30. Pengaturan di Kelas Queen's


Marilla meletakkan sulamannya dan bersandar di kursi. Matanya kelelahan, dan dia ragu-ragu berpikir bahwa dia harus mengganti kacamatanya kali berikut dia pergi ke kota, karena belakangan matanya cepat sekali lelah.

Hari itu hampir gelap, karena senja di bulan November telah datang ke Green Gables, dan satu-satunya cahaya di dapur berasal dari api yang menari di kompor. Anne sedang bergelung di atas permadani sambil memandangi kilau indah di mana cahaya matahari dari ratusan musim panas sedang disaring di antara ranting-ranting pohon maple. Dia sedang membaca, tapi bukunya sudah terjatuh di lantai, dan sekarang dia bermimpi, sebuah senyum tersungging di bibirnya. Kastil-kastil di Spanyol menyatakan diri mereka dari angan-angan di mimpi-mimpinya yang hidup. Petualangan indah dan seru sedang terjadi di negeri awan – petualangan yang selalu berakhir dengan kemenangan dan tak pernah membuatnya terluka seperti di kehidupan nyata.

Marilla memandangi Anne dengan kelembutan yang tak akan pernah terlihat di bawah sinar terang, tapi hanya bisa diamati dalam cahaya lembut dan bayang-bayang api perapian. Perihal mencintai dengan gamblang lewat kata-kata dan tatapan kasih adalah sesuatu yang tak akan pernah Marilla pahami. Tapi dia sudah belajar untuk mencintai gadis kurus bermata abu-abu ini, dengan sebuah cinta yang lebih dalam dan kuat dari yang ditunjukkannya. Cintanya membuat Marilla khawatir dia akan terlalu memanjakan. Dia merasakan sebuah firasat tidak menyenangkan bahwa rasanya agak berdosa memusatkan cinta yang begitu intens pada seorang manusia seperti yang dia lakukan pada Anne, dan mungkin dia menunjukkan sikap tobat atas firasat itu dengan bersikap lebih tegas dan kritis daripada seandainya gadis itu kurang begitu dicintainya. Sudah pasti Anne sendiri tidak tahu betapa Marilla mencintainya. Terkadang dia dengan berani berpikir Marilla begitu sulit untuk dipuaskan, jelas kekuarangan rasa simpati dan pemahaman. Tapi Anne selalu mengecek kembali pikiran semacam itu bolak-balik, mengingat apa yang telah dilakukan Marilla untuknya.

"Anne," kata Marilla tiba-tiba, "Miss Stacy ada di sini tadi sore ketika kau keluar bersama Diana."

Anne segera kembali dari dunia lainnya lalu mendesah.

"Oh, ya? Oh, aku minta maaf aku tidak ada di sini. Kenapa kau tidak memanggilku, Marilla? Diana dan aku cuma bermain di Hutan Berhantu. Sekarang di dalam hutan menyenangkan. Segala tanaman-tanaman hutan – pakis-pakis, daun-daun satin dan pohon-pohon kecil – telah tertidur, seakan-akan ada yang menyelimuti mereka dengan selimut daun sampai musim semi tiba. Kurasa pelakunya adalah peri kelabu kecil yang memakai selendang pelangi yang datang berjingkat-jingkat dalam cahaya bulan terakhir kemarin malam. Tapi Diana tidak mau banyak omong tentang itu. Diana tak akan pernah melupakan omelan ibunya soal membayangkan hantu-hantu di Hutan Berhantu. Omelan itu berdampak sangat buruk pada imajinasi Diana. Itu membuatnya stres.

Mrs. Lynde bilang Myrtle Bell adalah gadis yang stres. Aku bertanya kenapa Myrtle jadi stres, dan Ruby bilang menurutnya karena cowok Myrtle meninggalkannya. Ruby Gillis tidak memikirkan hal lain kecuali cowok, dan semakin dia tambah dewasa, dia makin parah. Para cowok baik-baik saja di tempat mereka, tapi apa gunanya mengungkit mereka dalam segala hal, kan? Diana dan aku sedang berpikir serius untuk saling berjanji tidak akan pernah menikah dan jadi perawan tua yang bahagia dan tinggal bersama selamanya. Tapi Diana belum memutuskan, karena menurutnya akan lebih terhormat menikahi seorang pria muda yang jahat, liar, tapi tampan, kemudian mengubah pria itu. Kau tahu, sekarang Diana dan aku sering membahas hal-hal serius. Kami merasa kami sudah jauh lebih dewasa dari sebelumnya sehingga tidak elok membicarakan hal-hal kekanakan. Jadi berusia hampir empat belas tahun adalah urusan serius, Marilla.

Miss Stacy mengajak semua gadis di usia remaja ke sungai hari Rabu lalu, dan menjelaskan pada kami soal itu. Dia bilang kami harus cermat memilih kebiasaan-kebiasaan yang kami bentuk dan gagasan-gagasan apa yang kami serap di usia remaja kami, karena saat kami berusia dua puluh, karakter kami akan terbentuk dan fondasinya ditetapkan untuk seluruh masa depan hidup kami. Dan dia bilang jika fondasinya tidak kokoh, kami tidak bisa membangun apa pun yang berarti di atasnya. Diana dan aku membahas soal itu saat pulang dari sekolah. Kami merasa amat bersungguh-sungguh, Marilla. Dan kami memutuskan kami akan mencoba untuk jadi sangat hati-hati dan membangun kebiasaan-kebiasaan baik dan belajar semampunya untuk jadi sebijak mungkin, sehingga ketika kami berusia dua puluh, karakter kami akan terbentuk dengan sesuai. Mengerikan sekali membayangkan berusia dua puluh tahun, Marilla. Kedengarannya sangat tua dan dewasa. Tapi kenapa Miss Stacy ada di sini tadi siang?"

"Itu yang ingin kuberitahukan padamu, Anne, seandainya kau memberiku kesempatan mengucapkan sepatah kata saja. Dia membicarakanmu."

"Membicarakanku?" Anne kelihatan agak takut. Kemudian dia merona dan berseru:

"Oh, aku tahu apa yang dia katakan. Aku bermaksud memberitahumu, Marilla, sungguh, tapi aku lupa. Miss Stacy memergokiku membaca Ben Hur kemarin sore di sekolah padahal seharusnya aku mempelajari sejarah Kanada. Jane Andrews yang meminjamkan buku itu padaku. Aku membacanya saat makan siang, dan aku baru saja sampai di bagian balap kereta ketika kelas dimulai. Aku amat penasaran ingin tahu kelanjutannya – walaupun aku yakin Ben Hur pasti menang, karena sungguh tidak adil jika dia kalah – jadi aku membuka buku sejarah di atas meja dan menyembunyikan Ben Hur di antara meja dan lututku. Kau tahu, aku kelihatan seperti belajar sejarah Kanada, padahal sebetulnya aku sedang menikmati Ben Hur. Aku sangat fokus sampai-sampai aku tidak menyadari Miss Stacy datang dari koridor sampai aku mendongak dan melihatnya sedang memandangiku dengan tatapan tidak suka.

Aku tidak bisa mengungkapkan padamu betapa malunya diriku, Marilla, apalagi ketika aku mendengar Josie Pye terkikik. Miss Stacy mengambil Ben Hur, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dia menghukumku dan menasihatiku. Dia bilang aku telah melakukan dua kesalahan. Pertama, aku telah membuang waktu yang seharusnya kupakai untuk belajar; dan kedua, aku membohongi guruku dengan berlagak seolah aku sedang belajar sejarah padahal membaca buku cerita. Aku sangat terpukul. Aku menangis dengan pahit, dan aku menawarkan untuk bertobat dengan tidak sedikit pun membaca Ben Hur selama seminggu penuh, bahkan tidak mencari tahu bagaimana balap kereta itu berakhir. Tapi Miss Stacy bilang dia tidak menginginkan itu, dan dia memaafkanku dengan ikhlas. Jadi kurasa dia kurang baik kalau dia datang padamu untuk membicarakan soal itu."

"Miss Stacy tidak pernah menyebutkan hal semacam itu padaku, Anne, itu hanya rasa bersalahmu yang mengusikmu. Kau tidak punya urusan membawa-bawa buku cerita ke sekolah. Apalagi kau sudah membaca terlalu banyak novel. Ketika aku masih muda aku tidak terlalu sering diizinkan membaca novel."

"Oh, bagaimana kau bisa menyebut Ben Hur sebuah novel padahal itu adalah sebuah bacaan suci?" protes Anne. "Memang Ben Hur terlalu seru untuk dijadikan bacaan hari Minggu, dan aku hanya membacanya di hari sekolah. Dan sekarang aku tidak akan pernah membaca buku apa pun kecuali Miss Stacy atau Mrs. Allan merasa buku itu sesuai untuk dibaca gadis berusia tiga belas tiga per empat tahun. Miss Stacy membuatku berjanji soal itu. Suatu hari dia memergokiku membaca buku berjudul, 'Misteri Seram Aula Berhantu'. Itu buku yang dipinjamkan Ruby Gillis padaku dan oh, Marilla, bukunya sangat menarik dan seram. Buku itu membuat darah dalam pembuluhku membeku. Tapi Miss Stacy bilang itu buku yang sangat konyol dan tidak bagus, dan dia memintaku tidak membaca buku itu lagi atau yang seperti itu. Aku tidak keberatan berjanji tidak membaca lagi buku seperti itu, tapi sungguh menyiksa harus mengembalikan buku tanpa pernah tahu akhirnya. Tapi rasa sayangku pada Miss Stacy tahan uji dan aku melakukannya. Sungguh menakjubkan apa yang bisa kau lakukan, Marilla, ketika kau begitu gugup ingin menyenangkan seseorang."

"Wah, kurasa aku akan menyalakan lampu dan bekerja," kata Marilla. "Aku melihat dengan jelas bahwa kau tidak ingin mendengar apa yang dikatakan Miss Stacy. Kau lebih tertarik pada suaramu sendiri dibanding apa pun juga."

"Oh, tentu, Marilla, aku mau mendengarnya," seru Anne kesal. "Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi – tidak satu kata pun. Aku tahu aku berbicara terlalu banyak, tapi aku sungguh mencoba untuk mengatasinya, dan walapun aku berbicara terlalu banyak, tapi jika kau tahu berapa banyak hal yang ingin kukatakan tapi tidak kukatakan, kau pasti akan menghargai usahaku menahan diri. Tolong beritahu aku, Marilla."

"Nah, Miss Stacy ingin membentuk sebuah kelas di antara murid-murid tingkat lanjutnya yang berniat belajar untuk ujian masuk Queen's. Dia berniat memberi murid-murid itu pelajaran tambahan satu jam sepulang sekolah. Dan dia datang untuk bertanya pada Matthew dan aku apakah kami akan mengizinkan kau bergabung. Bagaimana menurutmu, Anne? Apa kau ingin pergi ke Queen's dan lulus untuk jadi guru?"

"Oh, Marilla!" Anne menegakkan lututnya dan mengatupkan kedua tangannya. "Itu adalah cita-cita hidupku – maksudku, cita-cita selama enam bulan terakhir sejak Ruby dan Jane mulai membahas soal belajar untuk ujian masuk. Tapi aku tidak berkomentar apa-apa soal itu karena kupikir sama sekali tak ada gunanya. Aku ingin sekali jadi guru. Tapi bukankah sekolah itu sangat mahal? Mr. Andrews bilang dia membayar seratus lima puluh dolar untuk membiayai Prissy, dan Prissy tidak bodoh dalam geometri."

"Menurutku kau tidak perlu khawatir soal bagian itu. Ketika Matthew dan aku mengambilmu untuk dibesarkan, kami sepakat akan semampu kami melakukan yang terbaik untukmu dan memberimu pendidikan yang baik. Aku percaya seorang gadis mampu untuk mendapatkan penghasilannya sendiri, entah dia harus bekerja atau tidak. Kau akan selalu punya rumah di Green Gables selagi Matthew dan aku ada di sini, tapi tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di dunia yang tak pasti ini, jadi lebih baik bersiap-siap. Jadi kau bisa bergabung di kelas Queen's itu jika kau mau, Anne."

"Oh, Marilla, terima kasih!" Anne mengalungkan lengannya di pinggang Marilla dan menatap wajahnya dengan sungguh-sungguh. "Aku amat berterima kasih padamu dan Matthew. Dan aku akan belajar sekeras mungkin dan melakukan yang terbaik untuk membuatmu bangga. Kuperingatkan kau, jangan berharap terlalu banyak soal geomteri, tapi kurasa aku bisa mengatasi pelajaran lain seorang diri jika aku bekerja keras."

"Aku bisa bilang kau akan cukup bisa. Miss Stacy bilang kau pintar dan tekun." Yang diucapkan Marilla pada Anne tidak sampai setengah dari apa yang dikatakan Miss Stacy tentang gadis itu; mengatakan segalanya hanya akan membuat Anne sombong. "Kau tidak perlu terburu-buru melahap semua buku-bukumu. Tidak perlu buru-buru. Kau tidak akan siap untuk mencoba ujian masuk sampai satu tahun setengah lagi. Tapi bagus jika memulai tepat waktu dan tetap rendah hati, begitu kata Miss Stacy."

"Aku akan lebih memusatkan perhatian pada pelajaranku lebih dari sebelumnya," kata Anne penuh syukur, "karena aku punya tujuan dalam hidup. Mr. Allan bilang setiap orang harus punya tujuan dalam hidup dan mengejarnya dengan sepenuh hati. Tapi dia bilang pertama-tama kami harus memastikan tujuan itu pantas. Aku akan menyebutnya tujuan yang pantas karena aku ingin jadi guru seperti Miss Stacy, bukan begitu, Marilla? Menurutku itu adalah profesi mulia."

Pada waktunya, kelas Queen's dibentuk. Gilbert Blythe, Anne Shirley, Ruby Gillis, Jane Andrews, Josie Pye, Charlie Sloane dan Moody Spurgeon MacPherson ikut bergabung. Diana tidak ikut, karena orangtuanya tidak berencana menyekolahkannya di Queen's. Ini terasa seperti malapetaka bagi Anne. Sejak malam Minnie May sakit batuk, dia tidak pernah terpisahkan dari Diana dalam hal apa pun. Di malam ketika kelas Queen's tetap tinggal untuk pelajaran tambahan, Anne melihat Diana keluar dengan pelan bersama yang lain untuk berjalan pulang sendirian melewati Jalur Birch dan Lembah Violet, sementara yang bisa dilakukan Anne hanyalah duduk di kursinya dan menahan diri untuk tidak berlari dengan impulsif mengejar sobatnya. Sesuatu mengganjal tenggorokannya, dan dia segera bersembunyi di balik halaman-halaman buku tata bahasa Latin yang diangkatnya untuk menutupi air di matanya. Demi apa pun, Anne tidak akan membiarkan Gilbert Blythe atau Josie Pye melihat air mata itu.

"Tapi oh, Marilla, ketika aku melihat Diana keluar seorang diri, rasanya seolah aku telah mencicipi rasa pahit dari kematian, seperti yang dikatakan Mr. Allan dalam khotbahnya Minggu lalu," katanya dengan sedih malam itu. "Aku membayangkan betapa luar biasa rasanya jika Diana ikut belajar untuk ujian masuk juga. Tapi seperti yang dikatakan Mrs. Lynde, kita tidak bisa berharap segalanya jadi sempurna di dunia yang tidak sempurna ini. Terkadang Mrs. Lynde bukan jenis orang yang menenangkan, tapi tidak diragukan lagi dia telah mengatakan banyak hal yang tepat.

Dan kurasa kelas Queen's akan jadi sangat menarik. Jane dan Ruby akan belajar untuk jadi guru. Itu batas tertinggi ambisi mereka. Ruby bilang dia hanya akan mengajar selama dua tahun setelah dia lulus, dan dia berniat untuk menikah. Jane bilang dia akan mempersembahkan seluruh hidupnya untuk mengajar, dan tidak, tidak akan pernah menikah, karena kau digaji sebagia seorang guru, dan suamimu tak akan membayarmu sama sekali, dan dia akan marah kalau kau meminta sedikit dari uang belanja. Kurasa Jane mengatakan hal itu berdasarkan pengalaman buruk, karena Mrs. Lynde bilang ayah Jane adalah pemabuk berat dan amat galak.

Josie Pye bilang dia akan pergi ke sekolah itu semata-mata untuk pendidikan, karena dia tidak perlu bekerja; dia bilang kehidupannya jelas berbeda dengan para anak yatim piatu yang hidup dari belas kasihan – anak-anak itu harus bekerja keras. Moody Spurgeon akan jadi pendeta. Mrs. Lynde bilang Moody tidak bisa jadi yang lain dengan nama seperti itu. Kuharap aku tidak jahat, Marilla, tapi gagasan tentang Moody Spurgeon yang jadi pendeta membuatku tertawa. Dia adalah anak laki-laki yang bertampang sangat lucu, wajahnya gemuk dan besar, tapi matanya biru dan kecil, dan telinganya mencuat seperti sayap. Tapi mungkin dia akan kelihatan lebih cerdas ketika dia tumbuh dewasa. Charlie Sloane bilang dia akan terjun ke politik dan jadi anggota parlemen, tapi Mrs. Lynde bilang Charlie tak akan berhasil, karena keluarga Sloane adalah orang-orang jujur, dan sekarang ini hanya orang-orang brengsek yang terjun ke politik."

"Apa yang akan dilakukan Gilbert Blythe?" tanya Marilla karena dia melihat Anne telah membuka buku Caesar*.

"Aku tidak tahu apa ambisi hidup Gilbert Blythe – jika dia punya," kata Anne mengejek.

Sekarang ada persaingan nyata antara Gilbert dan Anne. Sebelumnya persaingan itu terasa agak berat sebelah, tapi tidak diragukan lagi Gilbert sungguh bertekad untuk jadi yang nomor satu di kelas seperti Anne. Dia adalah lawan yang pantas untuk Anne. Murid-murid lain di kelas diam-diam mengakui kehebatan mereka berdua, dan tidak pernah bermimpi untuk mencoba mengalahkan mereka.

Sejak peristiwa di kolam ketika Anne menolak permintaan maafnya, selain dalam persaingan yang disebutkan tadi, Gilbert sama sekali tidak memedulikan eksistensi Anne Shirley. Dia mengobrol dan bergurau dengan gadis-gadis lain, bertukar buku dan puzzle dengan mereka, mendiskusikan pelajaran dan rencana-rencana, dan kadang-kadang pulang ke rumah dari pertemuan ibadah atau Klub Debat dengan salah satu gadis itu. Tapi Anne Shirley jelas-jelas diabaikannya, dan Anne sadar tidak nyaman diabaikan. Ketika dia bilang dia tidak peduli sambil mengibaskan rambutnya, dia melakukannya dalam keangkuhan. Jauh di lubuknya, hati kecilnya yang feminin sadar bahwa dia peduli, dan jika dia dapat kesempatan mengulang peristiwa di Danau Air Kemilau, dia akan memberikan jawaban yang amat berbeda. Tampaknya dalam sekejap, dan tanpa disadarinya, Anne merasa bahwa kegetiran lama yang telah dipupuknya terhadap Gilbert telah sirna – sirna di saat Anne sangat memerlukan rasa getir itu. Sia-sia saja dia mencoba mengingat setiap peristiwa atau emosi dari kejadian tak terlupakan itu, dan mencoba merasakan kembali kemarahan dulu yang memuaskan itu. Hari itu di tepi kolam, itu adalah saat terakhir kemarahannya bergetar. Anne menyadari bahwa dia telah memaafkan dan melupakan apa yang telah terjadi tanpa mengetahuinya. Tapi semua sudah terlambat.

Dan pada akhirnya bukan Gilbert atau siapa pun, bukan juga Diana, yang harus menyadari betapa menyesalnya Anne dan betapa dia berharap dia tidak jadi amat angkuh dan menyebalkan! Dia bertekad untuk "mengubur perasaannya dalam kehampaan yang paling gelap". Perlu dinyatakan saat ini juga bahwa Anne telah melakukannya dengan begitu sukses sehingga Gilbert, yang tampaknya tidak terlalu jauh berbeda, tidak bisa menghibur dirinya dengan menyakinkan diri bahwa Anne telah mendapat pembalasan melalui sikap tidak pedulinya. Satu-satunya hiburan yang Gilbert punya adalah kenyataan bahwa Anne mengabaikan Charlie Sloane tanpa belas kasihan, terus menerus, dan tidak sepantasnya.

Di luar itu, musim dingin berlalu dalam kumpulan tugas dan pelajaran yang menyenangkan. Bagi Anne, hari-hari berlalu seperti manik-manik emas milik sang waktu. Dia gembira, bersemangat, tertarik; ada pelajaran-pelajaran yang harus dipelajari, penghargaan untuk dimenangkan, dan buku-buku untuk dibaca. Ada juga lagu-lagu baru yang perlu dilatih untuk paduan suara Sekolah minggu – hari-hari Sabtu sore yang menyenangkan di rumah pendeta bersama Mrs. Allan. Lalu kemudian, nyaris sebelum Anne menyadarinya, musim semi telah datang lagi di Green Gables dan sekali lagi seluruh dunia bermekaran.

Setelah itu kelas jadi sedikit terhambat. Murid-murid kelas Queen's yang tinggal di sekolah merasa ketertarikan kata kerja bahasa Latin dan latihan bahasa Prancis telah menguap, begitu juga semangat yang mereka miliki selama bulan-bulan musim dingin karena murid-murid yang lain berkeliaran di jalur-jalur hijau dan hutan-hutan rindang serta padang rumput. Bahkan Anne dan Gilbert tak jauh berbeda, mereka juga ketinggalan. Guru dan murid sama-sama lega ketika semester berakhir dan hari-hari liburan yang menyenangkan terbentang indah di hadapan mereka.

"Tapi kalian telah belajar dengan baik setahun ini," Miss Stacy memberitahu mereka di hari terakhir sebelum liburan, "dan kalian berhak mendapatkan liburan yang baik dan menggembirakan. Bersenang-senanglah sebaik-baiknya di dunia di luar sana, jaga Kesehatan dan kumpulkan vitalitas dan ambisi yang bagus untuk mendukungmu sepanjang tahun depan. Kalian tahu, itu akan jadi pertarungan sengit: tahun terakhir sebelum ujian masuk."

"Apa Anda akan kembali tahun depan, Miss Stacy?" tanya Josie Pye.

Josie Pye tidak pernah repot-repot bertanya; melihat ini seisi kelas merasa bersyukur karena tak ada yang berani menanyakan soal itu pada Miss Stacy. Padahal semua ingin bertanya, karena ada selama beberapa waktu ada desas-desus mengkhawatirkan yang tersebar di seluruh sekolah bahwa Miss Stacy tak akan kembali tahun depan – bahwa dia telah ditawari posisi di sebuah sekolah menengah di daerah asalnya dan berniat menerima tawaran itu. Kelas Queen's menanti jawaban sang guru sambil menahan napas karena tegang.

"Ya, kurasa aku akan kembali," kata Miss Stacy. "Aku sempat memikirkan untuk mengajar di sekolah lain, tapi aku sudah memutuskan untuk kembali ke Avonlea. Sejujurnya, aku sudah begitu tertarik pada murid-muridku di sini dan aku merasa aku tidak bisa meninggalkan mereka. Jadi aku akan tinggal dan melihat kalian lulus."

"Hore!" kata Moody Spurgeon. Sebelumnya Moody Spurgeon tak pernah terbawa perasaan, dan selama seminggu dia merona malu setiap kali dia memikirkan reaksinya itu.

"Oh, aku senang sekali," kata Anne dengan mata berkilau. "Stacy sayang, akan terasa amat menyedihkan jika kau kembali. Aku tidak yakin aku sanggup melanjutkan studiku jika ada guru lain yang datang ke sini."

Ketika Anne pulang ke rumah malam itu, dia menyimpan buku-bukunya di sebuah peti di loteng, mengunci peti itu, dan melempar kuncinya di kotak selimut.

"Aku bahkan tak akan melihat buku pelajaran selama liburan," dia memberitahu Marilla. "Sepanjang semester aku sudah belajar keras sebisaku dan aku sudah mempelajari gemoteri sampai aku hafal betul setiap kata di buku pertama, bahkan jika ada huruf yang berubah. Aku hanya capek pada segala sesuatu yang bermanfaat dan aku akan membiarkan imajinasiku menggila sepanjang musim panas. Oh, kau tidak perlu cemas, Marilla. Aku hanya akan membiarkan imajinasiku menggila dalam batas yang masuk akal. Tapi aku ingin bersenang-senang musim panas ini, karena mungkin ini musim panas terakhir aku jadi seorang gadis kecil. Mrs. Lynde bilang jika aku terus bertumbuh seperti ini tahun depan, aku harus memakai rok yang lebih panjang. Dia bilang aku menjulang dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dan ketika aku memakai rok yang lebih panjang, aku harus pantas memakainya dan bersikap sangat terhormat. Aku khawatir aku bahkan tidak akan percaya pada peri lagi, jadi aku akan mempercayai mereka dengan sepenuh hati di musim panas ini.

Kurasa kita akan mengalami musim panas yang begitu meriah. Ruby Gillis akan mengadakan pesta ulang tahun dalam waktu dekat, dan ada piknik Sekolah Minggu serta konser dari para misionaris bulan depan. Lalu Mr. Barry bilang di malam-malam tertentu dia akan mengajakku dan Diana makan malam di Hotel White Sands. Orang-orang pergi makan malam di sana, kau tahu. Jane Andrews pergi sekali ke hotel itu musim panas lalu, dan dia bilang sangat mengagumkan melihat lampu-lampu listrik, bunga-bunga dan para tamu wanita yang memakai gaun-gaun cantik. Jane bilang itu adalah pengalaman pertamanya merasakan kehidupan kelas atas, dan dia tak akan pernah melupakan hal itu sampai hari kematiannya."

Mrs. Lynde datang sore berikutnya untuk mencari tahu kenapa Marilla tidak datang ke pertemuan Kelompok Penolong di hari Kamis. Ketika Marilla tidak ada di pertemuan Kelompok, orang-orang tahu pasti ada yang tidak beres di Green Gables.

"Mathew punya masalah dengan jantungnya hari Kamis," Marilla menjelaskan, "dan aku tidak mau meninggalkannya. Oh, ya, sekarang dia baik-baik saja, tapi dia lebih sering mengalami masalah jantung dibanding sebelumnya dan aku khawatir padanya. Dokter bilang Matthew harus berhati-hati dan menghindari kejutan. Itu cukup mudah, karena Matthew memang tidak pernah berkeliaran mencari-cari kejutan dalam bentuk apa pun. Tapi dia juga tidak boleh bekerja berat juga dan itu sama saja memberitahu Matthew untuk tidak bernapas kalau dia dilarang bekerja. Masuk dan letakkan barang-barangmu, Rachel. Apa kau mau tinggal untuk minum teh?"

"Nah, karena kalian sedang sangat kesulitan, mungkin aku akan, yah, tinggal," kata Mrs. Rachel, yang tidak punya niat secuil pun untuk melakukan hal lain.

Mrs. Rachel dan Marilla duduk dengan nyaman di ruang tamu ketika Anne membuat teh dan biskuit panas yang ringan dan cukup lezat untuk menghindari kritik bahkan dari Mrs. Lynde.

"Harus kukatakan, Anne telah tumbuh jadi gadis yang sangat cerdas," Mrs. Lynde mengakui, selagi Marilla menemaninya ke ujung jalan setapak saat matahari terbenam. "Pasti dia sangat membantumu."

"Memang," kata Marilla, "dan sekarang dia sangat tenang dan bisa diandalkan. Dulu aku khawatir dia tidak akan pernah terbebas dari sikapnya yang slebor, tapi ternyata dia berhasil, dan sekarang aku tak akan takut mempercayakan apa pun padanya."

"Aku tidak pernah menyangka dia akan jadi begitu baik di hari pertama aku melihatnya di sini tiga tahun yang lalu," kata Mrs. Rachel. "Ya ampun, mana bisa aku melupakan kemarahannya! Ketika aku pulang malam itu, aku bilang pada Thomas, kataku, 'Dengar kata-kataku, Thomas! 'Marilla Cuthbert akan menyesali jalan yang telah diambilnya'. Tapi aku salah, dan aku senang karena salah. Aku bukan seperti orang-orang itu, Marilla, mereka tidak pernah mengakui kalau mereka membuat kesalahan. Tidak, aku tidak seperti itu, untunglah. Aku membuat kesalahan dalam menilai Anne, tapi bukan tanpa sebab, karena tidak pernah ada anak yang begitu aneh dan tak bisa ditebak di dunia ini seperti dia. Dia tidak bisa diatur memakai aturan yang sama dengan anak-anak lain. Cukup menakjubkan melihat bagaimana dia telah berubah dalam tiga tahun ini, terutama menyangkut penampilan. Dia akan jadi gadis yang sangat cantik, meski aku tidak bisa bilang aku sendiri suka mata pucat dan besar itu. Aku lebih suka yang cerah dan berwarna, seperti mata Diana Barry atau Ruby Gillis. Penampilan Ruby Gillis begitu mencolok. Tapi entah bagaimana – aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi ketika Anne bersama para gadis itu, dia membuat mereka terlihat biasa saja dan norak, padahal Anne sendiri tidak begitu cantik. Maksudku, dibandingkan para gadis itu, Anne kelihatan seperti bunga lili Juni warna putih yang disebut narcissus di samping bunga-bunga peony merah besar."


--

*buku Caesar: kurang begitu jelas apa yang dimaksud dengan buku Caesar di sini, tapi banyak yang berasumsi bahwa yang dibuka Anne adalah buku teks untuk murid-murid yang sedang mempelajari bahasa Latin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top