4a. Talawang Menyala



Deka berusaha bertahan agar tidak terseret pusaran dengan berpegang pada kusen pintu kamar mandi sekuat tenaga. Kepala dan separuh badannya berada dalam pusaran, sedangkan sebelah tangan dan kaki masih berada di luar, terkait pada kusen pintu. Awan berputar itu seperti ingin menyedot tubuhnya masuk ke dalam inti pusaran.

Pusaran awan kelabu itu perlahan membentuk terowongan. Semakin lama, awan semakin pekat dan akhirnya membentuk dinding lorong yang hitam pekat. Deka seketika teringat akan kejadian serupa di Matang Kaladan di mana awan hitam pekat menjadi pertanda kehadiran makhluk-makhluk kegelapan. Kala itu, lorong semacam ini mengarah ke neraka.

Deka memutar otak, berusaha mencari cara agar terlepas dari seretan arus. Samar-samar, ia melihat ujung lorong gaib itu. Saat itulah ia baru sadar bahwa lorong ini berbeda dari portal neraka Matang Kaladan. Memang dindingnya sama-sama terbuat dari awan yang hitam pekat, namun ujung portal Matang Kaladan berakhir di sebuah tempat yang berwarna merah membara seperti api neraka. Ujung portal yang ini mengarah pada sebuah tempat yang tak asing. Tempat itu diterangi cahaya matahari seperti layaknya perbukitan biasa. Pemandangan itu seperti hutan dengan pohon-pohon besar dan perdu yang menggerombol di kakinya. Deka merasa mengalami deja vu. Ia seperti pernah mendatangi tempat itu. Setelah mengamati lebih saksama, akhirnya ia sadar bahwa tempat itu memang hutan di lereng Bukit Matang Kaladan.

Pemandangan di ujung lorong kemudian bergerak cepat dan berakhir pada sebuah batang pohon yang sangat besar. Di batang pohon itu terdapat guratan berbentuk segi enam memanjang. Bentuk itu adalah talawang atau perisai tradisional masyarakat Dayak. Melihat ukiran motif yang ada di bagian tengahnya ia yakin talawang itu berasal dari suku Dayak Kalimantan Tengah atau Kalimantan Selatan. Belum sempat memahami makna penglihatan itu, Deka dikagetkan oleh perubahan di depan matanya. Guratan tadi mendadak bercahaya, menyala kuning keemasan dan sangat terang. Deka terpaksa memicingkan mata agar tidak silau. Detik berikutnya, cahaya itu melebar sehingga gambaran talawang lenyap digantikan oleh cahaya putih yang lebih terang. Bersamaan dengan itu pusaran awan bergerak semakin cepat dan seperti menyedot tubuh Deka. Pemuda itu nyaris kewalahan untuk tetap bertahan di kusen pintu.

"Kodekaaaa!" pekik Urai. Gadis itu memeluk erat kaki Deka untuk bertahan dari seretan arus. Wajahnya pucat dan matanya membelalak ketakutan. Kedua kakinya telah amblas ke dalam awan hitam. Kurang sedikit lagi, gadis itu pasti terseret masuk ke dalam terowongan.

Deka baru sadar gadis itu dalam bahaya. Dengan sebelah tangan tetap memegang kusen, ia berusaha menarik tangan Urai ke atas. Namun, Urai terlalu takut untuk melepas pegangan sehingga usaha Deka sia-sia.

"Rai, cepat lepaskan tanganmu dari kakiku!" teriak Deka. Suaranya tenggelam ditelan deru pusaran awan.

"Aku takuuuut!" pekik Urai. Air matanya sudah berleleran di pipi.

"Lepaskan kakiku, Rai, biar aku bisa menarikmu ke atas!"

"Ke atas mana? Aku takut terseret!"

Ke atas mana katanya? gerutu Deka dalam hati.

"Hei, Nuraini Bungas! Sekarang bukan waktunya berdebat! Cepat lepaskan kakiku biar aku bisa memelukmu!"

Mendengar kata memeluk, Urai seketika lupa pada kondisi gawat yang mereka alami. Tangan yang sedang memeluk kaki Deka merenggang begitu saja, padahal Deka belum siap menangkap tubuhnya. Akibatnya, tubuh gadis itu tersedot ke dalam pusaran.

"Hai, hai!" pekik Deka, kaget. Secara refleks, ia berusaha meraih tubuh Urai. Pegangannya pada kusen pintu terlepas. Ia memang berhasil menggapai pinggang gadis itu, namun sekarang mereka berdua meluncur deras ke dalam terowongan.

"Aaaahhh!"

"Aaaaaaa!

Deka dan Urai memekik bersamaan. Di detik yang kritis itu, Nuraini si Arwah Bucin tahu-tahu muncul.

"Sayangkuuuuh!" pekiknya sambil nekat melesat menerobos pusaran awan. Beruntung bantuan itu datang tepat waktu. Nuraini berhasil menangkap tangan Deka dan sekuat tenaga menariknya keluar dari pusaran awan.

Apa daya, energi arwah biasa tidak mampu melawan pusaran awan. Nuraini malah ikut terseret ke dalam terowongan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top