21. Rasa Bersalah
Raihan belum masuk kelas. Dia masih menunggu papanya di depan ruang kepala sekolah. Setelah menunggu beberapa lama, Papa akhirnya datang juga. Raihan langsung menghambur dan meraih tangan Papa sebelum dia masuk ke ruang kepala sekolah.
"Pa, Juna enggak salah apa-apa. Tolong selamatkan dia dari hukuman," ujar Raihan.
"Sebenarnya ada apa? Kenapa pagi-pagi Juna sudah kena masalah?"
"Eng ...." Raihan tidak bisa menjawab.
Papa menghela napas dan masuk ke ruang kepala sekolah. Raihan hanya bisa memandang daun pintu yang sudah tertutup. Bagaimana nasib Juna di dalam sana? Memukul anak orang saja sampai dipanggilkan komite sekolah. Bagaimana dengan membuat kekacauan seperti ini?
Raihan mendesah lemah. Punggungnya tersandar lagi ke tembok.
"Apa yang dia lakukan, sih?" gumamnya.
Beberapa menit berlalu. Raihan masih belum beranjak dari posisinya. Dia terus menoleh ke arah pintu. Juna dan Papa masih belum keluar juga. Raihan melihat arloji. Pelajaran pertama hampir berakhir. Tanggung. Sekalian saja dia bertahan sampai waktunya habis. Atau, Raihan tidak perlu masuk kelas saja sekalian.
Raihan menegakkan tubuh ketika pintu terdengar terbuka. Papa lebih dulu keluar dari sana, diikuti Juna di belakang. Raihan tertegun melihat penampilan Juna.
"Papa akan antar kamu pulang dulu sebelum ke kantor. Papa tidak menerima penolakan," ujar Papa.
Papa menoleh sebentar pada Raihan sebelum pergi, sementara Juna tidak mengangkat kepala sama sekali. Perasaan Raihan tidak enak. Dia pergi mengikuti mereka.
"Aku ikut pulang," ujar Raihan.
"Untuk apa ikut pulang segala? Masuk kelas sana!"
Raihan tidak menjawab. Dia berjalan lebih dulu menuju parkiran. Papanya memanggil, tetapi Raihan tidak peduli. Raihan menuju salah satu mobil yang terparkir dan membuka pintu depan.
Papa tidak banyak bicara lagi. Dia pun masuk mobil diikuti Juna. Keduanya duduk di kursi belakang.
"Ke rumah dulu," ujar Papa yang diiyakan oleh Pak Saiful.
Beberapa waktu dilalui dalam hening. Raihan menoleh ke belakang melalui kaca spion di hadapannya. Kenapa Papa masih diam saja? Raihan pikir, Papa akan memarahi Juna habis-habisan.
"Apa yang kamu pikirkan, Juna?" tanya Papa.
Helaan napas lolos dari mulut Raihan. Baru juga dia mau merasa lega.
"Merusak tugu sekolah? Menyebar teror? Kamu tidak pernah bikin masalah. Sekalinya bikin masalah malah sebesar ini," kata Papa.
"Pa, Juna enggak salah," bela Raihan.
"Diam kamu, Raihan! Papa sedang bicara sama Juna."
Raihan menggaruk kepalanya.
"Juna, kamu punya masalah apa di sekolah? Ada yang membuat kamu marah? Cerita sama Papa. Kamu tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan, kan?" Papa berujar lagi.
"Pa ...." Raihan menyela lagi. Papa kembali menyuruhnya diam. Raihan mendengkus.
"Kamu tidak mau bicara?" Papa masih berusaha membuat Juna buka suara.
"Aku salah. Aku akan menerima hukuman," jawab Juna.
"Jun!" Raihan membalik tubuhnya menghadap ke belakang. "Kamu apa-apaan, sih?"
Juna membuang muka menatap ke luar jendela. Papa membuang napas kasar seraya melonggarkan dasinya.
"Nanti kita bicara lagi," ujar Papa.
Raihan kembali membalik tubuh menghadap depan. Ternyata mereka sudah tiba di depan gerbang rumah. Papa menyuruh Pak Saiful berhenti di sana saja. Juna keluar dari mobil lebih dulu, Raihan menyusulnya.
Juna berjalan memasuki halaman rumah. Dia belok kanan ke taman, menyusuri jalan kecil berbatu di sana. Tujuannya adalah paviliun. Raihan masih menguntitnya di belakang.
"Jun, sebenarnya apa yang kamu rencanakan? Kenapa malah melempar diri ke dalam perangkap seperti ini?" tanya Raihan.
"Enggak usah banyak tanya. Lakuin aja tugas kamu." Juna menjawab sambil membuka kunci pintu paviliun.
"Jadi ini cara kamu menyingkirkan security aneh itu? Karena kamu berpikir mereka akan berhenti setelah kamu tertangkap?" Raihan menarik lengan Juna sehingga mereka berhadapan.
"Terus kamu mau apa?"
"Aku akan mengaku sama Papa."
"Udah aku bilang lakuin aja tugas kamu!" Nada bicara Juna meninggi.
"Kamu gak lihat Papa semarah apa sama kamu?!" bentak Raihan.
"Terus kalau kamu ngaku, Papa gak akan marah sama kamu?!" Juna balik membentak.
Raihan terdiam.
"Kamu baru aja bikin masalah sama Irgy. Kalau Papa tahu yang sebenarnya, akan semarah apa dia?" tanya Juna dengan tatapan tajam.
Juna berbalik membuka pintu. Dia masuk dan membantingnya hingga tertutup. Raihan terpaku di tempatnya. Apa baru saja dia salah dengar? Kenapa Juna bicara seperti itu? Apa Juna sedang mencemaskannya?
Raihan berbalik pergi dari sana. Dia masuk ke rumah utama menuju kamarnya di lantai dua. Baru di undakan tangga kedua, suara mamanya membuat Raihan berhenti.
"Raihan, kenapa sudah pulang?" tanya Mama.
"Aku gak enak badan," jawab Raihan setelah berpikir sejenak.
Mama menghampiri Raihan, hendak memeriksa suhu tubuhnya. Raihan menepisnya pelan.
"Kamu mau ke rumah sakit?" tanya Mama.
"Aku mau istirahat aja. Nanti juga baikan."
Mama menganguk. Raihan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Dia menutup pintu rapat-rapat dan menyandarkan punggungnya di sana. Tatapan nanarnya tertumbuk pada sebuah foto di atas nakas sebelah tempat tidur. Seorang anak usia Sekolah Dasar sedang tersenyum cerah ke arah kamera, sementara satunya lagi membuang muka.
Ingatan Raihan mengembara ke masa lalu, ketika mereka mengambil foto itu. Juna bersikeras tidak mau berfoto bersamanya.
"Jun, kenapa kamu membenciku?" tanya Raihan saat itu.
"Aku gak suka nama kamu. Semua orang menertawakanku setiap kali aku manggil nama kamu."
"Kamu, kan, bisa panggil aku Han."
"Bukan cuma nama kamu. Aku benci semuanya. Kalau kamu gak mengambil Papa, mungkin Papa akan kembali sama ibuku. Jadi, mau nama kamu Han atau bukan, aku akan tetap membencimu."
Raihan menggigit bibirnya yang bergetar menahan tangis. Ingatan lain berkelebat di kepalanya. Ketika mereka membuat kesepakatan yang tertulis di atas kertas. Ditandatangani oleh keduanya dan dibuat dua rangkap sebagai bukti yang sah. Kesepakatan itu ditulis ketika mereka baru saja masuk SMA. Pertama, mereka sepakat tidak akan berkelahi lagi di depan Calla. Kedua, mereka tidak akan mencampuri urusan masing-masing. Ketiga, demi kenyamanan masing-masing, mereka sepakat untuk tidak mengungkit latar belakang keluarga di hadapan umum. Keempat, bersikaplah seolah tidak mengenal satu sama lain di sekolah. Kelima, mereka hanya akan terlihat akur di hadapan Papa dan Mama.
Raihan telah melanggar kesepakatan lebih dulu. Berawal dari kepergoknya papa Irgy bersama Pak Hari saat pembagian rapor semester pertama. Dengan telinganya sendiri, Raihan mendengar bahwa Juna sengaja disingkirkan agar Irgy meraih posisi satu. Raihan menembus batas dan mendekat pada Juna, mengatakan semuanya. Akan tetapi, Juna enggan percaya karena Raihan tidak membawa bukti. Sama halnya ketika dia bicara pada kepala sekolah, Raihan malah disangka memfitnah orang. SMA Wijayamulya dikenal dengan citra baiknya. Tidak mungkin hal seperti itu terjadi. Kekesalan Raihan tak terbendung. Dia menyusun rencana untuk membongkar semua kebusukan itu. Dia sampai mempelajari letak CCTV di sekolah agar bisa melancarkan aksinya dengan mulus. Tak disangka dia malah melibatkan Juna juga dalam hal ini. Bahkan Calla, juga Meysha yang tidak tahu apa-apa.
Raihan berjalan menuju tempat tidur. Duduk di sana, lalu mengambil fotonya. Dia memandangi foto dirinya dengan Juna. Air matanya jatuh mengingat perlakuan Juna belakangan ini. Ketika Juna menaruh minuman dan memanggilnya Han untuk pertama kali. Lalu, sekarang Juna rela tertangkap demi melindungi dirinya.
Ah, apa Raihan terlalu kegeeran? Namun, tak dimungkiri kalau Raihan sudah mengharapkan itu sejak lama. Dia ingin bermain bersama Juna layaknya kakak dan adik seperti orang lain. Ingin pergi dan pulang sekolah bersama, atau berbagi makanan yang sama. Ingin juga memakai barang yang sama karena mereka seperti saudara kembar. Hoodie kembar yang dibelikan Raihan, tergeletak di sofa paviliun saat itu. Namun hari ini, Juna memakainya. Mungkin juga hari-hari sebelumnya ketika dia menyimpan surat-surat itu. Salahkah jika Raihan berharap bahwa Juna melakukan itu karena dia tidak benar-benar membencinya? Sudah cukup Raihan hidup dalam rasa bersalah selama ini. Dia hanya ingin berdamai dengan Juna.
Raihan mengusap air matanya. Dia menyimpan foto itu kembali ke tempatnya.
_______________
Anonymous Code, winaalda©2020
All Right Reserved
24 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top