalau udah di sini, kenapa gak masuk aja sekalian?" tanya Calla.
"Gak mau!"
Calla berdecak, lalu menyeret Irgy masuk. Dia membawanya ke sebuah rak penuh buku.
"Mana buku yang katanya harus aku punya?" tanya Calla.
"Kamu pikir aku serius? Pilih aja mana yang kamu suka."
"Begitukah? Oke."
Calla menarik Irgy ke rak yang lain. Dia memilih dan mengambil beberapa komik, lalu menyerahkannya pada Irgy.
"Kamu nyuruh aku bawain belanjaan kamu?" Irgy mendengkus. "Kamu pikir aku pacar kamu?"
"Siapa bilang itu belajaan aku? Itu buat kamu."
"Hah?" Irgy mengerutkan dahi. "Hei! Aku gak baca komik, ya!"
"Makanya itu. Kamu stres, kan? Sekali-sekali baca komik biar muka kamu gak tegang. Biar alis kamu gak menukik terus." Calla menunjuk-nunjuk wajah Irgy.
Irgy termangu. Calla jadi bingung sendiri melihat cowok itu tenang hanya dalam beberapa detik. Padahal, Calla bicara dengan nada sebal.
"O-oke. Aku terima niat baik kamu," ujar Irgy. "Tapi apa harus komik romansa kayak gini?" Irgy mengacungkan salah satu komiknya tak percaya.
Calla tertegun, lalu tersenyum meringis. "Aku carikan yang lain, deh."
Calla memilih komik lagi sambil bicara sendiri. "Komik apa yang disukai cowok? Action? Horor?"
"Kalau film kamu suka apa? Genre tontonan mungkin bisa sejalan dengan genre bacaan juga," ujar Calla seraya menoleh pada Irgy.
"Aku gak suka nonton."
"Gak suka juga?" Calla berdecak. "Kamu ini sukanya apa, sih?"
"Aku gak punya waktu buat hal-hal seperti itu."
Calla tertegun, kemudian menggumam, "Gak punya waktu buat nonton, tapi banyak waktu buat gangguin orang."
"Kamu bilang apa?"
Calla tidak menjawab. Dia mengambil komik di tangan Irgy dan menggantinya dengan yang lain.
"Yang ini pasti cocok buat kamu baca," ujar Calla.
Setelah itu, Calla pergi ke kasir. Irgy berjalan mendahuluinya.
"Aku aja yang bayar," kata Irgy.
"Lagian siapa yang mau bayarin kamu?"
Irgy menoleh, lalu berdecak sambil membuang muka. Calla menahan tawa melihat telinga Irgy yang memerah. Sepertinya anak itu malu.
Mereka berdua keluar setelah selesai membayar. Irgy menoleh pada Calla dan berujar, "Kamu mau ke mana? Beneran mau ke tempat lesku?"
"Aku udah punya guru les di rumah."
Irgy termangu sebentar, lalu membuang napas. "Sudah kuduga."
"Apanya?"
Irgy menggeleng, lalu melengos. Cowok itu seperti sedang menahan senyum. Apa-apaan?
"Jadi sekarang kamu gak punya tujuan?" tanya Irgy yang berjalan di depan.
Calla tidak menjawab. Dia memegang perutnya sambil melihat etalase bertuliskan sosis bakar. Irgy kembali untuk menghampirinya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aku lupa makan siang."
"Mau sosis bakar?"
Calla menoleh dan mengangguk. "Sepertinya enak."
Calla bergegas pergi dan masuk ke dalam kedai. Dia duduk di salah satu kursi dan melepas tasnya.
"Pak, dua, ya. Yang jumbo," ujar Calla.
"Kamu kecil-kecil makannya banyak, ya." Irgy berujar sambil duduk di hadapan Calla.
"Kamu ngapain di situ?"
"Menurut Anda?" Irgy memandang Calla sebal.
"Pak, satu porsi lagi dibungkus," kata Calla kemudian menoleh pada Irgy. "Mau berapa sosisnya?"
"Siapa yang mau dibungkus? Aku mau makan di sini."
"Heh? Nanti kamu telat ke tempat les."
"Aku bolos aja."
"Nanti papa kamu marah."
"Gak masalah. Aku bilang aja diajak bolos sama kamu."
"Hei!"
Irgy tergelak.
"Jadi dibungkus enggak, Neng?" kata tukang sosis mengalihkan perhatian Calla.
"Enggak, Pak. Katanya mau makan di sini. Dua juga, ya. Yang jumbo."
Bapak-bapak itu membawakan dua porsi sosis bakar ke hadapan mereka setelah beberapa saat. Calla langsung menyantapnya. Dia terheran-heran melihat Irgy yang tidak menyentuh sosisnya sama sekali. Cowok itu malah sibuk membaca komiknya. Katanya tidak suka baca komik. Calla berdecih dalam hati.
"Apa ini?" Irgy bicara sendiri.
Calla tidak peduli. Dia hanya menyantap makanannya dengan lahap. Tawa Irgy kemudian mengalihkan perhatiannya.
"Apa, nih? Mukanya jelek banget." Irgy berujar sambil tertawa.
Calla geleng-geleng, lalu fokus lagi pada sosisnya. Dia terkesiap saat tawa Irgy meledak lebih keras dari sebelumnya. Cowok itu sampai kaget sendiri melihat Calla yang memandangnya. Dia kemudian berdeham dan bersikap sok cool lagi.
"Makan dulu. Nanti sosisnya dingin," ujar Calla.
"Kamu aja yang makan."
"Kamu ngeledek? Makan dua aja dikatai-katain. Sekarang disuruh makan empat?"
Irgy menoleh, lalu berdecak. "Iya, ini aku makan."
Irgy memakan sosisnya sambil membaca. Sesekali sambil tertawa sampai tersedak. Calla merebut komik itu dan menyimpannya di meja.
"Habisin dulu. Nanti makanannya muncrat ke aku," omel Calla.
Irgy membuang napas dan menghabiskan makanannya cepat-cepat seperti sedang lomba makan saat agustusan. Calla termangu melihatnya. Apa Irgy pernah melakukan hal-hal seperti ini sebelumnya? Kasihan sekali. Irgy tidak punya teman untuk berbagi bacaan atau hal-hal konyol yang membuatnya tertawa.
Calla sudah punya itu, dan lihat apa yang dilakukannya sekarang? Kabur dari teman-teman cuma karena masalah yang sebenarnya bisa dia maklumi selama ini. Calla tertunduk memotong-motong sosisnya dengan sendok tak beraturan.
"Calla?"
Suara Irgy membuat Calla terkesiap dan mengangkat kepala. "Heh?"
"Kamu ... kenapa matanya berkaca-kaca?"
"O-oh ... s-sausnya pedas." Calla tertawa kikuk dan kembali menunduk.
Irgy tidak bersuara lagi, meski Calla sadar kalau cowok itu masih memandanginya. Calla mengangkat kepala setelah yakin matanya sudah tidak tergenang.
"Ngomong-ngomong, aku mau cerita tentang temannya temanku," ujar Calla.
"Temannya temanmu yang mana?"
"Dengerin aja kenapa, sih?"
Irgy membuang napas. "Apa?"
"Begini. Temannya temanku ini punya teman. Tapi temannya itu menyimpan rahasia darinya. Menurut kamu gimana?"
"Gimana apanya? Biasa aja."
"Kamu ini!"
"Kenapa tanya hal kayak gitu ke aku? Udah tahu aku gak punya teman. Gak pernah mengalami hal kayak gitu."
Calla menghela napas. "Begini, deh. Coba aja posisikan diri kamu jadi temannya temanku. Gimana perasaan kamu?"
"Kamu sendiri? Apa kamu selalu memberitahukan semua yang kamu alami ke orang-orang?"
"E-enggak, sih."
"Itu normal, kan? Apa masalahnya?"
"Tapi, temannya temanku ini merasa dikhianati."
"Kamu terlalu banyak nyebut kata teman. Kepalaku jadi pusing."
Calla mendengkus. "Terserahlah!"
Mereka terdiam. Irgy sudah kembali pada komiknya. Calla menyuapkan potongan sosis terakhir. Tiba-tiba Irgy mencondongkan tubuhnya dan kembali bicara.
"Ngomong-ngomong, temannya temanmu itu, apa dia kabur ke halaman belakang sekolah?" tanya Irgy.
"Mmm." Calla menggangguk, lalu membeliak. "Eh, enggak!"
Tawa Irgy kembali meledak. "Ah, ternyata ... jadi siapa yang membuat temannya temanmu itu kesal?"
"Apa-apaan, sih?"
"Juna, Raihan, atau siapa lagi itu yang anak baru?"
"Meysha!" Calla menjawab kesal.
Irgy tertawa geli sampai matanya berair. Calla terdiam. Apa Irgy selalu tertawa selepas ini? Selama ini Calla hanya melihat wajah dan tatapan sinisnya.
"Seneng banget, ya, lihat persahabatanku hancur?" ujar Calla.
Tawa Irgy seketika terhenti. Dia berdeham dan memperbaiki posisi duduknya. "Kadang-kadang aku memang iri dengan persahabatan orang lain."
Calla terdiam.
"Kenapa Juna seberuntung itu? Dia punya otak yang Papa inginkan, juga teman yang aku inginkan."
Irgy tersenyum, tetapi tidak tampak kebahagiaan di sana. Berbeda sekali dengan tadi. Calla termangu memandangnya. Apa maksudnya teman yang dia inginkan? Apa Irgy ingin Calla jadi temannya? Atau hanya ingin punya teman layaknya Juna yang punya teman seperti Calla?
"Aku udah selesai makan. Aku pulang duluan," ujar Calla kemudian. Dia beranjak dari duduknya sambil menyandang tas.
"Aku pesan taksi online dulu."
"Enggak usah. Aku minta Pak Ruslan jemput aja."
"Kamu menumpang mobilku tadi. Seenggaknya aku gak boleh nurunin kamu di tengah jalan."
Irgy menghampiri tukang sosis untuk membayar. Calla buru-buru menyerobot.
"Aku akan bayar punyaku," ujar Calla.
"Emangnya siapa yang mau bayar punya kamu?"
Calla memelotot. Irgy menahan tawa.
"Satu sama," kata cowok itu membuat Calla menggertakkan gigi.
Taksi online datang setelah mereka menunggu beberapa saat. Calla tidak enak menolak niat baik Irgy untuk mengantarnya pulang. Alunan lagu yang diputar di dalam mobil menemani perjalanan mereka.
"Pak, bisa mampir ke rumah teman saya sebentar?" tanya Irgy, lalu menoleh pada Calla. "Aku pesan pakai rute ke rumahku karena gak tahu rumah kamu."
Calla menghela napas. "Terus kenapa gak tanya?"
"Tadi, kan, kamu menolak aku antar. Siapa sangka kamu beneran naik?"
Calla merapatkan bibir menahan emosi. Setelah menarik napas dalam-dalam dan membuangnya, dia berujar, "Di depan sana belok kanan."
Mereka saling diam lagi. Hanya Calla yang bicara menunjukkan jalan pada sopir. Setelah beberapa lama, mereka tiba di kediaman Calla.
"Terima kasih, ya. Jadi ngerepotin," kata Calla sambil turun dari mobil.
Irgy ikut turun dan berujar, "Enggak, kok. Aku yang terima kasih."
Calla terdiam. Dia mengingat-ingat, komik dibayar Irgy sendiri, sosis juga. Calla tidak melakukan apa-apa untuk Irgy.
"Hati-hati." Calla melambaikan tangan.
Irgy tersenyum dan membalas lambaiannya. Ketika hendak masuk lagi ke mobil, Irgy tertegun. Tatapannya tertumbuk ke suatu tempat. Calla mengikuti arah pandangannya dan terbelalak. Juna terlihat sedang berdiri di depan gerbang rumahnya, memandang ke arah Calla ... dan Irgy.
_______________
Anonymous Code, winaalda©2020
All Right Reserved
25 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top